Kamis, 28 Oktober 2021

Motivasi Manajemen Laba (skripsi dan tesis)


Secara umum ada beberapa motivasi yang mendorong manajer untuk
berperilaku oportunitis, yaitu motivasi bonus, kontrak, politik, pajak, perubahan
CEO, IPO atau SEO, dan mengkomunikasikan informasi ke investor.
Pengelompokan ini sejalan dengan tiga hipotesis utama dalam teori akuntansi
positif (positive accounting theory), yang menjadi dasar pengembangan pengujian
hipotesis untuk mendeteksi manajemen laba menurut Watts dan Zimmerman
(1986) dalam Sri Sulistyanto (2008:44), yaitu:
1. Bonus plan hypothesis
Bonus plan hypothesis menyatakan bahwa “managers of firms with
bonus plan are more likely to use accounting methods that increase
current period reported income.” Ada bukti empiris yang
menyatakan bahwa perjanjian (kontrak) bisnis manajer dengan pihak
lain merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat
manajemen laba yang dilakukan perusahaan. Ada variable yang
selama diuji berkaitan dengan perjanjian bisnis itu, yaitu bonus atau
kompensasi manajerial (bonus or managerial compensation).
Dalam bonus atau kompensasi manajerial, pemilik perusahaan
berjanji bahwa manajer akan menerima sejumlah bonus jika kinerja
perusahaan mencapai jumlah tertentu. Janji bonus inilah yang
merupakan alasan bagi manajer untuk mengelola dan mengatur 
labanya pada tingkat tertentu sesuai dengan yang disyaratkan agar
dapat menerima bonus.
Seandainya pada tahun tertentu kinerja sesungguhnya berada di
bawah syarat untuk memperoleh bonus, maka manajer akan
melakukan manajemen laba agar labanya dapat mencapai tingkat
minimal untuk memperoleh bonus. Sebaliknya, jika pada tahun itu
kinerja yang diperoleh manajer jauh di atas jumlah yang disyaratkan
untuk memperoleh bonus, manajer akan mengelola dan mengatur
agar laba yang dilaporkan (reported earnings) menjadi tidak terlalu
tinggi. Kelebihan laba sesungguhnya dengan laba yang dilaporkan
akan disajikan pada tahun berikutnya. Upaya ini membuat manajer
cenderung akan selalu memperoleh bonus dari periode ke periode.
Akibatnya, pemilik perusahaan terpaksa harus kehilangan sebagian
dari kesejahteraanya yang dibagikan kepada manajer sebagai bonus.
2. Debt (equity) hypothesis
Debt (equity) hypothesis yang menyatakan bahwa “the large the
firms debt to equity ratio, the more likely managers use accounting
methods that increase income”. Dalam konteks perjanjian hutang,
manajer akan mengelola dan mengatur labanya agar kewajiban
hutangnya yang seharusnya diselesaikan pada tahun tertentu dapat
ditunda untuk tahun berikutnya. Hal ini merupakan upaya manajer
untuk mengelola dan mengatur jumlah laba yang merupakan
indikator kemampuan perusahaan dalam menyelesaiakan kewajiban
hutangnya. Manajer akan melakukan pengelolaan dan pengaturan
jumlah laba untuk menunda bebannya pada periode bersangkutan
dan akan diselesaikannya pada periode-periode mendatang.
Upaya seperti ini dilakukan agar perusahaan dapat menggunakan
dana itu untuk keperluan lainnya. Walau sebenarnya hanya masalah
waktu pengakuan (timing) kewajiban, hal ini telah mengakibatkan
pihak yang ingin mengetahui kondisi perusahaan yang sesungguhnya
akan memperoleh dan menggunakan informasi yang keliru.
Akibatnya, pihak-pihak ini membuat keputusan bisnis yang keliru
pula.
3. Political cost hypothesis
Political cost hypothesis yang menyatakan bahwa “larger firms
rather than small firms are more likely to use accounting choices
that reduce reported profits”. Alasan terakhir adalah masalah
pelanggaran regulasi pemerintah. Sejauh ini beberapa regulasi yang
dikeluarkan pemerintah yang berkaitan dengan dunia usaha,
misalkan undang-undang perpajakan, anti-trust, dan monopoli, dan
sebagainya. Undang-undang mengatur jumlah pajak yang akan
ditarik perusahaan berdasarkan laba yang diperoleh perusahaan
selama periode tertentu.
Dengan kata lain, besar kecilnya pajak yang akan ditarik oleh
pemerintah sangat tergantung pada besar kecilnya laba yang dicapai
perusahaan. Perusahaan yang memperoleh laba bersih besar akan 
ditarik pajak yang lebih besar pula dan perusahaan yang memperoleh
laba lebih kecil akan ditarik pajak yang lebih kecil pula.
Kondisi inilah yang merangsang manajer untuk mengelola dan
mengatur labanya dalam jumlah tertentu agar pajak yang harus
dibayarkannya menjadi tidak terlalu tinggi, karena manajer, sebagai
pengelola, tentu tidak ingin kewajiban yang harus diselesaikannya
terlalu membebaninya. Hal ini sangat mudah dilakukan perusahaan,
yaitu dengan menarik biaya periode yang akan datang menjadi biaya
periode berjalan, dan sebaliknya mengakui pendapatan periode
berjalan menjadi pendapatan periode yang akan datang.
Upaya lain yang dilakukan perusahaan untuk menghemat pajak
adalah dengan mempermainkan laba pada saat ada pergantian
peraturan perundang-undangan yang memberlakukan tarif pajak
lebih rendah di masa depan. Perusahaan menunda pengakuan laba
periode berjalan dan baru akan diakui pada saat peraturan yang baru
itu diperlakukan secara efektif.

Tidak ada komentar: