Kata Angkringan berasal dari kata pergaulan jawa, angkring atau nangkring yang memiliki arti duduk santai yang lebih bebas. Para pembeli yang duduk di bangku kayu memanjang di sekitar gerobak dapat mengangkat atau melipat kaki naik ke atas kursi. Angkringan merupakan suatu bentuk variasi dari kaki lima. Penjual kaki lima yang menggunakan pikulan juga dapat di temui di daerah-daerah lain. Kaki lima pikulan yang menjual makanan dengan harga murah seperti angkringan dapat pula di temui di Solo dan klaten. Menurut Klara, “masyarakat setempat menyebut kaki lima tersebut dengan nama HIK (Hidangan Istimewa Kampung). Istilah ini gunakan di Solo, tetapi istilah ini populer di Yogyakarta adalah angkringan (Azizah Risyda, 2015).
Pada awalnya penjual angkringan tidak menggunakan gerobak dorong beroda dua, melainkan pikulan yang terbuat dari belahan batang bambu. Di kedua ujungnya digantung dua set perangkat, serta di lengkapi sebuah bangku untuk penjual. Satu set angkringan dilengkapi dengan alat dan bahan minuman yang akan di olah, termasuk anglo atau tungku berbahan bakar arang. Sementara, set-set yang lain memuat bahan makanan siap saji yang hanya perlu di bakar kembali diatas tungku. Perlengkapan kios berjalan ini masih sangat sederhana mengingatfrekuensi perpindahanya cukup tinggi.Konsep angkringanadalah gerobak dorong dari kayu dan tungku dari arang.Di atasnya ceret besar berjumlah tiga buah sebagai alat untuk menghidangkanbahan minuman. Tak lupa yang menambah suasana remang-remang eksotis adalahlampu minyak yang di sebut teplok yang menerangi di tengah gerobak. Tempat duduk yang menggunakan kursi kayu panjang mengelilingi gerobak yang dinaungi terpal plastik gulung sebagai tenda. Perpaduan yang bersahaja ini menjadiestetika angkringan yang terbentuk melawan waktu dan perkembangan zaman (Nita, 2017).
Meski begitu, inilah yang menjadi daya tarik luar biasa dari warung angkringan.Makanan yang dijual meliputi nasi kucing, gorengan, sate usus (ayam), sate telurpuyuh, dan keripik. Minuman yang dijualpun beraneka macam seperti teh, jeruk,kopi, tape, wedang jahe dan susu. Semua dijual dengan harga yang sangatterjangkau, mulai dari minuman Rp. 2000 - Rp. 6000, nasi kucing Rp. 3000, Rica-rica ayam Rp. 4000 dan macam-macam sate Rp. 3000. Meski harganya murah,namun konsumen warung ini sangat bervariasi. Mulai dari tukang bangunan,pegawai kantor, mahasiswa, seniman, bahkan hingga pejabat dan eksekutif. Antarpembeli dan penjual sering terlihat mengobrol dengan santai dalam suasana penuh kekeluargaan.
Angkringan juga terkenal sebagai tempat yang egaliter karenabervariasinya pembeli yang datang tanpa membeda-bedakan strata sosial atau sara. Mereka menikmati makanan sambil bebas mengobrol hingga larut malammeskipun tak saling kenal tentang berbagai hal atau kadang berdiskusi tentangtopik-topik yang serius. Harganya yang murah dan tempatnya yang santaimembuat angkringan sangat populer di tengah kota sebagai tempat persinggahanuntuk mengusir lapar atau sekadar melepas lelah. Akrabnya suasana dalamangkringan membuat nama angkringan tak hanya merujuk ke dalam tempat tetapikesuasana, beberapa acara mengadopsi kata angkringan untuk menggambarkansuasana yang akrab saling berbagi dan menjembatani perbedaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar