Menurut Sugarman dan Mashester (dalam Ristianti, 2005:
21-22) aspek keharmonisan keluarga meliputi:
a. Aspek Emosional
Aspek ini menunjuk pada adanya suasana yang hangat dan
penuh pengertian, sehingga akan terpuaskan kebutuhan
perhatian, afeksi, penghargaan yang akan mendukung
kematangan di dalam perkembangan kehidupan emosional.
Suasana dan sikap hubungan yang dingin dan kurang mengerti
perasaan orang lain.
b. Aspek Sosial
Dua insan yang bersatu dalam rumah tangga, masing-masing
memiliki lingkungan keluarga dan teman-teman yang berbeda
dan sudah berlangsung lama. Mereka berusaha menjaga
hubungan yang sudah ada tersebut dan berusaha mencoba
mengubah sesuai dengan keadaan yang baru. Perubahan ini
merupakan bagian terpenting dalam meletakkan dasar bagi
perkawinan yang baik.
c. Aspek Seksual
Dalam pengalaman seksual, setiap pasangan peka atau rentan,
karena baik suami ataupun istri mungkin takut untuk
membicarakan masalah tersebut. Keadaan yang harus
diperhatikan ialah menciptakan suatu keadaan agar pasangan
tersebut dapat merasa aman.
d. Aspek Intelektual
Faktor inteligensi dan pendidikan yang berbeda sering
menyulitkan, sehingga terkadang suami-istri kurang mengerti
untuk menyenangkan pasangannya. Mereka perlu
mengembangkan kemampuan mengenal perasaan pasangannya,
suasana perasaan dan saling menyelaraskan diri.
e. Aspek Rekreasi
Rekreasi sangat diperlukan untuk kehidupan yang seimbang,
karena tugas suami-istri tidak hanya belajar bekerjasama tetapi
juga belajar untuk menjelaskan persoalan dan juga menurunkan
kadar konflik.
Gunarsa dan Gunarsa (1991: 204) mengatakan bahwa aspek
keharmonisan keluarga meliputi aspek fisik, aspek mental, aspek
sosial dan aspek emosi. Menurut Mulyono (1984: 53) ada beberapa
aspek dalam keharmonisan keluarga, yaitu:
1. Mendorong minat anak untuk mengembangkan bakat.
Orang tua memberikan dorongan dan kebebasan pada anak
untuk membuat keputusan sendiri serta memilih kemampuan
untuk tumbuh sendiri dan menghargai apa yang menjadi
keputusan dalam pengembangan minatnya.
2. Melatih hidup disiplin sejak kecil tanpa menggunakan kekerasan
atau paksaan yang mengakibatkan jiwa anak menjadi kecil.
3. Kesempatan untuk berdialog.
4. Menanamkan nilai-nilai religius pada anak.
Berdasarkan uraian di atas, penulis merujuk pada pendapat
terakhir (Mulyono, 1984: 53) yakni bahwa aspek-aspek keharmonisan
keluarga meliputi mendorong minat anak untuk mengembangkan
bakat, melatih hidup disiplin sejak kecil tanpa menggunakan
kekerasan atau paksaan yang mengakibatkan jiwa anak menjadi kecil,
kesempatan untuk berdialog serta menanamkan nilai-nilai religius
pada anak. Keempat aspek ini akan digunakan dalam penyusunan
skala keharmonisan keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar