Kamis, 12 Agustus 2021

Tenaga Kerja (skripsi dan tesis)

Di dalam hukum perburuhan dan ketenagakerjaan terdapat beberapa istilah yang beragam seperti buruh, pekerja, karyawan, pegawai, tenaga kerja, dan lain-lain. Istilah buruh sejak dulu sudah populer dan kini masih sering dipakai sehingga sebutan untuk kelompok tenaga kerja yang sedang memperjuangkan program organisasinya. Istilah pekerja dalam praktek sering dipakai untuk menunjukkan status hubungan kerja. Dalam Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Pengertian tenaga kerja dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tersebut menyempurnakan pengertian tenaga kerja dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 tentang ketentuan pokok Ketenagakerjaan. Setiap kegiatan produksi yang akan dilaksanakan pasti akan memerlukan tenaga kerja. Tenaga kerja bukan saja berarti buruh yang terdapat dalam perekonomian. Arti tenaga kerja meliputi juga keahlian dan keterampilan yang mereka miliki. Dari segi keahlian dan pendidikannya tenaga kerja dibedakan kepada tiga golongan: a. Tenaga kerja kasar, yaitu tenaga kerja yang tidak berpendidikan atau berpendidikan rendah dan tidak mempunyai keahlian dalam suatu bidang pekerjaan. b. Tenaga kerja terampil, yaitu tenaga kerja yang mempunyai keahlian dari pendidikan atau pengalaman kerja. c. Tenaga kerja terdidik, yaitu tenaga kerja yang mempunyai pendidikan yang tinggi dan ahli dalam bidang-bidang tertentu. Menurut Payaman J. Simanjuntak (1995:75) faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi, bukan hanya dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi kualitas dan macam tenaga kerja. Spesialisasi dan pembagian kerja menimbulkan peningkatan produksivitas. Keduanya membawa kearah ekonomi produksi skala besar yang selanjutnya membantu perkembangan industri, pembagian kerja menghasilkan pembagian kemampuan produksi para pekerja, setiap pekerja menjadi lebih efisien daripada sebelumnya. Akhirnya produksi meningkatkan berbagai hal, jika produksi naik, pada akhirnya laju pertumbuhan ekonomi juga akan naik. Menurut BPS penduduk berumur 15 tahun ke atas terbagi sebagai angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. angkatan kerja di katakan bekerja bila mereka melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit 1 (satu) jam secara kontinu selama seminggu yang lalu. Sedangkan penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan disebut menganggur (Budi Santosa, 2001). Jumlah angkatan kerja yang bekerja merupakan gambaran kondisi dari lapangan kerja yang tersedia. Semakin bertambah besar lapangan kerja yang tersedia maka akan menyebabkan semakin meningkatkan total produksi di suatu daerah. Ada beberapa teori penting yang berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan diantaranya adalah teori Lewis (1959) yang mengemukakan bahwa kelebihan pekerja merupakan kesempatan dan bukan merupakan suatu masalah. Kelebihan pekerja satu sektor akan memberikan andil terhadap pertumbuhan output dan penyediaan pekerja di sektor lain Kemudian menurut teori Fei-Ranis (1961) yang berkaitan dengan negara berkembang yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: kelebihan buruh; sumber daya alamnya belum dapat diolah; sebagian penduduknya bergerak disektor pertanian; banyak pengangguran; dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Menurut Fei-Ranis ada tiga tahap dalam kondisi kelebihan buruh. Pertama, dimana pengangguran semu dialihkan ke sektor industri dengan upah intitusional yang sama. Kedua, tahap dimana pekerjaan pertanian menambah output tetapi memproduksi lebih dari upah intitusional yang mereka peroleh dialihkan pula ke sektor industri. Ketiga, dimana tahap ditandai awal pertumbuhan swasembada pada saat buruh pertanian menghasilkan output lebih daripada perolehan upah kontitusional. Sedangkan menurut Mankiw (1992), membedakan tenaga kerja (labour) menjadi dua yaitu tenaga kerja berpendidikan (educated) dan tidak berpendidikan (uneducated). Disini tenaga kerja berpendidikan (educated labour) diindikasikan dengan proporsi angkatan kerja yang memiliki tingkat pendidikan lanjutan (proportion of the labour force with secondary education). Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja adalah ketidakseimbangan antara permintaan tenaga kerja (demand for labour) dan penawaran tenaga kerja (supply for labour), pada suatu tingkat upah (Kusumosuwidho, 1981). Ketidakseimbangan tersebut dapat berupa lebih banyaknya penawaran permintaan terhadap tenaga kerja (adanya excess of labour) atau lebih banyaknya permintaan di banding penawaran tenaga kerja (adanya excess demand for labour)

Tidak ada komentar: