Sabtu, 29 Mei 2021

Pengertian Tanggung Jawab Usaha (Skripsi & tesis)

 Tanggung jawab menurut kamus bahasa indonesia adalah suatu keadaan wajib menanggung segala sesuatunya, sehingga bertanggung jawab di dalam kamus ini diartikan sebagai keadaan di mana seseorang wajib menanggung, memikul jawab menanggung segala sesuatunya, dan memberikan jawab serta menanggung akibatnya. selanjutnya di dalam kaitannya dengan tanggung jawab pelaku usaha harus berani menanggung risiko atas segala yang menjadi tanggung jawabnya karena perbuatan yang dilakukan, sehingga menimbulkan kerugian bagi konsumen. Berkaitan dengan hukum perlindungan konsumen maka berikut ini akan di bahas lebih lanjut mengenai tanggung jawab pelaku usaha yang harus diberikan kepada konsumen, hal tersebut tentunya akan terjadi ketika seorang konsumen merasa dirugikan oleh pelaku usaha atas barang dan/atau jasa yang diedarkan dan diperdagangkan kepada konsumen. pelaku usaha wajib memberikan ganti kerugian kepada konsumen. Tanggung jawab pelaku usaha yang harus dipenuhi ketika terdapat konsumen yang menuntut ganti kerugian juga telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. tanggung jawab pelaku usaha dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Tanggung jawab pelaku usaha dalam Undang-Undang tersebut telah tercantum sebagaiamana terdapat dalam pasal 19 :19 1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti-rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian akibat mengkonsumsi barang dan/ atau jasa yang dihasilkan atau di perdagangkan 2) Ganti rugi sebagaiamana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 3) Pemberian ganti-rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi; 4) Pemberian ganti-rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidan Berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan; 5) Ketentuan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dan (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha. Dengan demikian jika memperhatikan substansi dari tanggung jawab pelaku usaha yang diatur di dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut diatas, maka dapat diketahui bahwa tanggung jawab dari pelaku usaha itu meliputi :20 a) Tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan; b) Tanggung jawab kerugian atas pencemaran; dan c) Tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen. hal ini berarti bahwa tanggung jawab pelaku usaha yang diberikan meliputi segala bentuk kerugian yang dialami oleh konsumen. Tanggung jawab pelaku usaha di dalam kitab undang-undang hukum perdata juga diatur di dalam pasal 1365 dan 1367, yaitu : a. Pasal 1365 Pasal tersebut menyatakan bahwa “setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan oleh perbuatannya, akan tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya”. b. Pasal 1367 Pasal tersebut menyatakan bahwa “seseorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, akan tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuata orang-orang yang menjadi tanggung tanggungannya, atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasnnya”. Berdasarkan pemaparan diatas maka terlihat jelas bahwa Pasal 1365 dan 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut mensyaratkan bahwa terdapat 4 (empat) unsur yang harus dibuktikan di dalam menetukan tanggung jawab pelaku usaha atas kerugian yang diderita oleh konsumen yaitu, adanya perbuatan yang melanggar hukum, ada kesalahan, ada kerugian, dan terdapat hubungan kausal antara perbuatan yang salah dengan kerugian itu sendiri. Pada bidang pembuktian inilah nantinya akan terlihat kelemahannya, ketika menggunakan pasal-pasal berkaitan dengan perbuatan melawan hukum sebagai dasar untuk menuntut pertanggung jawaban atau ganti kerugian produsen (pelaku usaha), hal ini dikarenakan konsumen sebagai penggugat tidak selalu mudah dapat (mampu) untuk membuktikan letak kesalahan pelaku usah (produsen) pangan yang menimbulkan kerugian itu, dan kemudian membuktikan hubungan kausal antara kesalahan dengan kerugian yang di derita oleh konsumen.

Tidak ada komentar: