Zuckerman (2007) mendefinisikan sensation
seeking behavior sebagai kebutuhan pengalaman dan sensasi yang beragam, baru dan
kompleks serta adanya kemauan untuk mengambil risiko fisik, sosial, dan legal demi
pengalaman tersebut. Baumeister & Vohs (2007) menyatakan sensation seeking
behavior sebagai usaha individu mencari hal baru dan kegiatan serta pengalaman
yang sangat merangsang. Chaplin (2006) menambahkan adanya faktor kesediaan
mengambil risiko.
Dimensi sensation seeking behavior menurut Zuckerman (2007) adalah Thrill and Adventure Seeking (TAS) yaitu keinginan untuk terlibat dalam aktivitas
yang memberikan sensasi dan pengalaman yang tidak biasa. Sebagian besar
kegiatan ini dianggap berisiko, menghalangi individu yang tidak menyukai
kegiatan yang dianggap berisiko terlibat di dalamnya.
2. Experiences Seeking (ES) yaitu tindakan mencari sensasi dan pengalaman baru
melalui pikiran, indera dan melalui gaya hidup yang secara umum tidak biasa.
3. Disinhibition (DIS) yaitu mencari sensasi melalui orang lain, gaya hidup hedonis,
variasi seksual, minum alkohol untuk kehilangan batasan normal. Itu merupakan
bentuk kuno dalam mencari sensasi, dan mencari penerimaan sosial
4. Boredom Susceptibility (BS) yaitu bosan dengan segala jenis kondisi yang
monoton dan merasa gelisah ketika melakukan aktifitas yang terbatas pada
kondisi yang monoton, tidak suka pada orang yang tidak menarik meski orang
tersebut dapat diandalkan.
Dimensi di atas menjadi acuan penyusunan alat ukur untuk mengukur tingkat
sensation seeking behavior pada remaja pengendara sepeda motor di Jakarta
Sementara faktor penyebab sensation seeking behavior individu adalah faktor
herediter dan faktor lingkungan (Zuckerman, 2007). Penelitian Zuckerman
mengindikasikan adanya faktor genetik yang sangat mempengaruhi susunan gen dan
kondisi biologis individu sehingga memiliki kecenderungan untuk mencari sensasi
dalam hidupnya. Keberadaan MAO (monoamine oxidase), kode kelas genetik
(dopamine) dipercaya menjadi kondisi biologis yang menyebabkan individu memiliki
kebutuhan arousal dan sensasi yang tinggi. Kondisi biologis ini tentu disebabkan oleh
susunan genetika yang diturunkan oleh generasi sebelumnya. Oleh sebab itu faktor
herediter diprediksi memberikan pengaruh setidaknya 60% pada seseorang untuk
memiliki kebutuhan arousal dan sensasi yang tinggi dalam dirinya. Lebih jauh lagi
Zuckerman (2007) menemukan bahwa usia dan jenis kelamin menjadi faktor
demografik yang paling mempengaruhi tingkat sensation seeking seseorang di mana
sensation seeking behavior lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita dan mulai
berkembang pada usia 9-14 tahun lalu mengalami puncaknya pada tahap
perkembangan remaja akhir atau dalam kisaran usia dewasa muda.
Hasil pembelajaran sosial (social learning) merupakan faktor yang juga
mempengaruhi dan “mengajarkan” individu untuk menyukai sensasi dan perilaku
mencari sensasi tertentu. Faktor lingkungan dan pembelajaran sosial diprediksi
mempengaruhi sebesar 40% kemungkinan seseorang untuk terstimulus dalam
memiliki sensation seeking behavior dan kebutuhan pencarian sensasi lainnya.
Observasi dan imitasi pada orangtua, teman, dan significant others memungkinkan seseorang untuk mempelajari perilaku yang cenderung mencari sensasi, baik secara
tinggi maupun rendah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar