Penghindaran pajak adalah hambatan-hambatan yang terjadi dalam
pemungutan pajak sehingga mengakibatkan berkurangnya penerimaan
kas negara. penghindaran pajak (tax avoidance) selalu diartikan sebagai
kegiatan yang legal (misalnya meminimalkan beban pajak tanpa melawan
ketentuan perpajakan) dan penyelundupan pajak (tax evasion/tax fraud)
diartikan sebagai kegiatan yang ilegal (misalnya meminimalkan beban
pajak dengan memanipulasi pembukuan).
Penghindaran pajak merupakan suatu usaha pengurangan pajak,
namun tetap mematuhi ketentuan peraturan perpajakan seperti
memanfaatkan pengecualian dan potongan yang diperkenankan maupun
utuk menunda pajak yang belum diatur dalam peraturan perpajakan yang
berlaku (Heru, 1997 dalam Budiman dan Sutiyono 2012). Senada dengan
penelitian sebelumnya Jacob (2014)juga mendefinisikan penghindaran
pajak sebagai suatu tindakan pengurangan atau meminimalkan kewajiban
pajak dengan hati-hati mengatur sedemikian rupa untuk mengambil
keuntungan dari celah-celah dalam ketentuan hukum pajak. Ini adalah
tindakan yang sengaja dilakukan oleh wajib pajak untuk membayar
kurang dari jumlah yang seharusnya dibayarkan kepada otoritas pajak.
Penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak, khususnya
badan dalam bentuk tax avoidance, memang dimungkinkan atau dalam
hal ini tidak bertentangan dengan undang-undang atau ketentuan hukum
yang berlaku, karena dianggap praktek-praktek yang berhubungan
dengan tax avoidance lebih kepada pemanfaatan lubang-lubang atau
celah-celah atau bisa juga kekosongan-kekosongan dalam undangundang perpajakan. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak
tidak bisa berbuat apa-apa melakukan penuntutan secara hukum,
meskipun praktek tax avoidance ini akan mempengaruhi penerimaan
negara dari sektor pajak. Praktek tax avoidance ini sebenarnya suatu
dilema bagi pemerintah, karena wajib pajak melakukan pengurangan
jumlah pajak yang harus dibayar, tetapi dilakukan dengan tidak
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Menurut Mortenson dalam Zain (1988) menyatakan bahwa tax
avoidance merupakan pengaturan untuk meminimumkan atau
menghilangkan beban pajak dengan mempertimbangkan akibat pajak
yang ditimbulkannya. Tax avoidance bukan pelanggaran undang-undang
perpajakan karena usaha wajib pajak untuk mengurangi, menghindari,
meminimumkan atau meringankan beban pajak dilakukan dengan cara
yang dimungkinkan oleh Undang-Undang Pajak.
Ada enam modus operan yang dilakukan perusahaan properti
dalam menghindari pajak.
Enam poin inilah yang menjadi fokus para
pemeriksa pajak untuk menelisik dokumen dan mengecek fisik bangunan di lapangan secara random (nasional.kontan.co.id). Enam modus tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Pertama, menyiasati perbedaan kewajiban pajak dengan memecah
unit usaha property berdasarkan fungsi. Contoh, memecah menjadi
perusahaan konstruksi dan perusahaan pemasaran.
2. Kedua, pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN) ke negara
seharusnya dilakukan pada saat ditandatangani akte jual beli. Tapi,
perusahaan properti menghitungnya ketika penyerahan penguasaan
fisik, pelunasan pembayaran, atau pengalihan hak sehingga
penerimaan PPN tertunda.
3. Ketiga, melakukan penghindaran pajak penjualan atas barang mewah
(PPnBM) melalui: (1) Luas bangunan di Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang (SPPT) berbeda dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
dan fisik bangunan. 2) Penambahan bangunan di luar spesifikasi
awal dengan kontrak terpisah, seperti mengerjakan garasi dan kolam
renang berbeda dengan kontraktor rumah. 3) Ada penyatuan unit
secara vertikal dan horizontal yang tak dilaporkan. 4) Ada unsur
bangunan landed house yang tidak dilaporkan sebagai penghitung
komponen luas bangunan.
4. Keempat, menghindari pajak atas pesanan yang batal dengan dua
cara: 1) PPN atas cicilan yang telah dibayar terhadap unit properti
yang dibatalkan tak pernah dilaporkan ke Ditjen Pajak. 2) Penghasilan dari penalty fee dan booking fee atas unit yang batal
tidak pernah dilaporkan ke Ditjen Pajak.
5. Kelima, dari cara bayar, pengembang mengaku penjualan dilakukan
secara mencicil sehingga pembayaran pajak disesuaikan dengan
cicilan. Padahal, konsumen atau bank sudah membayar dengan
lunas.
6. Keenam, cara membangun bangunan yang tidak dilakukan sendiri
dibedakan-bedakan, tidak dilakukan secara keseluruhan dalam satu
waktu oleh satu kontraktor. Cara ini agar ada perbedaan kewajiban
perpajakan.
Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Setyo Maharso
mengatakan tidak terlalu mengetahui modus operan di penghindaran
pajak di atas marak di kalangan anggotanya. "Kalau di REI itu tidak ada,
mungkin yang lain atau pengembang properti yang pribadi," jelas Setyo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar