Faktor-faktor yang turut mempengaruhi kontrol diri individu biasanya
disebabkan oleh banyak faktor. Individu yang memiliki kontrol diri pada
stimulus atau situasi tertentu belum tentu sama dengan stimulus atau situasi
yang lain. Namun secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol
diri yaitu faktor internal dan eksternal.
Faktor internal yang mempengaruhi kontrol diri menurut Buck,
dikatakan bahwa kontrol diri berkembang secara unik pada masing-masing
individu. Dalam hal ini dikemukakan bahwa yang mempengaruhi
perkembangan kontrol diri yaitu hirarki dasar biologi yang telah terorganisasi
dan disusun melalui pengalaman evolusi. Selain itu, faktor usia dan kematangan
juga mempengaruhi kontrol diri individu (Hurlock, 1980). Semakin
bertambahnya usia individu maka akan semakin baik kontrol dirinya, begitu
juga dengan individu yang matang secara psikologis juga akan mampu
mengontrol perilakunya karena telah mampu mempertimbangkan mana hal yang
baik dan yang kurang baik bagi dirinya.
Faktor eksternal yang mempegaruhi kontrol diri individu adalah kondisi
sosio-emosional lingkungannya, termasuk lingkungan keluarga dan kelompok
teman sebaya. Apabila lingkungan tersebut cukup kondusif, dalam artian
kondisinya diwarnai dengan hubungan yang harmonis, saling mempercayai,
saling menghargai, dan penuh tanggung jawab, maka remaja cenderung
memiliki kontrol diri yang baik. Hal ini dikarenakan remaja mencapai
kematangan emosi oleh faktor-faktor pendukung tersebut.
Beberapa faktor yang mempengarui kontrol diri, yaitu: a.pengaturan
pola asuh orang tua. Dinyatakan oleh Elkaind Weiner (dalam Fridani, 1996)
bahwa sebagian besar pertimbangan sosisal dan kontrol diri itu dibentuk oleh
disiplin orang tua terhadap anak dan contoh-contoh perilaku yang diberikan; b.
faktor kognitif. Menurut Elkind dan Weiner (dalam Fridani, 1996) individu tidak
dilahirkan dalam konsep yang benar dan salah atau dalam suatu pemahaman
tentang perilaku yang diperbolehkan dan dilarang. Kemasakan kognitif yang
terjadi selama masa prasekolah dan masa kanak-anak, secara bertahap dapat
meningkatkan kapasitas individu untuk membuat pertimbangan-pertimbangan
sosial dan mengontrol perilaku dengan demikian ketika beranjak dewasa,
18
individu yang telah memasuki perguruan tinggi akan memiliki kemampuan
berpikir yang leih kompleks dan kemampuan intektual yang lebih besar; c.
Orientasi religius. Bergin (dalam Fridani, 1996) berpendapat bahwa religius
dapat memiliki beberapa konsekuensi positif, termasuk terhadap variabel
kepribadian seperti kecemasan, kontrol diri, keyakinan irasional, depresi, affect
dan sifat kepribadian lain. Hasil penelitian Mc. Clain (dalam Fridani, 1996)
menunjukkan bahwa orientasi religius berkorelasi positif dengan kontrol diri.
Menurut Baumeister dan Exline (2000) ada empat faktor utama dalam
pembentukan kontrol diri, yaitu: a. kontrol implus yang melibatkan penahanan
diri terhadap golongan dan dorongan yang tidak diinginkan lingkungan sosial
ataupun pribadi; b. kontrol atas pikiran yaitu berkonsentrasi untuk mengatur
pertimbangan individu sehingga dapat menghasilkan informasi sesuai dengan
fakta dan informasi yang ada sehingga dapat menekan pikiran yang tidak
diinginkan; c. pengaruh regulasi yang melibatkan upaya untuk mengubah
keadaan emosional dan suasana hati individu, hal yang paling sering dilakukan
adalah dengan keluar dari suasana hati yang buruk; d. kontrol diri yang relevan
untuk mencapai kinerja yang optimal, dan proses pengendalian kinerja dapat
mencakup ketekunan, pengolahan tenaga yang optimal, timbal balik yang cepat
dan tepat, serta mencegah terhambat di bawah tekanan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar