Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian
yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan obat dan
bahan medis habis pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien(Menkes, RI., 2014).
Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas.
b. Memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas,
keamanan dan efisiensi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai. c. Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan
pasien yang terkait dalam Pelayanan Kefarmasian.
d. Melaksanakan kebijakan obat di Puskesmas dalam rangka meningkatkan
penggunaan obat secara rasional (Menkes, RI., 2014).
Pelayanan farmasi klinik meliputi:
a. Pengkajian Resep, Penyerahan obat, dan Pemberian Informasi obat
Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi,
persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap
maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
i. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.
ii. Nama, dan paraf dokter.
iii. Tanggal resep.
iv. Ruangan/unit asal resep.
Persyaratan farmasetik meliputi:
i. Bentuk dan kekuatan sediaan.
ii. Dosis dan jumlah obat.
iii. Stabilitas dan ketersediaan.
iv. Aturan dan cara penggunaan.
v. Inkompatibilitas (ketidakcampuran obat).
Persyaratan klinis meliputi:
i. indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat.
ii. Ketepatan Duplikasi pengobatan.
iii. Alergi, interaksi dan efek samping obat.
iv. Kontra indikasi.
v. Efek adiktif.
Kegiatan penyerahan (Dispensing) dan pemberian informasi obat
merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap menyiapkan/meracik obat,
memberikan label/etiket, menyerahan sediaan farmasi dengan informasi yang
memadai disertai pendokumentasian.
Tujuan:
i. Pasien memperoleh obat sesuai dengan kebutuhan klinis/pengobatan.
ii. Pasien memahami tujuan pengobatan dan mematuhi intruksi pengobatan.
b. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk
memberikan informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter, apoteker,
perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Tujuan:
i. Menyediakan informasi mengenai obat kepada tenaga kesehatan lain di
lingkungan Puskesmas, pasien dan masyarakat.
ii. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan
dengan obat (contoh: kebijakan permintaan obat oleh jaringan dengan
mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki alat penyimpanan yang
memadai).
iii. Menunjang penggunaan obat yang rasional (Menkes, RI., 2014). c. Konseling
Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah
pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat pasien rawat jalan dan rawat inap,
serta keluarga pasien.
Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman yang
benar mengenai obat kepada pasien/keluarga pasien antara lain tujuan pengobatan,
jadwal pengobatan, cara dan lama penggunaan obat, efek samping, tanda-tanda
toksisitas, cara penyimpanan dan penggunaan obat.
Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki kemungkinan
mendapat risiko masalah terkait obat misalnya komorbiditas, lanjut usia,
lingkungan sosial, karateristik obat, kompleksitas pengobatan, kompleksitas
penggunaan obat, kebingungan atau kurangnya pengetahuan dan keterampilan
tentang bagaimana menggunakan obat dan/atau alat kesehatan perlu dilakukan
pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) yang bertujuan
tercapainya keberhasilan terapi Obat (Menkes, RI., 2014).
d. Ronde/Visite Pasien
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
secara mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya terdiri dari dokter,
perawat, ahli gizi, dan lain-lain.
Tujuan:
i. Memeriksa obat pasien.
ii. Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan obat dengan
mempertimbangkan diagnosis dan kondisi klinis pasien. iii. Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait dengan penggunaan
obat.
iv. Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi kesehatan dalam
terapi pasien.
Pasien rawat inap yang telah pulang ke rumah ada kemungkinan
terputusnya kelanjutan terapi dan kurangnya kepatuhan penggunaan obat. Untuk
itu, perlu juga dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care)
agar terwujud komitmen, keterlibatan, dan kemandirian pasien dalam penggunaan
obat sehingga tercapai keberhasilan terapi obat.
e. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat (ESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan
pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi
fungsi fisiologis.
Tujuan:
i. Menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak
dikenal dan frekuensinya jarang.
ii. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah sangat
dikenal atau yang baru saja ditemukan (Menkes, RI., 2014).
f. Pemantauan terapi obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan
terapi obat yang efektif, terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan
meminimalkan efek samping.
Tujuan:
i. Mendeteksi masalah yang terkait dengan obat. ii. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait dengan obat
(Menkes, RI., 2014).
g. Evaluasi penggunaan obat
Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan obat secara
terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat yang digunakan sesuai
indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional).
Tujuan:
i. Mendapatkan gambaran pola penggunaan obat pada kasus tertentu.
ii. Melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan obat tertentu
(Menkes, RI., 2014).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar