Menurut Richins dan Dawson (1992), Individu yang materialistis dikenal
meyakini keyakinan yang mana ketiganya merupakan aspek-aspek nilai
materialisme, yaitu:
a. Acquisition Centrality Keyakinan bahwa kepemilikan barang dan uang adalah tujuan hidup yang
paling penting. Individu yang materialistis menempatkan barang tersebut
dan pemerolehannya di pusat kehidupan mereka. Kepemilikan barang
memberikan makna bagi hidup dan memberikan tujuan bagi aktivitas atau
usaha keseharian. Pada titik ekstremnya, individu materialis dapat
dikatakan memuja benda-benda, dan pengejaran atas benda-benda tersebut
menggantikan tempat agama dalam menstruktur kehidupan dan
mengarahkan perilaku mereka.
b. Acquisition as the Pursuit of Happines
Keyakinan bahwa barang dan uang adalah jalan utama untuk mencapai
kebahagiaan personal, kehidupan yang lebih baik, dan identitas diri yang
lebih positif. Satu alasan mengapa harta benda dan perolehannya menjadi
sangat penting bagi individu yang materialis adalah karena mereka
memandang ini penting bagi kepuasan hidup dan well-being mereka.
Individu materialis mengejar kebahagiaan lewat perolehan barang
ketimbang lewat cara yang lain, seperti hubungan personal, pengalaman,
atau prestasi.
c. Possession-Defined Success
Keyakinan bahwa kepemilikan barang dan uang merupakan alat ukur
untuk mengevaluasi prestasi diri sendiri juga orang lain. Individu yang
materialis cenderung untuk menilai kesuksesan diri dan orang lain dari
jumlah dan kualitas barang yang dikumpulkan. Mereka memandang
kesejahteraan atau well-being material sebagai bukti kesuksesan dan
kebenaran cara berpikir (right-mindedness). Nilai suatu kepemilikan barang tidak hanya dari kemampuannya untuk memberikan status, tetapi
juga memproyeksikan kesan diri yang diinginkan dan identitas individu
sebagai partisipan dalam kehidupan sempurna yang dibayangkan.
Menurut Belk (1985), individu yang materialistis dapat dijelaskan melalui
aspek-aspek berikut:
a. Kepemilikan (Possessiveness)
Kepemilikan adalah kecenderungan dan tendensi untuk menahan kontrol
atau kepemilikan milik individu. Ruang lingkup kepemilikan tersebut
meliputi kepedulian individu atas kehilangan harta bendanya baik melalui
tindakan mereka sendiri maupun orang lain. Individu tersebut lebih
menyukai kontrol yang lebih besar atas objek yang diperoleh melalui
kepemilikan tersebut. individu yang memiliki tingkat materialisme tinggi
menganggap penting kelekatan pada kepemilikan barang duniawi,
kepemilikan tersebut menjadi pusat sentral kehidupan individu yang
diyakininya memberikan sumber kepuasan dan ketidakpuasan dalam hidup
(Belk, 1985).
b. Ketidakmurahan hati (nongenerosity)
Ketidakmurahan hati adalah sebuah sikap ketidak bersediaan individu
memberikan kepemilikan barangnya untuk orang lain. Individu yang
materialistis cenderung dimotivasi oleh sifat egois. Individu tersebut lebih
mementingkan diri sendiri atas orang lain. Ketidak-sediaan meminjamkan
atau menyumbangkan harta benda kepada orang lain dianggap sebagai
ekspresi dari sifat kepribadian individu materialistis (Husna, 2016).
c. Kecemburuan/iri hati (envy)
12
Kecemburuan/iri hati adalah sebuah sikap interpersonal individu yang
melibatkan ketidaksenangan dan niat buruk pada individu lain dalam
kebahagiaan, kesuksesan, reputasi atau kepemilikan apa pun yang
diinginkan. rasa iri hati pada individu materialis ditetapkan pada
kepemilikan barang orang lain. iri hati tersebut berorientasi pada
kepemilikan individu lain atas sesuatu. Seperti halnya kepemilikan
(Possessiveness) dan ketidakmurahan hati (nongenerosity), iri hati (envy)
di sini dipahami sebagai ciri umum daripada sikap tertentu terhadap
individu. individu yang iri hati mengharapkan kepemilikan harta benda
dari individu lain. Individu yang iri hati juga membenci mereka yang
memiliki harta yang diinginkannya dan merasa direndahkan secara pribadi
oleh individu lain yang memiliki benda-benda yang diinginkan, terutama
jika individu lain tersebut dipandang kurang layak memiliki harta tersebut
(Shoeck, dalam Belk, 1985).
Berdasarkan uraian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa aspek
materialisme menurut Richins dan Dawson (1992), terdiri dari kepemilikan
barang milik material dan uang adalah tujuan hidup yang paling penting,
barang sebagai jalan utama untuk mencapai kebahagiaan personal, barang
milik sebagai alat ukur kesuksesan, sedangkan menurut pendapat Belk (1985),
aspek materialisme terdiri dari kepemilikan, ketidakmurahan hati dan
kecemburuan/iri hati.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan aspek materialisme menurut
pendapat Richins dan Dawson (1992) karena cakupan penjelasan setiap
aspeknya lebih luas serta sesuai dengan permasalahan pada subjek yang
13
peneliti angkat. Selain itu banyak penelitian sebelumnya yang menggunakan
aspek-aspek materialisme Richins dan Dawson sebagai orientasi nilai
individual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar