Widjanarko dkk, (2006) menyatakan bahwa terjadinya perubahan penggunaan
lahan dapat disebabkan karena adanya perubahan rencana tata ruang wilayah, adanya
kebijaksanaan arah pembangunan dan karena mekanisme pasar. Pada masa lampau yang
terjadi adalah lebih banyak karena dua hal yang terakhir, karena kurangnya pengertian
masyarakat maupun aparat pemerintah mengenai tata ruang wilayah, atau rencana
tata ruang wilayah yang sulit diwujudkan. Sejalan dengan kebijaksanaan pembangunan
yang menekankan kepada aspek pertumbuhan melalui kemudahan fasilitas investasi,
baik kepada investor lokal maupun luar negeri dalam penyediaan tanahnya, maka
perubahan penggunaan tanah dari pertanian ke nonpertanian terjadi secara meluas. Tiga
kebijakan nasional yang berpengaruh langsung terhadap alih fungsi lahan pertanian
ke nonpertanian ialah:
1) Kebijakan privatisasi pembangunan kawasan industri sesuai Keputusan Presiden
Nomor 53 tahun 1989 yang telah memberikan keleluasaan kepada pihak swasta
untuk melakukan investasi dalam pembangunan kawasan industri dan
memilih lokasinya sesuai dengan mekanisme pasar. Dampak kebijakan ini sangat
berpengaruh pada peningkatan kebutuhan lahan sejak tahun 1989, yang telah
berorientasi pada lokasi subur dan menguntungkan dari ketersediaan infrastruktur
ekonomi.
2) Kebijakan pemerintah lainnya yang sangat berpengaruh terhadap perubahan fungsi
lahan pertanian ialah kebijakan pembangunan permukiman skala besar dan kota
baru. Akibat ikutan dari penerapan kebijakan ini ialah munculnya spekulan yang
mendorong minat para petani menjual lahannya.
3) Selain dua kebijakan tersebut, kebijakan deregulasi dalam hal penanaman modal
dan perizinan sesuai Paket Kebijaksanaan Oktober Nomor 23 Tahun 1993
memberikan kemudahan dan penyederhanaan dalam pemrosesan perizinan
lokasi. Akibat kebijakan ini ialah terjadi peningkatan sangat nyata dalam hal
permohonan izin lokasi baik untuk kawasan industri, permukiman skala besar,
maupun kawasan pariwisata.
lahan dapat disebabkan karena adanya perubahan rencana tata ruang wilayah, adanya
kebijaksanaan arah pembangunan dan karena mekanisme pasar. Pada masa lampau yang
terjadi adalah lebih banyak karena dua hal yang terakhir, karena kurangnya pengertian
masyarakat maupun aparat pemerintah mengenai tata ruang wilayah, atau rencana
tata ruang wilayah yang sulit diwujudkan. Sejalan dengan kebijaksanaan pembangunan
yang menekankan kepada aspek pertumbuhan melalui kemudahan fasilitas investasi,
baik kepada investor lokal maupun luar negeri dalam penyediaan tanahnya, maka
perubahan penggunaan tanah dari pertanian ke nonpertanian terjadi secara meluas. Tiga
kebijakan nasional yang berpengaruh langsung terhadap alih fungsi lahan pertanian
ke nonpertanian ialah:
1) Kebijakan privatisasi pembangunan kawasan industri sesuai Keputusan Presiden
Nomor 53 tahun 1989 yang telah memberikan keleluasaan kepada pihak swasta
untuk melakukan investasi dalam pembangunan kawasan industri dan
memilih lokasinya sesuai dengan mekanisme pasar. Dampak kebijakan ini sangat
berpengaruh pada peningkatan kebutuhan lahan sejak tahun 1989, yang telah
berorientasi pada lokasi subur dan menguntungkan dari ketersediaan infrastruktur
ekonomi.
2) Kebijakan pemerintah lainnya yang sangat berpengaruh terhadap perubahan fungsi
lahan pertanian ialah kebijakan pembangunan permukiman skala besar dan kota
baru. Akibat ikutan dari penerapan kebijakan ini ialah munculnya spekulan yang
mendorong minat para petani menjual lahannya.
3) Selain dua kebijakan tersebut, kebijakan deregulasi dalam hal penanaman modal
dan perizinan sesuai Paket Kebijaksanaan Oktober Nomor 23 Tahun 1993
memberikan kemudahan dan penyederhanaan dalam pemrosesan perizinan
lokasi. Akibat kebijakan ini ialah terjadi peningkatan sangat nyata dalam hal
permohonan izin lokasi baik untuk kawasan industri, permukiman skala besar,
maupun kawasan pariwisata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar