Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang pengelolaan
lingkungan hidup, daya dukung lingkungan kemudian dibedakan menjadi daya
dukung alam, daya tampung lingkungan binaan, dan daya tampung lingkungan
sosial yang secara harfiah didefinisikan sebagai berikut. a. Daya dukung alam adalah kemampuan lingkungan alam beserta segenap
unsur dan sumberdaya untuk menunjang perikehidupan manusia serta
makhluk lain secara berkelanjutan.
b. Daya tampung lingkungan binaan adalah kemampuan lingkungan hidup
buatan manusia untuk memenuhi perikehidupan penduduk.
c. Daya tampung lingkungan sosial adalah kemampuan manusia dan kelompok
penduduk yang berbeda – beda untuk hidup bersama – sama sebagai satu
masyarakat secara serasi, selaras, seimbang, rukun, tertib dan aman.
Pengertian di atas masih mengacu pada arti secara umum, akibatnya dalam
operasional sulit dimanfaatkan atau dipergunakan. Dasman (1992)
mendefinisikan daya dukung secara lebih operasional sebagai jumlah penduduk
yang dapat ditunjang per satuan daerah pada tingkat teknologi dan kebudayaan
tertentu.
Menurut Lenzen (2003), ia berpendapat bahwa kebutuhan hidup manusia
dari lingkungan dapat dinyatakan dalam luas area yang dibutuhkan untuk
mendukung kehidupan manusia. Luas area untuk mendukung kehidupan
manusia ini disebut jejak ekologi (ecological footprint). Lenzen juga
menjelaskan bahwa untuk mengetahui tingkat keberlanjutan sumberdaya alam
dan lingkungan, kebutuhan hidup manusia kemudian dibandingkan dengan luas
aktual lahan produktif. Perbandingan antara jejak ekologi dengan luas aktual
lahan produktif ini kemudian dihitung sebagai bandingan antara lahan tersedia
dan lahan yang dibutuhkan.
Carrying Capacity atau daya dukung lingkungan mengandung pengertian
kemampuan suatu tempat dalam menunjang kehidupan makhluk hidup secara
optimum dalam periode waktu yang panjang. Daya dukung lingkungan dapat
pula diartikan kemampuan lingkungan memberikan kehidupan organisme
secara sejahtera dan lestari bagi penduduk yang mendiami suatu kawasan.
Daya dukung lingkungan meliputi daya dukung biofisik dan daya dukung
sosial dimana keduanya mempunyai keterkaitan. Daya dukung biofisik
dipengaruhi oleh daya dukung sosial. Daya dukung dipengaruhi oleh faktor
sumberdaya, faktor sosial, faktor ekonomi, faktor teknologi, budaya, dan
kebijakan (Lang dan Armour, 1991).
Daya dukung biofisik adalah jumlah
penduduk maksimum yang dapat didukung oleh sumberdaya dengan tingkat
teknologi tertentu. Tingkat keberlanjutan daya dukung biofisik yang ditentukan
oleh organisasi sosial termaksuk tingkat konsumsi dan kegiatan perdagangan
(Lang dan Armour, 1991).
Sifat daya dukung pada suatu wilayah tidaklah tetap. Daya dukung dapat
berubah oleh perkembangan teknologi, tetapi yang paling sering terjadi adalah
perubahan ke arah kondisi yang lebih buruk akibat tekanan penduduk yang
terus meningkat. Sejalan dengan penurunan kualitas lingkungan, daya dukung
aktual juga mengalami penyusutan sehingga tidak mampu lagi mendukung
jumlah penduduk yang ada untuk hidup sejahtera (Huisman, 1991). Pada suatu
periode, daya dukung wilayah memang dapat berada pada posisi yang rendah
akibat kerusakan dan degradasi sumberdaya, namun dapat meningkat lagi oleh
17
faktor perubahan sosial dan intervensi (McConnel dan Abel, 22007 dalam JCN
et al., 2007).
Pertumbuhan penduduk pada suatu wilayah mempunyai hubungan dengan
daya dukung wilayah yang bersangkutan. Jumlah penduduk yang terus
meningkat berpotensi mencapai suatu kondisi dimana daya dukung wilayah
sudah tidak lagi mampu mendukung jumlah penduduk yang ada. Dampaknya
adalah adanya penderitaan dan kemerosotan kesehjateraan (McConnel dan
Abel, 22007 dalam JCN et al., 2007). Selain faktor pertumbuhan penduduk,
dinamika daya dukung dipengaruhi pula oleh dinamika spasial dan temporal
sumberdaya yang tersedia. Oleh sebab itu, model pengembangan wilayah yang
berbasis daya dukung perlu memperhatikandua aspek tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar