Menurut Pasmore (1994 ; 3) dalam Wibowo (2011 : 104), memyatakan bahwa
perubahan dapat terjadi pada diri kita maupun disekeliling kita, bahkan kadangkadang kita tidak sadari bahwa hal tersebut berlangsung. Perubahan berarti bahwa
kita harus berubah dalam cara mengerjakan atau berfikir tentang sesuatu, yang dapat
menjadi mahal dan sulit. Perubahan adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari karena
dorongan eksternal dan karena adanya kebutuhan internal. Semua organisasi
menghadapi lingkungan yang dinamis dan berubah, lingkungan eksternal organisasi
cenderung merukapan kekuatan yang mendorong untuk terjadinya perubahan, ada
banyak faktor yang bisa membuat dibutuhkannya tindakan perubahan. Disisi lain bagi
oganisasi secara internal merasakan adanya kebutuhan akan perubahan. Oleh karena
itu, setiap organisasi menghadapi pilhan antara berubah atau mati tertekan oleh
kekuatan perubahan. Pakar perilaku di dalam perusahaan, Kreitner dan Kinicki (2001
: 659) dalam Wibowo (2005 : 82) menyatakan bahwa ada dua kekuatan yang dapat
mendorong munculnya kebutuhan untuk melakukan perubahan di dalam perusahaan
yaitu:
1. Kekuatan eksternal, yaitu kekuatan yang muncul dari luar perusahaan, seperti:
karakteristik demografis (usia, pendidikan, tingkat keterampilan, jenis kelamin,
imigrasi, dan sebagainya), perkembangan teknologi, perubahan-perubahan di
pasar, tekanan-tekanan sosial dan politik.
2. Kekuatan internal, yaitu kekuatan yang muncul dari dalam perusahaan, seperti:
masalah-masalah/prospek Sumber Daya Manusia (kebutuhan yang tidak
terpenuhi, ketidak-puasan kerja. Produktifitas, motivasi kerja, dan sebagainya),
perilaku dan keputusan menajemen.
Perubahan juga berpeluang menghadapi resistensi (penolakan), baik individual
maupun organisasional, karena merupakan hal yang paling sulit untuk dapat
meninggalkan kebiasaan lama yang sudah melekat dengan kuat. Istilah untuk hal ini
dalam manajemen dikenal dengan resistensi perubahan (resistance of change). Sikap
menolak atas perubahan bisa terjadi karena informasi mengenai perlunya dan dampak
bila tidak melakukan perubahan sangat kurang. Bentuk dari penolakan atas perubahan
tidak selalu tampak secara langsung dalam bentuk yang standar. Penolakan bisa
dengan jelas terlihat (eksplisit) dan segera misalnya mengajukan protes, mengancam
mogok, demonstrasi, dan sejenisnya, atau bisa juga tersirat (implisit) dan lambat laun
misalnya loyalitas pada organisasi berkurang, motivasi kerja menurun, kesalahan
kerja meningkat, dan tingkat absensi meningkat. Hal yang lain juga bisa menjadi
masalah seperti tidak tersedianya informasi konfigurasi pada infrakstruktur yang up to
date.
Resistensi sering terjadi karena eksekutif dan pekerjaan, karena eksekutif dan pekerja
melihat perubahan dari sudut pandang yang berbeda. Bagi manajer senior, perubahan
berarti peluang, baik untuk bisnis maupun dirinya sendiri. Akan tetapi banyak pekerja
yang memandang perubahan sebagai kekacauan dan gangguan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar