Pembedaan antar individu dalam lingkungan masyarakat masih saja
terjadi sampai saat ini, karena menurut Soerjono Soekanto (Abdulsyani,
2007:83) selama masyarakat masih menghargai sesuatu maka hal ini menjadi
bibit bertumbuhnya lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat. Sedangkan
menurut Hassan Shadily (1993), lapisan masyarakat pada umumnya
menunjukkan:
a. Keadaan nasib, dengan keadaan ini dapat terlihat jelas keadaan
seseorang baik yang terendah maupun yang tertinggi, seperti lapisan
pengemis, lapisan pengamen dan sebagainya.
b. Persamaan batin atau kepandaian, lapisan orang terpelajar dan
sebagainya.
Dalam menunjukkan statusnya, seseorang menggunakan simbol status
agar membedakan dengan orang lain dalam masyarakat. Setiap kegiatan yang
dilakukan seseorang dalam kehidupan sehari-hari dapat mencerminkan status
sosialnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Barber Lobel (Sunarto,
2004:99) in all societies, the clothes which all people wear have at least three
(mixed latent and manifest) functions: utilitarian, esthetic, and symbolic of
their social role. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Barber bahwa setiap
orang menunjukkan simbol tertentu yang dapat memperlihatkan kedudukan
(status) sosialnya yang dapat membedakan dengan orang lain dalam
lingkungan masyarakat.
Golongan bangsawan tentu berbeda dengan golongan orang biasa,
anggota dari golongan bangsawan berhak mendapatkan gelar yang
membedakan mereka dengan orang biasa serta membedakan tingkatan dalam
golongan mereka sendiri. Pembedaan kedudukan (status) sosial seseorang
berguna dalam menggunakan fasilitas yang disediakan oleh lingkungan
masyarakat sesuai dengan status sosial ekonominya (Wahyu, 1986:102).
Dari beberapa uraian di atas, dapat diketahui dasar ukuran atau kriteria
yang biasa dipakai dalam menggolongkan anggota masyarakat dalam lapisan
masyarakat adalah sebagai berikut:
a. Ukuran kekayaan. Barang siapa yang memiliki kekayaan paling banyak,
termasuk dalam lapisan teratas dan yang memiliki kekayaan yang sedikit
maka akan dimasukkan dalam lapisan bawah. Kekayaan tersebut, misalnya
dilihat dari bentuk rumah yang bersangkutan, mobil pribadinya, caracaranya
berpakaian serta bahan yang dipakainya, dan kebiasaannya
berbelanja barang dan jasa dan seterusnya (Soekanto, 2007:208). Ukuran
kekayaan ini merupakan dasar yang paling banyak digunakan dalam
pelapisan sosial (Basrowi, 2005:62).
b. Ukuran kekuasaan. Seseorang yang memiliki kekuasaan atau wewenang
yang besar akan masuk pada lapisan atas dan yang tidak memiliki
kekuasaan maka masuk dalam lapisan bawah (Basrowi, 2005:62).
c. Ukuran kehormatan. Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari
ukuran-ukuran kekayaan dan kekuasaan. Orang yang paling disegani dan
dihormati, mendapatkan tempat teratas dalam lapisan sosial. Keadaan
seperti ini biasa ditemui di masyarakat tradisional, yang masih kental
dengan adat (Basrowi, 2005:62).
d. Ukuran ilmu pengetahuan. Biasa dipakai oleh masyarakat yang
menghargai ilmu pengetahuan (Soekanto, 2007:208). Walau kadang
masyarakat salah persepsi karena masyarakat hanya meninjau dari segi
gelar yang diperoleh seseorang saja, sehingga dapat menimbulkan
kecurangan yang mana seseorang yang ingin berada dalam lapisan atas
akan menghalalkan segala cara dalam memperoleh gelar yang dikehendaki
(Basrowi, 2005:62).
Dasar ukuran atau kriteria di atas tidak bersifat terbatas, karena masih
ada ukuran lain yang digunakan dalam menggolongkan lapisan masyarakat.
Namun, ukuran di atas yang menonjol sebagai dasar timbulnya pelapisan
sosial dalam masyarakat. Jadi kriteria pelapisan sosial tergantung pada nilai
atau norma yang dianut oleh anggota masyarakat yang bersangkutan (Wahyu,
1986:104)
terjadi sampai saat ini, karena menurut Soerjono Soekanto (Abdulsyani,
2007:83) selama masyarakat masih menghargai sesuatu maka hal ini menjadi
bibit bertumbuhnya lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat. Sedangkan
menurut Hassan Shadily (1993), lapisan masyarakat pada umumnya
menunjukkan:
a. Keadaan nasib, dengan keadaan ini dapat terlihat jelas keadaan
seseorang baik yang terendah maupun yang tertinggi, seperti lapisan
pengemis, lapisan pengamen dan sebagainya.
b. Persamaan batin atau kepandaian, lapisan orang terpelajar dan
sebagainya.
Dalam menunjukkan statusnya, seseorang menggunakan simbol status
agar membedakan dengan orang lain dalam masyarakat. Setiap kegiatan yang
dilakukan seseorang dalam kehidupan sehari-hari dapat mencerminkan status
sosialnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Barber Lobel (Sunarto,
2004:99) in all societies, the clothes which all people wear have at least three
(mixed latent and manifest) functions: utilitarian, esthetic, and symbolic of
their social role. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Barber bahwa setiap
orang menunjukkan simbol tertentu yang dapat memperlihatkan kedudukan
(status) sosialnya yang dapat membedakan dengan orang lain dalam
lingkungan masyarakat.
Golongan bangsawan tentu berbeda dengan golongan orang biasa,
anggota dari golongan bangsawan berhak mendapatkan gelar yang
membedakan mereka dengan orang biasa serta membedakan tingkatan dalam
golongan mereka sendiri. Pembedaan kedudukan (status) sosial seseorang
berguna dalam menggunakan fasilitas yang disediakan oleh lingkungan
masyarakat sesuai dengan status sosial ekonominya (Wahyu, 1986:102).
Dari beberapa uraian di atas, dapat diketahui dasar ukuran atau kriteria
yang biasa dipakai dalam menggolongkan anggota masyarakat dalam lapisan
masyarakat adalah sebagai berikut:
a. Ukuran kekayaan. Barang siapa yang memiliki kekayaan paling banyak,
termasuk dalam lapisan teratas dan yang memiliki kekayaan yang sedikit
maka akan dimasukkan dalam lapisan bawah. Kekayaan tersebut, misalnya
dilihat dari bentuk rumah yang bersangkutan, mobil pribadinya, caracaranya
berpakaian serta bahan yang dipakainya, dan kebiasaannya
berbelanja barang dan jasa dan seterusnya (Soekanto, 2007:208). Ukuran
kekayaan ini merupakan dasar yang paling banyak digunakan dalam
pelapisan sosial (Basrowi, 2005:62).
b. Ukuran kekuasaan. Seseorang yang memiliki kekuasaan atau wewenang
yang besar akan masuk pada lapisan atas dan yang tidak memiliki
kekuasaan maka masuk dalam lapisan bawah (Basrowi, 2005:62).
c. Ukuran kehormatan. Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari
ukuran-ukuran kekayaan dan kekuasaan. Orang yang paling disegani dan
dihormati, mendapatkan tempat teratas dalam lapisan sosial. Keadaan
seperti ini biasa ditemui di masyarakat tradisional, yang masih kental
dengan adat (Basrowi, 2005:62).
d. Ukuran ilmu pengetahuan. Biasa dipakai oleh masyarakat yang
menghargai ilmu pengetahuan (Soekanto, 2007:208). Walau kadang
masyarakat salah persepsi karena masyarakat hanya meninjau dari segi
gelar yang diperoleh seseorang saja, sehingga dapat menimbulkan
kecurangan yang mana seseorang yang ingin berada dalam lapisan atas
akan menghalalkan segala cara dalam memperoleh gelar yang dikehendaki
(Basrowi, 2005:62).
Dasar ukuran atau kriteria di atas tidak bersifat terbatas, karena masih
ada ukuran lain yang digunakan dalam menggolongkan lapisan masyarakat.
Namun, ukuran di atas yang menonjol sebagai dasar timbulnya pelapisan
sosial dalam masyarakat. Jadi kriteria pelapisan sosial tergantung pada nilai
atau norma yang dianut oleh anggota masyarakat yang bersangkutan (Wahyu,
1986:104)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar