Financial Distress bisa terjadi pada semua perusahaan, penyebab
terjadinya financial distress juga bermacam-macam. Menurut Lizal,
(2002) dalam Fachurdin, (2008) mengelompokkan penyebab kesulitan,
yang disebut dengan Model Dasar Kebangkrutan atau Trinitas
Penyebab Kesulitan Keuangan. Terdapat 3 alasan utama mengapa
perusahaan bisa mengalami financial distress dan kemudian bangkrut,
yaitu:
1) Neoclassical model
Financial distress dan kebangkrutan terjadi jika alokasi
sumber daya di dalam perusahaan tidak tepat. Manajemen yang
kurang bisa mengalokasikan sumber daya (aset) yang ada di perusahaan untuk kegiatan operasional perusahaan. Mengestimasi
kesulitan dilakukan dengan data neraca dan laporan laba rugi.
Misalnya profit/assets (untuk mengukur profitabilitas), dan
liabilities/assets.
2) Financial model
Pencampuran aset benar tetapi struktur keuangan salah
dengan liquidity constraints. Hal ini berarti bahwa walaupun
perusahaan dapat bertahan hidup dalam jangka panjang tapi ia harus
bangkrut juga dalam jangka pendek. Campuran aset benar tapi
struktur keuangan salah dengan liquidity constraints (batasan
likuiditas). Hal ini berarti bahwa walaupun perusahaan dapat
bertahan hidup dalam jangka panjang tapi ia harus bangkrut juga
dalam jangka pendek. Hubungan dengan pasar modal yang tidak
sempurna dan struktur modal yang inherited menjadi pemicu utama
kasus ini. Tidak dapat secara terang ditentukan apakah dalam kasus
ini kebangkrutan baik atau buruk untuk direstrukturisasi.
Model ini mengestimasi kesulitan dengan indikator
keuangan atau indikator kinerja seperti turnover/total assets,
revenues/turnover, ROA, ROE, profit margin, stock turnover,
receivables turnover, cash flow/ total equity, debt ratio, cash
flow/(liabilities-reserves), current ratio, acid test, current liquidity,
short term assets/daily operating expenses, gearing ratio, turnover per employee, coverage of fixed assets, working capital, total equity
per share, EPS ratio, dan sebagainya.
3) Corporate governance model
Menurut model ini, kebangkrutan mernpunyai campuran
aset dan struktur keuangan yang benar tapi dikelola dengan buruk.
Ketidakefisienan ini mendorong perusahaan menjadi out of the
market sebagai konsekuensi dari masalah dalam tata kelola
perusahaan yang tak terpecahkan. Model ini mengestimasi kesulitan
dengan informasi kepemilikan. Kepemilikan berhubungan dengan
struktur tata kelola perusahaan dan goodwill perusahaan.
Brigham dan Gapenski (1997) mengatakan bahwa semakin
besar pembiayaan dari hutang, dan semakin besar beban bunga tetap,
semakin besar probabilitas bahwa penurunan earning akan mengarah
kepada kesulitan keuangan, karena itu semakin tinggi probabilitas
biaya kesulitan keuangan akan dikenakan. Jadi hutang dapat pula
menyebabkan kesulitan keuangan.
Liou dan Smith(2007 dalam Dwijayanti(2010)
mengemukakan beberapa faktor makro ekonomi yangbisa
menyebabkan financial distress antara lain fluktuasi dalam inflasi,
sukubunga, Gross National Product, ketersediaan kredit, tingkat
upah pegawai, dansebagainya Liou dan Smith (2007) dalam
Dwijayanti(2010).
1 Dwijayanti (2010) dalam penelitiannya pun juga
menyatakan bahwa financial distress bisa disebabkan oleh beberapa
hal, antara lain: a) kesalahan dalam alokasi sumber daya, b) struktur
keuangan yang salah. c) tata kelola yang buruk, dan d) kondisi
makro ekonomi yang buruk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar