Dalam penelitian cross-sectional peneliti melakukan observasi atau pengukuran
variabel pada satu saat tertentu. Kata suatu saat bukan berarti semua subyek
Pe diamati tepat pada saat yang sama, tetapi artinya tiap subyek hanya diobservasi
satu kali dan pengukuran variabel subyek dilakukan pada saat pemeriksaan
tersebut.
Jadi pada studi cross-sectional peneliti tidak melakukan tindak lanjut terhadap
pengukuran yang dilakukan. Desain cross-sectional merupakan desain yang sering
digunakan baik dalam studi klinis maupun lapangan;desain ini dapat digunakan
untuk penelitian deskriptif, namun juga dapat untuk penelitian analitik.
Contoh penelitian cross-sectional deskriptif:
Penelitian persentase bayi yang mendapat ASI eksklusif di suatu
komunitas
Penelitian prevalens asma pada anak sekolah di Jakarta
Penelitian indeks tuberkulin pada anak sehat. (Studi ini, meskipun
memerlukan follow-up 48-72 jam untuk penilaian hasil uji tuberkulin,
tetap disebut sebagai studi cross-sectional karena penyuntikan dan
penilaian hasil merupakan satu kesatuan).
Contoh penelitian cross-sectional analitik:
Beda proporsi pemberian ASI eksklusif pada berbagai tingkat
pendidikan ibu
Beda kadar kolesterol siswa SMP daerah kota dan desa
Beda prevalens penyakit jantung reumatik antara siswa lelaki dan
perempuan
Peran berbagai faktor resiko dalam terjadinya penyakit tertentu.
Dalam studi analitik cross-sectional yang mempelajari hubungan antara faktor resiko
dengan penyakit (efek), observasi atau pengukuran terhadap variabel bebas (faktor
resiko) dan variabel tergantung (efek) dilakukan sekali dan dalam waktu yang
bersamaan. Dari pengukuran tersebut maka dapt diketahui jumlah subyek yang
mengalami efek, baik pada kelompok subyek yang faktor resiko, maupun pada
kelompok tanpa faktor resiko.
Hasil pengukuran biasanya disusun dalam tabel 2 x 2. Dari tabel tersebut
dapat dilihat prevalens penyakit (efek) pada kelompok dengan atau tanpa faktor
resiko, dapat dihitung rasio prevalens, yakni perbandingan antara prevalens efek
Pedoman Pemulisan Skripsi FKIK
35
pada kelompok subyek yang memiliki faktor resiko dengan prevalens efek pada
kelompok subyek tanpa faktor resiko.
Rasio prevalens memberikan gambaran peran faktor resiko terhadap
terjadinya efek atau penyakit. Bila rasio prevalens sama dengan 1, artinya prevalens
penyakit pada subyek dengan faktor A sama dengan prevalens pada subyek tanpa
faktor A, maka faktor tersebut bukan merupakan faktor resiko. Bila nilai rasio
prevalens lebih kecil dari 1 menunjukkan bahwa faktor tersebut merupakan faktor
protektif (mencegah terjadinya efek). Namun dalam menilai rasio prevalens harus
diperhatikan interval kepercayaan. Karena studi cross-sectional hanya mengukur
prevalens, maka studi tersebut pula sebagai studi prevalens
Tidak ada komentar:
Posting Komentar