Kebijakan (Policy) merupakan suatu tindakan yang mengarah pada
tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam
lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu
(Green Mind Community,2009: 310).
Makna yang termuat dalam terminologi kebijakan itu sesungguhnya
tidak cuma bersifat tekstual, melainkan lebih bersifat konstekstual, karena dari
waktu ke waktu mengalami perubahan. Dewasa ini istilah kebijakan lebih
sering dan secara luas dipergunakan dalam kaitannya dengan tindakan
pemerintah. Dalam kaitan inilah mudah dipahami jika kebijakan itu acapkali
diberikan makna sebagai tindakan politik (Green Mind Community,2009 :
309).
James Anderson mengatakan bahwa kebijakan merupakan arah
tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor dalam
mengatasi suatu masalah atau persoalan. Konsep kebijakan ini dianggap tepat
karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan
pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. Selain itu, konsep ini juga
membedakan kebijakan dari keputusan yang merupakan pilihan di antara
berbagai alternatif yang ada (Budi Winarno, 2012: 21).
Sementara itu, Amir Santoso di dalam Budi Winarno (2012 : 22),
mengkomparasi berbagai definisi yang dikemukakan oleh para ahli yang
menaruh minat pada bidang kebijakan publik menyimpulkan bahwa, pada
dasarnya pandangan mengenai kebijakan publik dapat dibagi kedalam dua
wilayah kategori. Pertama, pendapat ahli yang menyamakan kebijakan publik
dengan tindakan-tindakan pemerintah. Para ahli dalam kelompok ini
cenderung menganggap bahwa semua tindakan pemerintah dapat disebut
sebagai kebijakan publik. Pandangan kedua menurut Amir Santoso, berangkat
dari para ahli yang memberikan perhatian khusus kepada pelaksanaan
kebijakan. Para ahli yang masuk dalamkategori ini terbagi kedalam dua kubu,
yakni mereka yang memandang kebijakan publik sebagai keputusankeputusan pemerintah yang mempunyai tujuan dan maksud-maksud tertentu,
dan mereka yang menganggap kebijakan publik sebagai memiliki akibatakibat yang bisa diramalkan.
Para ahli yang termasuk kedalam kubu yang pertama, melihat kebijakan
publik dalam tiga lingkungan, yakni perumusan kebijakan, pelaksanaan
kebijakan dan penilaian kebijakan. Dengan kata lain, menurut kubu ini
kebijakan publik secara ringkas dapat dipandang sebagai proses perumusan,
implementasi dan evaluasi kebijakan. Ini berarti bahwa kebijakan publik
adalah serangkaian instruksi dari para pembuat keputusan kepada pelaksana
kebijakan yang menjelaskan tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai
tujuan tersebut. Sedangkan kubu kedua lebih melihat kabijakan publik terdiri
dari rangkaian keputusan dan tindakan.
Oleh karena itu proposisi yang menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan kebijakan yang
dikembangkan oleh lembaga-lembaga pemerintah dan pejabat-pejabat
pemerintah harus mendapat perhatian sebaik-baiknya agar bisa membedakan
kebijakan publik dengan bentuk-bentuk kebijakan yang lain, seperti misalnya
kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak swasta.
Keterlibatan aktor-aktor dalam perumusan kebijakan kemudian menjadi
ciri khusus dari kebijakan publik. Kenyataan bahwa kebijakan itu
diformulasikan oleh apa yang dikatakan oleh David Easton sebagai penguasa
dalam suatu sistem politik, yaitu para sesepuh tertinggi pada suku-suku,
anggota-anggota eksekutif, legislatif, yudikatif, administrator, penasehat raja
dan semacamnya. Menurut Easton mereka ini merupakan orang-orang yang
terlibat dalam masalah sehari-hari dalam suatu sistem politik, diakui oleh
sebagian besar anggota-anggota sistem politik, mempunyai tanggung jawab
untuk masalah-masalah ini, dan mengambil tindakan-tindakan yang diterima
secara mengikat dalam waktu yang panjang oleh sebagian terbesar anggota
sistem politik selama mereka bertindak dalam batas-batas peran yang
diharapkan (Budi Winarno, 2012: 22-23).
Sebagai penguasa dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan
publik, harus memperhatikan analisis kebijakan, karena analisis kebijakan
merupakan kajian yang tidak tertutup pada kajian dari sektor publik saja,
karena sektor privat pun banyak memanfaatkan metode-metode analisis
kebijakan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi.
Ada tiga hal
yang menyebabkan analisis kebijakan lebih lazim dikenal pada sektor publik. Pertama, sektor publik secara nyata memiliki tingkat kompleksitas yang
lebih dari sektor privat. Artinya, sektor publik yang terdiri dari banyak aktor
dan kepentingan memerlukan metode yang lebih lengkap untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pemerintah dengan banyaknya aktor,
kepentingan dan kompleksitas masalah lebih memerlukan alternatif-alternatif
kebijakan untuk lebih memuaskan publik (stakeholder) dari masalah-masalah
yang dihadapi oleh sektor privat.
Kedua, sektor publik memiliki resiko lebih tinggi untuk menghadapi
masalah-masalah yang tidak dapat diprediksi. Artinya, sektor publik lebih
memiliki kans untuk mendapatkan masalah-masalah baru dari kondisi yang
tidak dapat diprediksi sebelumnya. Kejadian seperti ini lebih dimiliki sektor
publik ketimbang sektor privat.
Ketiga, sektor publik memiliki ruang lingkup masalah yang lebih luas
dari sektor privat. Artinya, pemerintah memerlukan pertimbanganpertimbangan yang lebih memiliki cakupan luas, dan pertimbanganpertimbangan yang lebih kompleks dari analisis kebijakan yang dimiliki
sektor privat. Sampai dengan saat ini analisis kebijakan lebih diperlukan
sektor publik dari sektor privat (Dwiyanto Indiahono, 2009: 1-2-3).
Kebijakan publik dalam kerangka substansial adalah segala aktifitas
yang dilakukan oleh pemerintah untuk memecahkan masalah publik yang
dihadapi. Dengan membawa kebijakan publik dalam ranah upaya pemecahan
masalah publik, maka administrasi publik akan lebih mewarnai. Kebijakan
publik diarahkan pemerintah untuk memecahkan masalah publik dalam memenuhi kepentingan dan penyelenggaraan urusan-urusan publik. Kebijakan
publik sejauh mungkin diupayakan berada dalam garis kebijakan yang
berorientasi pada sebesar-besarnya kepentingan publik. Kebijakan publik
melibatkan banyak aktor yang berkepentingan didalamnya. Nilai-nilai rasional
yang dikembangkan dalam analisis kebijakan publik sejauh mungkin
didekatkan kepada kepentingan publik (Friedrich dalam Anderson, 1979 :
2).
Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks
karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh
karena itu, beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji
kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik ke
dalam beberapa tahap. Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk
memudahkan kita didalam mengkaji kebijakan publik.
Namun demikian, beberapa ahli membagi tahapan-tahapan kebijakan
ini dengan urutan yang berbeda misalnya, tahap penilaian kebijakan seperti
yang tercantum dibawah ini bukan merupakan tahap akhir dari proses
kebijakan publik, sebab masih ada satu tahap lagi, yakni tahap perubahan
kebijakan dan terminasi atau penghentian kebijakan (Budi Winarno, 2012 :
35).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar