Pengertian Integritas. Menurut Henry Cloud, ketika berbicara mengenai integritas,
maka tidak akan terlepas dari upaya untuk menjadi orang yang utuh, yang bekerja dengan baik
dan menjalankan fungsinya sesuai dengan apa yang telah dirancang sebelumnya. Integritas
sangat terkait dengan keutuhan dan keefektifan seseorang sebagai insan manusia (Cloud, 2007).
Plato, Aristoteles dan Aquinas ( dalam Olson, 1998a) mengemukakan bahwa integritas berasal
dari bahasa latin yaitu integrity yang bermakna “as whole and represents completeness”, artinya,
integritas menunjukan keseluruhan dan kelengkapan. Mereka juga menerangkan bahwa integritas
merupakan keseluruhan dari bagian-bagian tertentu. Integritas merupakan karakter yang telah
menyatu dalam kehidupan seseorang yang digunakan untuk mencapai seluruh kebajikan dan
kebahagiaan.
Adrian Gostick & Dana Telford (2006, dalam Gea 2016) menyebutkan bahwa dalam
Kamus Merriam-Webster yang paling mutakhir mendefinisikan integritas sebagai ketaatan yang
kuat pada sebuah kode, khususnya nilai moral atau nilai artistik tertentu. Millard Fuller (Habitat
for Humanity) menggambarkan integritas sebagai ”konsistensi terhadap apa yang dianggap benar
dan salah dalam hidup Anda”; Shelly Lazarus (pimpinan dan CEO Ogilvy Mather Worldwide)
menjelaskan orang yang berintegritas sebagai “mengedepankan serangkaian kepercayaan dan
kemudian bertindak berdasarkan prinsip”; Wayne Sales (presiden dan CEO Canadian Tyre)
memberikan definisi yang sederhana, yaitu “Integritas berarti melakukan hal yang benar”; Diane
Peck (Safeway) percaya bahwa “setiap individu harus mendefinisikan sendiri arti integritas”.
Miller (2001: 2-8 dalam Harisa 2011) mengutip beberapa penjelasan ahli mengenai
makna integritas, diantaranya adalah:
a. Integritas sebagai koherensi. Integritas adalah koherensi atau menghubungkan beragam
komponen yang ada dalam diri seseorang, sehingga orang yang memiliki integritas dapat
dikatakan harmonis, tidak terpecah, sepenuh hati dan dapat bertindak dengan berbagai
cara (memiliki banyak alternatif tindakan yang tidak melanggar norma di setiap saat
(Frankufr dan Dworkin).
b. Integritas sebagai identitas praktis. Identitas merupakan komitmen mendasar yang
berguna untuk mencari makna dan tujuan hidup, berkompromi dengan prinsip orang lain,
keluarga dan lembaga masyarakat atau agama. Orang yang memiliki identitas/integritas
akan senantiasa memertahankan komitmen dalam dirinya, meskipun banyak pertentangan
atau situasi yang memaksa mereka untuk melanggar komitmennya sendiri (Calhoun).
c. Integritas sebagai kebijakan sosial. Calhoun berpendapat bahwa meskipun integritas
melibatkan hubungan dengan orang lain (sosial), namun diri sendiri tetap menjadi
sentralnya.Seseorang yang memiliki integritas harus berdiri di atas komitmennya sendiri
dan melakukan tindakan yang layak atau sesuai dengan prinsip pribadi dan kebijakan
sosial. Ketika apa yang seseorang lakukan dianggap tidak layak oleh masyarakat, maka
orang tersebut tidak memiliki integritas.
d. Integritas sebagai rasionalitas. Integritas menerima konsep rasionalitas atau sesuatu yang
dianggap wajar dan masuk akal. Seseorang yang memiliki integritas tidak harus selalu
memiliki pandangan dan sikap yang sangat objektif mengenai suatu komitmen atau
tingkah laku tertentu. Misalnya, algojo membunuh orang yang melakukan kriminal.
Dalam ajaran moral, membunuh tidak diperbolehkan, namun karena hukuman bagi kriminalis ini memiliki alasan yang masuk akal dan dapat diterima, maka algojo tidak
dapat dikatakan sebagai orang yang tidak memiliki integritas (Cox et.al).
e. Integritas sebagai tujuan yang objektif. Integritas secara objektif ditujukan untuk meraih
keadilan masyarakat (nilai-nilai masyarakat) dan terpeliharanya komitmen yang telah
dibentuk (Nozick).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang
memiliki integritas adalah seseorang yang mempunyai keharmonisan dalam dirinya,
bersikap rasional, dapat mengkompromi prinsip orang lain dan mempunyai tujuan hidup
yang jelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar