Spouse support atau sering disebut dengan dukungan dari pasangan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi work-family conflict. Spouse
support berkaitan dengan dukungan pasangan untuk mengatasi tingginya
intensitas waktu kerja di kantor dan di rumah pada istri. Sehingga, untuk
menjadi seorang istri yang baik maka perempuan harus mampu
menyeimbangkan segala bentuk tugas yang dijalankan ketika bekerja dan
mengurus rumah tangga. Maka, hal yang paling dibutuhkan oleh seorang istri
adalah dukungan dari suami atau pasangan agar apa yang dikerjakan dapat
berjalan dengan baik dan lancar. Namun, sebaliknya jika seorang perempuan
yang memiliki peran ganda tidak mendapatkan dukungan yang kuat dari
pasangan maka hal ini dapat mempengaruhi terjadinya work-family conflict.
Jones dan Jones (Putrianti, 2007) menemukan bahwa adanya dukungan
dari pasangan sangat berkaitan dengan suksesnya peran ganda (dual-career
marriage) yang dijalankan oleh seorang istri. Dalam penelitiannya terdapat
berbagai sikap seperti pasangan yang menunjukkan perasaan terancam akan
rasa tersaingi dan kecemburuan status yang dimiliki oleh istri yang bekerja.
Adapun, sikap suami yang tidak keberatan dengan dual-career yang
dijalankan oleh seorang istri, selagi istri mampu memenuhi kebutuhan suami.
Kondisi ini menunjukkan bahwa dukungan yang diberikan suami dapat
memberikan kesejahteraan, kepuasan, kebahagiaan dalam keluarga dan karier
yang dijalankan seorang istri sehingga mampu mengatasi terjadinya workfamily conflict.
Pentingnya dukungan sosial yang diberikan pasangan dapat
mempengaruhi dilema yang dirasakan oleh seorang perempuan terkait
pekerjaan dan keluarga (Suriyasam dalam Putrianti, 2007). Diperkuat dengan
pernyataan bahwa dukungan dari pasangan yang diberikan secara konsisten
dan intens dapat melindungi psikis individu dari kondisi stres sehingga
meningkatkan kesehatan psikis oleh (Cassel & Cob dalam Putrianti, 2007).
Hal ini membuktikan bahwa dukungan dari pasangan atau suami mampu
mengurangi terjadinya stres pada istri yang berakibat pada work-family
conflict.
Ford, Heinen, dan Langkamer (Soeharto & Kuncoro, 2015) menyatakan
bahwa keluarga menjadi hal utama bagi wanita yang sudah menikah
sedangkan bagi pria yang sudah menikah pekerjaan menjadi hal yang penting
bagi berlangsung nya finansial dan kesejahteraan rumah tangga. Wanita
cenderung mengalami konflik dalam keluarga karena sifat kerja yang
dijalankan oleh wanita bersifat rutinitas dan pekerjaan pria di dalam keluarga
lebih luang. Sehingga, dalam hal ini adanya dukungan suami sangat
dibutuhkan dilihat lebih jauh karena waktu suami dalam keluarga lebih luang
sehingga sangat mungkin bagi suami untuk menjadi bagian dari spouse
support untuk menghambat terjadinya work-family conflict pada istri yang
berkarier. Diperkuat oleh pendapat dari Cohen dan Syme (Putri, 2011) dimana
peran dari dukungan sosial terutama keluarga yaitu suami terhadap individu
atau istri yang memiliki beban kerja yang berat dan rentan terhadap perasaan
stres akan sangat bermanfaat, untuk dapat mengurangi peningkatan dan
35
mencegah terjadinya stres berkelanjutan, situasi krisis, dan peningkatan
kualitas kesehatan dan kesejahteraan hidup pasangan.
Soeharto dan Kuncoro (2015) menyimpulkan berbagai penelitian
mengenai faktor yang mempengaruhi terjadinya work-family conflict karena
adanya dukungan sosial atau dukungan pasangan. Dukungan suami dapat
berupa bantuan nasihat, tenaga, dan pengertian terhadap situasi yang dialami
oleh istri. Dalam hal ini dapat mengurangi work-family conflict yang dialami
oleh istri. Sehingga hasil penelitian dari Soeharto dan Kuncoro (2015) juga
mendukung dari penelitian-penelitian sebelumnya bahwa terdapat kesesuaian
model teoritis dengan data faktual yang mengasosiasikan spouse support,
work-family conflict dan kepuasan kerja pada ibu rumah tangga yang bekerja.
Hal tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh dari spouse support terhadap
kepuasan kerja yang mana dapat mempengaruhi pihak ketiga yaitu workfamily conflict yang terjadi pada ibu rumah tangga yang berkarier. Maka,
work-family conflict dapat diturunkan dengan adanya spouse support pada
seorang istri.
Gordon dan Whelan (Abd Razak dkk, 2010) menyatakan bahwa dukungan
yang diberikan oleh suami merupakan sebuah pelengkap yang sangat penting
bagi program keluarga sejahtera. Saat ini, pasangan atau suami dapat
memberikan dukungan yang dibutuhkan oleh istri yang bekerja, hal ini
merupakan kunci utama untuk menyulap rumah, keluarga dan tanggung jawab
pada masyarakat yang sukses. Didukung oleh pernyataan Aryee, Fields, dan
Luk (Abd Razak dkk, 2010) dalam studinya yang mengungkapkan bahwa spouse support berhubungan negatif dengan work-family conflict karena
dukungan pasangan dinilai sangat penting untuk mengurangi konflik dalam
keluarga maupun pekerjaan yang disebabkan oleh stres yang dirasakan akibat
pekerjaan dan pengasuhan yang tidak di atur dengan baik.
Patel, Beekhan, Paruk, dan Ramgoon (2008) dalam penelitiannya
ditemukan bahwa terdapat hubungan negatif antara work-family conflict
dengan spouse support, implikasi dari pernyataan ini bahwa dampak
rendahnya dukungan dari pasangan sebagai support system dapat
mempengaruhi stres pada perempuan sehingga menimbulkan terjadinya workfamily conflict. Hasil penelitian yang sama juga dijelaskan oleh Agustin
(2016) bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara spouse
support dengan work-family conflict. Hal ini berarti semakin tinggi spouse
support maka semakin rendah work-family conflict, sebaliknya jika semakin
rendah spouse support maka semakin tinggi work-family conflict. Dijelaskan
bahwa, adanya dukungan pada pekerjaan dan pengasuhan dalam rumah tangga
yang diberikan kepada seorang istri dapat menjadi pengaruh yang signifikan
pada perempuan yang berkarier dan mengurus rumah tangga. Dalam hal ini,
kemungkinan kecil akan terjadinya work-family conflict apabila seorang istri
mendapatkan dorongan dan dukungan dari suami atau pasangannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar