Jumat, 14 Februari 2020

Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dengan Efikasi diri (skripsi dan tesis)

Pengasuhan Efikasi diri pengasuhan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah keberfungsian keluarga (Carless, Melvin, Tonge, & Newman, 2015). Keberfungsian keluarga diartikan sebagai suatu keadaan dalam keluarga dimana setiap unit dari keluarga mampu menjalankan tugas-tugas dasar dalam kehidupan sehari-hari di keluarga yang berkaitan dengan pemecahan masalah, komunikasi, peran, respon afektif, dan kontrol perilaku dengan baik (Epstein, Baldwin, & Bishop, 1983). Keberfungsian keluarga menjadi penting bagi efikasi diri pengasuhan ibu disebabkan dalam menjalankan peran dan tanggung jawab mengurus rumah tangga sekaligus sebagai pengasuh utama ibu menghadapi berbagai macam konflik dan tantangan sehingga dengan memiliki keluarga yang berfungsi dengan baik, dimana di dalamnya terjadi interaksi-interaksi yang saling 30 membantu, terbuka, dan penuh kasih sayang sehingga ibu dapat mengatasi permasalahan dan tantangan pengasuhan yang dihadapi secara lebih positif. Keluarga yang kuat adalah yang mampu menyelesaikan konflik dengan menggunakan keterampilan penyelesaian masalah (problem solving) yang baik daripada saling menyalahkan (Lian & Lin, 2010). Keluarga yang berfungsi baik tidak dicirikan dengan tidak adanya masalah namun kemampuan keluarga tersebut mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang positif. 
Berdasarkan hasil penelitian Yekta dan Malayeri (2015), sebuah keluarga dimana orang tua memiliki kemampuan menyelesaikan masalah yang baik berhubungan rendahnya masalah perilaku anak. Keluarga yang berfungsi dengan sehat akan membuat langkahlangkah yang digunakan untuk menyelesaikan masalah terlebih dahulu, mendiskusikan permasalahan, mengkomunikasikan permasalahan tersebut satu sama lain, dan memutuskan tindakan yang tepat (Epstein dkk, 2003). Penyelesaian masalah yang positif dapat memunculkan emosi positif (Yekta & Malayeri, 2015). Penyelesaian masalah dalam keluarga yang positif dapat menghilangkan emosi yang tidak menyenangkan saat ibu menghadapi situasi dan perilaku sulit anak. Di dalam praktik pengasuhan yang dijalankan, ibu tidak menggunakan kekerasan. Ibu dengan efikasi diri pengasuhan yang baik tidak menggunakan kekerasan dalam pengasuhan yang dijalankan (Murdock, 2013). Dimensi kedua dari keberfungsian keluarga adalah komunikasi. Komunikasi sangat berperan terhadap efikasi diri pengasuhan ibu. Proses komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga dapat menjadi indikator keluarga yang sehat dan berfungsi dengan baik. 
Di dalam keluarga dengan komunikasi yang berfungsi baik, anggota keluarga akan sering menghabiskan waktu bersama dan melakukan komunikasi yang terbuka. Semua anggota keluarga terilbat dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan keluarga. Keluarga dengan orientasi komunikasi yang terbuka merupakan bentuk keluarga yang paling baik untuk semua anggota keluarga (Bakar & Afthanorhan, 2015). Akibatnya, setiap anggota dalam keluarga merasakan harga diri yang tinggi. Hal ini dapat meningkatkan efikasi diri pengasuhan ibu. Harga diri yang tinggi memiliki hubungan dengan efikasi diri pengasuhan yang tinggi (Mahmoudi, 2015). Ketika ibu menghadapi perilaku dan situasi sulit, ibu akan mengkomunikasikan semua kesulitan-kesulitan yang dihadapi kepada anggota keluarga lainnya. Menurut Lian dan Lin (2010), di dalam sebuah keluarga yang berfungsi baik, anggota keluarga akan memberikan respon-respon dan bersama-sama mencari solusi yang efektif untuk membantu kesulitan yang dialami. Ibu yang mendapatkan respon baik atas permasalahan yang dikeluhkan akan melihat situasi secara lebih positif. Dimensi ketiga dari keberfungsian keluarga adalah peran (roles). Peran yang dimaksud adalah setiap anggota keluarga memiliki peran dan tanggung jawab yang jelas dalam keluarga. Setiap anggota keluarga memiliki peran untuk saling mendukung satu sama lain. Ibu yang memiliki keluarga dengan aturan dan tanggung jawab masing-masing anggota keluarga jelas maka setiap anggota keluarga akan memberikan dukungan dan bantuan kepada anggota keluarga lainnya setiap kali menghadapi permasalahan (Young, 2011). Salah satu dukungan yang penting untuk ibu dalam menjalankan peran pengasuhan adalah dukungan emosional. Dukungan emosional yang didapatkan ibu dapat meningkatkan efikasi 32 diri pengasuhan dengan membantu ibu mengelola perasaan yang timbul dalam proses pengasuhan anak (Suzuki, Holloway, Yumamoto, & Mindnich, 2009). Perasaan-perasaan negatif yang muncul ketika proses pengasuhan dapat dikelola dengan menjadikan perasaan ibu lebih positif dalam melihat situasi dan perilaku sulit anak. Dimensi keempat adalah respon afektif (affective responsiveness). Respon afektif adalah sejauhmana setiap anggota di dalam keluarga dapat mengekspresikan emosi secara bebas tanpa harus takut tidak diterima. Penting bagi setiap anggota keluarga untuk mampu merespon setiap kejadian yang terjadi dengan emosi yang tepat. Respon emosi yang tepat membantu anggota keluarga untuk terlibat lebih dalam kejadian yang dialami anggota keluarga lainnya (Peterson & Green, 2009). 
Respon positif yang didapatkan ibu ketika mengkomunikasikan masalah yang dihadapi terkait pengasuhan anak kepada anggota keluarga akan menciptakan perasaan senang dan bahagia sehingga dapat meningkatkan efikasi diri pengasuhan (Angley dkk, 2014). Dengan kondisi emosi ibu yang positif maka ibu dapat memandang perilaku dan situasi sulit anak secara lebih positif. Dimensi kelima dari keberfungsian keluarga adalah keterlibatan afektif (affective involvement). Keterlibatan afek merupakan sejauh mana anggota keluarga menunjukkan ketertarikan dan penghargaan kepada aktivitas dan minat anggota keluarga lainnya. Keluarga yang berfungsi secara efektif di dalamnya terdapat suasana yang penuh dengan kedekatan dan keterbukaan terhadap setiap emosi-emosi anggota keluarganya. Ketika anggota keluarga tersedia untuk menyampaikan emosi dan perasaannya serta menggunakan kesempatan ini untuk 33 menyampaikan pengetahuan dan cara untuk mengelola emosi yang dirasakan, kesadaran dan regulasi emosional ibu akan berkembang (Hurrel, Hudson, & Schniering, 2014). Di dalam suasana tersebut setiap tindakan ibu akan diterima dan dihargai, termasuk didalamnya pengungkapan perasaan ibu terhadap kesulitannya dalam menghadapi perilaku dan situasi sulit anak ini. Kesediaan anggota keluarga untuk bersedia mendengarkan dan merasakan apa yang dialami ibu dapat menimbulkan emosi yang lebih positif pada diri ibu yang kemudian dapat meningkatkan efikasi diri pengasuhan ibu. Kontrol perilaku (behavioral control) yang merupakan dimensi keenam dari keberfungsian keluarga. Kontrol perilaku mengacu pada pola perilaku yang digunakan keluarga untuk menghadapi situasi keluarga, seperti konflik. Keluarga yang memiliki kontrol perilaku yang fleksibel dan mudah beradaptasi dengan perubahan situasi keluarga memiliki hubungan yang lebih sehat dibandingkan keluarga yang kaku ketika dihadapkan pada situasi sulit dalam keluarga (Epstein, Baldwin, & Bishop, 1983). Ibu dengan kontrol perilaku dalam keluarga yang fleksibel dan mudah beradaptasi tidak menunjukkan perilaku kasar dalam proses pengasuhan yang dijalankannya. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Peterson dan Green (2009) bahwa kontrol perilaku dalam keluarga yang fleksibel menghadapi permasalahan melalui diskusi dengan tenang tidak dengan terlibat dalam peran argumen yang panas atau memilih menghindari masalah. Hal ini dapat meningkatkan efikasi diri pengasuhan ibu. Sansom (2010) menjelaskan bahwa ibu dengan efikasi diri pengasuhan yang tinggi tidak menampilkan perilaku kasar terhadap anaknya melainkan melihat situasi sulit proses pengasuhan anak sebagai 34 tantangan dibandingkan sebagai ancaman dan percaya kepada kemampuan yang dimiliki serta mampu menunjukkan ketekunan dalam mengahadapi situasi sulit dalam pengasuhan.

Tidak ada komentar: