Menurut Myers (2012) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
altruisme yaitu faktor internal, faktor situasional, dan faktor personal. Faktor
internal meliputi imbalan (reward) dan empati. Faktor situasional meliputi
jumlah pengamat, membantu ketika orang lain juga membantu (ada model),
tekanan waktu, dan adanya kesamaan. Faktor personal meliputi sifat-sifat
kepribadian, gender, dan religiusitas. Faktor-faktor yang mempengaruhi
altruisme akan dijelaskan secara rinci di bawah ini:
a. Faktor Internal
1) Imbalan (reward)
Imbalan (reward) yang memotivasi untuk menolong bisa jadi
bersifat eksternal ataupun internal. Imbalan yang bersifat eksternal yaitu
kita memberi untuk mendapatkan sesuatu. Biasanya seseorang lebih suka
menolong orang yang menarik bagi dirinya (Krebs, dalam Myers, 2012).
Misalnya ketika sebuah perusahaan menyumbangkan uang agar
mendapatkan kesan yang baik. Kemudian contoh lainnya yaitu ketika
seseorang menawarkan tumpangan berharap akan mendapatkan
penghargaan atau agar bisa bersahabat dengan orang yang diberikan
tumpangan tersebut. Lalu imbalan yang bersifat internal yaitu ketika
memberikan pertolongan kepada orang lain akan merasa bahwa diri kita
berharga, seseorang akan merasa baik setelah melakukan kebaikan.
2) Empati
Empati adalah pengalaman yang mewakili perasaan orang lain,
menempatkan diri sendiri pada orang lain. Ketika kita merasakan empati,
kita tidak berfokus terlalu banyak kepada tekanan yang kita rasakan
sendiri, melainkan berfokus kepada mereka yang mengalami
penderitaan. Batson (dalam Howe, 2013) menemukan bahwa ketika
tingkat perasaan empati sangat tinggi, orang-orang akan cenderung
melakukan tindakan altruisme, bahkan dalam situasi-situasi yang relatif
mudah untuk tidak terlibat atau tidak merespon sama sekali. Kepedulian
empatik muncul ketika seseorang menyadari bahwa orang lain
16
membutuhkan bantuan, sehingga terdorong melakukan sesuatu untuk
menolong tanpa memperhitungkan keuntungan. Sejalan dengan Batson,
Temuan lain menunjukkan bahwa altruisme sejati memang ada, dengan
tergugahnya empati mereka, orang akan membantu meskipun mereka
percaya bahwa tidak akan ada satu orang pun yang tahu mengenai
perilaku menolong yang mereka lakukan. Kepedulian mereka akan
berlanjut hingga seseorang telah terbantu (Fultz dkk., dalam Myers,
2012). Maka dengan tergugahnya empati, banyak orang yang termotivasi
untuk membantu orang lain yang sedang membutuhkan atau tertekan,
bahkan ketika bantuan tersebut tanpa menyebutkan nama (Myers, 2012).
b. Faktor Situasional
1) Jumlah Pengamat
Latane dan Darley (Myers, 2012) menyimpulkan bahwa ketika
jumlah pengamat mengalami peningkatan, masing-masing pengamat
tersebut memiliki kemungkinan yang semakin kecil untuk mengetahui
apa yang sedang terjadi, memiliki kecenderungan yang lebih kecil untuk
menginterpretasikan apa yang sedang terjadi sebagai suatu masalah atau
suatu kondisi darurat, dan memiliki kecenderungan yang lebih kecil
untuk berasumsi bahwa mereka bertanggung jawab untuk mengambil
suatu tindakan.
17
2) Membantu Ketika Orang Lain Juga Membantu (ada model)
Salah satu kondisi yang mempengaruhi seseorang cenderung akan
memberikan bantuan adalah ketika baru saja mengobservasi ada orang
lain yang juga memberikan bantuan. Bryan dan Mary Ann Test (Myers,
2012) menemukan bahwa para pengemudi di Los Angeles lebih
cenderung menawarkan bantuan kepada seorang pengemudi wanita yang
mengalami kempes ban jika seperempat mil sebelumnya telah melihat
seseorang membantu untuk mengganti ban.
3) Tekanan Waktu
Kondisi yang dapat meningkatkan perilaku menolong adalah
memiliki setidaknya cukup waktu luang, seseorang yang sedang terburuburu cenderung tidak memberikan pertolongan. Hal ini didukung oleh
temuan Darley dan Batson (Myers, 2012) bahwa seseorang yang sedang
tidak terburu-buru mungkin akan menawarkan bantuan kepada seseorang
yang sedang mebutuhkan, sedangkan orang yang sedang terburu-buru
cenderung tidak menawarkan bantuan kepada seseorang yang sedang
membutuhkan.
4) Adanya Kesamaan
Kesamaan erat kaitannya dengan menyukai, dan menyukai terkait
erat dengan membantu, kita akan lebih empati dan cenderung membantu
seseorang yang sama atau mirip dengan kita (Miller dkk., dalam Myers,
2012). Bias kesamaan ini terjadi pada tampilan luar ataupun kepercayaan. Seseorang cenderung membantu orang lain yang memiliki
kesamaan atau kemiripan dengan dirinya.
c. Faktor Personal
1) Sifat-sifat Kepribadian
Para peneliti kepribadian telah melakukan penelitian bagaimana
sifat kepribadian dalam mempengaruhi altruisme. Pertama,
ditemukannya perbedaan individual dalam perilaku menolong dan
terlihat bahwa perbedaan-perbedaan tersebut bertahan sepanjang waktu
dan dikenali oleh rekan-rekan dari orang tersebut (Hampson dkk., dalam
Myers, 2012). Kedua, para peneliti menemukan bahwa seseorang yang
memiliki emosi positif yang tinggi, empati, dan efikasi diri adalah orang
yang yang paling besar kemungkinan memiliki perhatian dan bersedia
memberikan bantuan (Einsberg dkk., dalam Myers, 2012). Ketiga,
kepribadian mempengaruhi bagaimana orang tertentu bereaksi terhadap
situasi-situasi tertentu Carlo dkk., dalam Myers 2012). Seseorang yang
memiliki pemantauan diri yang tinggi akan bergantung pada harapan
orang lain, sehingga akan cenderung lebih penolong karena berpikir
bahwa perilaku menolong akan mendapatkan imbalan secara sosial
(White & Gerstein, dalam Myers, 2012).
2) Jenis Kelamin (Gender)
Alice Eagly dan Maureen Crowly (dalam Myers, 2012)
menjelaskan bahwa ketika menghadapi situasi-situasi yang berpotensi
menimbulkan bahaya ketika ada seseorang yang mebutuhkan bantuan
19
para pria lebih sering memberikan bantuan pada situasi seperti ini.
Sedangkan pada situasi-situasi yang lebih aman, para wanita cenderung
memberikan bantuan pada situasi-situasi tersebut. Oleh karena itu,
perbedaan gender ini tergantung pada situasi yang ada. Jika dihadapkan
pada masalah seorang teman, para wanita akan merespons dengan empati
yang lebih besar dan menghabiskan lebih banyak waktu untuk menolong
(George dkk., dalam Myers, 2012).
3) Religiusitas
Batson (dalam Zhao, 2012) mengatakan bahwa religiusitas
merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi altruisme.
Semua ajaran-ajaran agama besar secara eksplisit mendorong altruisme,
oleh karena itu semakin kuat keyakinan agama seseorang maka semakin
tinggi altruisme seseorang. Sejalan dengan Batson, Steefen & Masters
(dalam Myers, 2012) mengatakan bahwa empat agama terbesar di dunia
yaitu Islam, Kristen, Hindu, dan Buddha semuanya mengajarkan tentang
kasih sayang dan beramal. Dalam semua agama-agama ini, menjadikan
altruisme sebagai salah satu tujuan yang penting bahkan menjadi yang
utama. Harapannya adalah agama harus membantu setiap individu untuk
mencapai altruisme (Midlarsky, 2012). Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Shah & Ali (2012) sebagian besar agama
mendorong adanya altruisme. Agama dapat membawa seseorang untuk
berperilaku tanpa pamrih, berbelas kasih, dan bermurah hati. Maka
melalui agama dapat menumbuhka altruisme.
20
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor- faktor yang
mempengaruhi altruisme menurut Myers yaitu faktor internal, faktor
situasional, dan faktor personal. Faktor iternal meliputi imbalan (reward) dan
empati. Faktor situasional meliputi jumlah pengamat, membantu ketika orang
lain juga membantu (ada model), tekanan waktu, dan adanya kesamaan. Faktor
personal meliputi sifat-sifat kepribadian, gender, dan religiusitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar