Work-family conflict didefinisikan oleh Greenhaus dan Beutell, (1985)
sebagai sebuah jenis interrole conflict (tekanan berlawanan yang berasal dari
individu itu sendiri pada peran yang berbeda) dimana beberapa pekerjaan dan
tanggung jawab dalam keluarga tidak memiliki kecocokan waktu dan kinerja
yang sesuai. Frone, Rusell, dan Cooper (Roboth, 2015) menyatakan bahwa
work-family conflict merupakan sebuah bentuk konflik peran, dimana peran
keluarga dan pekerjaan tidak dapat dilakukan secara bersamaan dalam
beberapa hal, keadaan ini sering ditemui pada karyawan wanita yang
memegang dua peran dimana ia harus melakukan pekerjaan kantor dan
mengontrol keluarga secara utuh. Frone (Roboth, 2015) menyatakan bahwa
work-family conflict memiliki dua bentuk yaitu konflik keluarga-pekerjaan
dan konflik pekerjaan-keluarga.
Kahn, Wolfe, Quinn, Snoek, dan Rosenthal (Ojha, 2011) juga
mengemukakan pendapatnya bahwa konflik kerja-keluarga (work-family
conflict) terjadi akibat dari tidak meratanya pengelolaan antara pekerjaan dan
tanggung jawab dalam keluarga. Hal ini diyakini bahwa jumlah waktu yang di
habiskan di tempat kerja secara langsung dapat mengurangi jumlah waktu
yang tersedia untuk kegiatan non-pekerjaan (rumah tangga) (Greenhaus &
22
Beutell dalam Ryan, Ku, & Emily Ma, 2009).
Menurut Kahn, Wolfe, Quinn,
Snoek, dan Rosenthal (Boloorizadeh, Tojari, & Zarger 2013) hal-hal yang
bersifat interferensi seperti ini yang dapat menyebabkan stres dan tekanan
pada seseorang juga berpengaruh bagi orang-orang di sekitarnya seperti
pasangan, anak, dan rekan kerja.
Netemeyer, Boles, dan McMurriani (1996) mendeskripsikan workfamily conflict sebagai sebuah perselisihan yang muncul pada individu ketika
waktu dan keadaan hanya dikhususkan untuk memenuhi tanggung jawab
professional (pekerjaan) sehingga waktu yang diberikan untuk tanggung jawab
pada keluarga hanya terbatas. Maka, individu akan mengalami kesulitan
dalam mengelola keduanya. Christine, Oktorina, dan Mula (2010) menyatakan
bahwa terjadinya work-family conflict ketika partisipasi antara peran dalam
pekerjaan dan keluarga tidak memiliki kecocokan satu sama lain. Sehingga,
partisipasi pada pekerjaan terhadap keluarga akan semakin sulit dengan
adanya partisipasi pada keluarga terhadap pekerjaan dan menyebabkan
tekanan karena terjadinya pertentangan antara bidang pekerjaan dan keluarga.
Menurut Kalsum (Setyowati, 2013) kesulitan dalam menjalankan
kewajiban untuk memenuhi tuntutan peran pada hal yang berbeda secara
bersamaan inilah yang disebut sebagai work- family conflict.
Dalam hal ini,
wanita yang berkarier akan dituntut untuk memberikan performa atau kinerja
kerja yang baik dan maksimal dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai
seorang wanita karier maupun ibu rumah tangga. Dalam konteks ini teori dari
sebuah peran ganda menyatakan bahwa seseorang dapat memiliki banyak peran dalam kehidupan sosialnya sesuai dengan norma, keyakinan, preferensi,
dan harapan dari masyarakat (Biddle, 1986).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa work-family
conflict merupakan permasalahan yang dialami oleh seseorang yang memiliki
peran ganda dimana terjadi ketidak meratanya antara pembagian waktu dan
tugas dalam pekerjaan dan keluarga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar