Davis (2014) mengemukakan bahwa secara global ada dua aspek dalam
empati, yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Aspek kognitif terdiri dari
pengambilan perspektif (perspective taking) dan Imajinasi (fantacy).
Sedangkan aspek afektif terdiri dari perhatian empatik (empathic Concern) dan
distress pribadi (personal distress). Keempat aspek tersebut mempunyai arti
sebagai berikut:
a. Aspek Kognitif
1) Pengambilan Perspektif (Perspective Taking)
Perspective-taking didefinisikan oleh Davis sebagai
kecenderungan mengadopsi pandangan-pandangan psikologis orang lain
secara spontan. Mead (dalam Davis, 1983) menekankan pentingnya
kemampuan dalam pengambilan perspektif untuk perilaku non
egosentrik, yaitu kemampuan yang tidak berorientasi pada kepentingan
sendiri, tetapi pada kepentingan orang lain. Pengambilan perspektif
dalam empati meliputi proses self identification dan self positioning. Self
identification yaitu mengarahkan individu untuk menyentuh kesadaran
dirinya sendiri melalui perspektif yang dimiliki oleh orang lain,
sementara self positioning yaitu memandu individu untuk memposisikan
diri pada situasi dan kondisi orang lain untuk kemudian membantu
penyelesaian masalahnya.
2) Imajinasi (Fantasy)
Kemampuan seseorang untuk mengubah diri mereka secara
imajinatif dalam mengalami perasaan dan tindakan dari karakter khayal
(membayangkan) dalam buku, film atau cerita yang dibaca dan
ditontonnya. Fantacy merupakan aspek yang berpengaruh pada reaksi
emosi terhadap orang lain dan menimbulkan perilaku menolong.
b. Aspek Afektif
1) Perhatian Empatik (Empathic Concern)
Perasaan yang berorientasi pada orang lain berupa simpati,
kasihan, peduli dan perhatian terhadap orang lain yang mengalami
kesulitan. Aspek ini berhubungan secara positif dengan reaksi emosional,
perilaku menolong pada orang lain dan merupakan cerminan dari
perasaan kehangatan yang erat kaitannya dengan kepekaan dan
kepedulian terhadap orang lain. Perhatian yang muncul pada seseorang
mencerminkan pula tingkat kematangan emosi dan empati dari orang
tersebut. Seseorang yang telah matang tingkat emosinya memiliki
kemungkinan yang lebih besar pula dalam mengendalikan empatinya
dengan baik. Perhatian yang diberikan bisa dalam bentuk implisit
maupun eksplisit, tergantung bentuk situasi dan kondisinya.
2) Distress Pribadi (Personal Distress)
Distress pribadi atau personal distress yaitu orientasi seseorang
terhadap dirinya sendiri yang berupa perasaan cemas dan kegelisahan
dalam menghadapi setting (situasi) interpersonal yang tidak menyenangkan. Personal Distress yang tinggi membuat kemampuan
sosialisai seseorang menjadi rendah.
Sears (dalam Taufik, 2012)
mendefinisikan personal distress sebagai pengendalian reaksi pribadi
terhadap penderitaan orang lain, yang meliputi perasaan terkejut, takut,
cemas, prihatin, dan tidak berdaya (lebih terfokus pada diri sendiri).
Menurut Baron dan Byrne (2005) menyatakan bahwa empati terdiri dari
2 aspek yaitu:
1) Kognitif
Individu yang memiliki kemampuan empati dapat memahami apa
yang orang lain rasakan dan mengapa hal itu dapat terjadi pada orang
tersebut. Kognisi yang relevan termasuk kemampuan untuk
mempertimbangkan sudut pandang orang lain, terkadang disebut sebagai
pengambilan perspektif (perspective taking), mampu untuk menempatkan
diri dalam posisi orang lain. Kemampuan untuk merasa empati pada
karakter fiktif. Penonton yang merasa berempati akan mengalami
kesedihan, ketakutan, atau kegembiraan, ketika emosi-emosi ini dialami
oleh karakter dalam cerita.
2) Afektif
Individu yang berempati merasakan apa yang dirasakan orang lain. Bahkan
anak-anak yang berusia 2 bulan tampak jelas dapat merasakan stress sebagai
respon dari stress yang dirasakan orang lain (Brothers, dalam Baron &
Byrne, 2005). Aspek ini tidak hanya merasa simpati terhadap penderitaan
orang lain, tetapi juga mengekspresikan kepedulian dan mencoba untuk
25
melakukan sesuatu untuk meringankan penderitaan mereka. Misalnya,
individu yang memiliki empati yang tinggi akan lebih termotivasi untuk
menolong orang lain daripada mereka yang memiliki empati yang rendah
(Schlenker & Britt, dalam Baron & Byrne, 2005).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar