Teori keagenan pertama kali
dikemukakan oleh Jensen dan Meckling
(1976). Teori ini mendefinisikan hubungan
keagenan sebagai kontrak antara prinsipal
(pemegang saham) dan agen (manajer).
Berdasarkan asumsi sifat dasar yang dijelaskan
oleh Eisenhardt (1989) manajer sebagai
manusia kemungkinan besar akan bertindak
berdasarkan sifat oportunistik yang
mengutamakan kepentingan pribadinya dan
tidak jarang tindakan manajer bukannya
memaksimumkan kemakmuran pemegang
saham, melainkan meningkatkan
kesejahteraan mereka sendiri. Adanya
perbedaan kepentingan ini menimbulkan
terjadinya konflik keagenan antara pemegang
saham dan manajer.
Selain konflik keagenan antara manajer
dan pemegang saham, konflik keagenan juga
dapat terjadi diantara pemegang saham dan
kreditur, serta pemegang saham mayoritas dan
minoritas. Potensi konflik keagenan antara
pemegang saham mayoritas dan minoritas
dapat terjadi ketika pemegang saham
mayoritas sebagai pemegang saham
pengendali dapat mempengaruhi kebijakan
operasi perusahaan melalui manajemen yang
mereka pilih dan seringkali keputusan akan
kebijakan perusahaan itu lebih berdasarkan
pada kepentingan pemegang saham mayoritas
sehingga merugikan pemegang saham
minoritas. Mayoritas perusahaan di Indonesia
memiliki struktur kepemilikan yang
terkonsentrasi atau kepemilikan sahamnya
cenderung dimiliki oleh keluarga. Struktur
kepemilikan dengan keluarga sebagai
pemegang saham mayoritas maka setiap
kebijakan yang diambil oleh perusahaan
tersebut tentu didasarkan oleh kepentingan
keluarga, maka hal ini akan berdampak pada
kerugian bagi pemegang saham minoritas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar