Jensen dan Meckling (1976) menyatakan
bahwa kepemilikan institusional merupakan
salah satu mekanisme corporate governance
yang digunakan untuk mengendalikan agency
problem. Adanya kepemilikan saham oleh
investor institusional akan mendorong
peningkatan pengawasan yang lebih optimal
terhadap kinerja manajemen sehingga
manajemen tidak selalu bertindak untuk
kepentingan pemegang saham pengendali.
Semakin besar kepemilikan saham oleh
investor institusional, maka semakin besar
kekuatan suara dan dorongan institusi
keuangan untuk mengawasi manajemen,
sehingga akan memberikan dorongan yang
lebih besar untuk mengoptimalkan kinerja
perusahaan sehingga kinerja perusahaan juga
akan meningkat.
Sleiver & Vishny (1986) menujukkan
bahwa adanya kepemilikan saham eksternal
dapat mengurangi konflik keagenan karena
pihak eksternal memiliki insentif yang kuat
untuk melakukan monitor terhadap
perusahaan. Investor institusi yang aktif
melakukan monitoring terhadap bisnis
perusahaan, dapat mengurangi asimetri
informasi dan problem keagenan sehingga
dapat meningkatkan kinerja perusahaan (Lin &
Fu 2017).
Dengan kemampuan manajerial dan
pengetahuan profesionalnya, investor
institusional dapat memonitor manajer dalam
meningkatkan efisiensi perusahaan dan dalam
membuat keputusan bisnis yang bertujuan
untuk meningkatkan nilai perusahaan secara
keseluruhanm tidak hanya kepentingan
pemegang saham pengendali.
Pengawasan yang efektif dari
kepemilikan institusional terhadap manajer,
dapat mendorong dan mendisiplinkan kinerja
manajemen, sehingga manajer akan cenderung
untuk berusaha meningkatkan kesejahteraan
pemegang saham secara keseluruhan.
Gedajlovic dan Shapiro (2002) dan penelitian
Lee (2008) mengatakan bahwa kepemilikan
saham oleh investor institusional seperti bank,
asuransi, dan insititusi lainnya akan
mendorong peningkatan efektifitas
pengawasan kinerja manajemen, dimana
fungsi pengendalian akan semakin efektif
apabila pemegang saham memiliki
kemampuan dan pengalaman yang baik
dibidang bisnis dan keuangan, seperti yang
dimiliki oleh investor institusi.
Masalah keagenan di Indonesia sebagai
negara yang sebagian besar perusahaan
dimiliki oleh keluarga adalah tergolong masalah agensi tipe 2 yaitu masalah keagenan
antara pemegang pengendali dan pemegang
saham minoritas, bukan masalah keagenan tipe
1, antara manajer dan pemilik. Karena
sebagian besar saham dimiliki keluarga, maka
manajer diangkat oleh keluarga dan banyak
yang berasal dari anggota keluarga, sehingga
sering kali manajer bertindak sesuai dengan
kepentingan keluarga sebagai pemegang
saham pengendali.
Chaganti dan Damanpour (1991)
berpendapat bahwa pemilik keluarga yang
tidak duduk di kursi manajemen dapat
dipersepsikan sebagai pemilik luar.
Pengaruh
pemilik luar ini bersifat memperbesar
pengaruh dari kepemilikan institusi dengan
cara meningkatkan relative power dari pihak
luar. Untuk mendapatkan tingkat
pengembalian tertinggi atas investasinya,
pemilik keluarga ini berusaha untuk
mempengaruhi manajemen yang profesional
untuk mendapatkan kinerja yang lebih tinggi.
Thomsen dan Pedersen (2000) juga
berpendapat serupa bahwa dalam konteks
perusahaan dengan pemilik keluarga, makin
besar kepemilikan yang dimiliki oleh investor
institusi akan mendorong perusahaan untuk
mengadopsi strategi yang berdampak pada
peningkatan nilai pemegang saham.
Hamdani & Yafeh (2010) meneliti peran
investor institusi dalam menegakkan tata
kelola perusahaan pada pasar dimana terdapat
kepemilikan yang terkonsentrasi. Penelitian
dilakukan di negara Israel dan hasil penelitian
menunjukkan bahwa ketika perusahaan
memiliki pemegang saham pengendali,
investor institusional sebagai pemegang saham
minoritas, hanya dapat memainkan peran
terbatas dalam tata kelola perusahaan. Terlebih
lagi jika ada kepemilikan keluarga yang kuat,
yang mengendalikan banyak perusahaan
melalui kelompok bisnis, hal ini menciptakan
sumber konflik baru bagi investor institusi.
Manzaneque et al., (2016) meneliti peran
investor institusi terhadap kemungkinan
terjadinya kesulitan keuangan, pada konteks
perusahaan dengan kepemilikan
terkonsentrasi. Sampel penelitian adalah
perusahaan di Spanyol dengan periode
penelitian dari 2007 – 2012. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa direksi yang ditunjuk
oleh pemegang saham institusi yang tergolong
pressure resistance seperti perusahaan dana
pensiun, ventura kapital, perusahaan investasi,
akan menurunkan kemungkinan terjadinya
kesulitan keuangan. Namun direksi yang
dipilih oleh pemegang saham yang tergolong
pressure sensitive, tidak berhubungan dengan
terjadinya kesulitan keuangan di perusahaan.
Penelitian di Bangladesh (Imam dan
Malik 2007) serta penelitian di Yordania
(Zeitun dan Tian 2007) menunjukkan hasil
tidak adanya dampak signifikan dari
kepemilikan institusi terhadap kinerja
perusahaan dalam konteks kepemilikan yang
terkonsentrasi.Berdasarkan argumen dan hasil
penelitian sebelumnya yang berbeda hasil,
maka penelitian ini memprediksi bahwa
kepemilikan institusional berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar