Yoo dkk (2011) menyebutkan bahwa ukuran lima dimensi budaya menurut Hofstede telah menjadi sistem ukur budaya yang paling dominan secara luas. Menurut Yoo dkk (2011) metrik Hostede telah menjadi populer karena berbagai alasan. Pertama, dimensi budayanya mencakup secara menyeluruh dan memperluas konseptualisasi umum dari perkembangan budaya selama beberapa dekade. Melalui tinjauan secara mendetail mengenai literatur budaya, Clark (1990) dalam bersikeras bahwa ada beberapa kesamaan dari tipologi budaya yang berbeda, dan dimensi-dimensi dari tipologi-tipologi tersebut terangkum jelas dalam tipologi Hofstede. Soares dkk (2007) juga mengkonfirmasi hubungan antara dimensi budaya Hofstede dan tingkah laku bisnis internasional dan konsumen melalui tinjuauan luas dari literatur-literatur terkait. Kedua, dimensi-dimensi terbentuk secara empiris. Sementara kebanyakan kontruksi budaya tetap bertahan di tahap konseptualisasi, Hofstede mengidentifikasikan dimensi-dimensi budaya menggunakan survei terhadap sekitar 100.000 karyawan IBM di 66 negara, kecuali negara-negara komunis dan Dunia Ketiga. Ketiga, ilmu-ilmu sosial dan pembelajaran lintas budaya telah menerapkan secara luas tipologi Hofstede dan menganggapnya sebagai teori paling penting dari tipe-tipe budaya. Menurut Social Science Citation Index, ada total 2700 artikel dari jurnal-jurnal referensi yang mengutip teori Hofstede.
Dengan menggunakan metrik Hofstede, para peneliti telah menemukan hubungan penting antara budaya nasional dan indikator-indikator penting demografis, geografis, ekonomi dan politik dari suatu masyarkat. Metrik ini telah diterima dan diterapkan secara luas baik di tingkat negara dan individu dalam pembelajaran lintas budaya. Namun demikian, tidak seperti riset konsumen pada umumnya dimana suatu metrik diterapkan pada seorang individu untuk mengukur secara akurat perbedaan individu tersebut dari individu-individu lainnya, metrik Hofstede telah dipergunakan sedemikian rupa sehingga para individu ditempatkan secara setara dalam indeks budaya nasional Hofstede berdasarkan identitas nasional mereka. Sebagai contoh, Aaker dan Lee (2001) memperlakukan semua orang Cina sebagai kolektivis dan semua orang Amerika sebagai individualis. Dawar dan Parker (1994) mengelompokkan para partisipan dalam penelitian mereka berdasarkan identitas nasional dan memberikan indeks nasional Hofstede terhadap mereka untuk menguji efek budaya terhadap tingkah laku konsumen (Yoo dkk, 2011).
Tradisi ini sangat dapat diterima apabila bagian dari analisa adalah negara (atau budaya yang dipergunakan sebagai variabel kontekstual), tetapi hal tersebut menjadi tidak sesuai bila dipergunakan dalam suatu kajian yang menguji efek dari orientasi budaya seorang individu. Dengan mengukur orientasi budaya individu dan tidak menyamaratakannya dengan budaya nasional, para peneliti dapat menghindari kekeliruan ekologi yang muncul ketika hubungan ekologi dan tingkat negara diinterpretasikan seakan-akan hal tersebut dapat diterapkan kepada individu (Yoo dkk, 2011).
Terdapat banyak keragaman budaya diantara anggota masyarakat di berbagai negara. Mengingat heterogenitas dan mobilitas dari penduduk suatu negara saat ini dan channel komunikasi dunia luas, membuat penentuan skor budaya tingkat negara kepada setiap anggota masyarakat menjadi kurang begitu bermakna. Skala ini akan memberi keuntungan pada para pakar dan praktisi bisnis yang bersinggungan dengan konsumen individu lintas budaya. Skala ini memungkinkan untuk menghubungkan sikap dan tingkah laku individu dengan orientasi-orientasi budaya tingkat individu karena data mengenai nilai-nilai budaya, sikap, dan tingkah laku didapatkan melalui sumber utama yang sama (tanggapan survei individual), tanpa mempergunakan metrik Hofstede (sumber sekunder) dan menghubungkannya dengan sikap dan tingkah laku individu seagai data utama (Yoo dkk, 2011)
Skala yang dikembangkan oleh Yoo dkk (2011) adalah sebuah instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur lima dimensi budaya pada tingkat individu. Instrumen ini dikembangkan berdasarkan teori Hofstede mengenai lima dimensi budaya yaitu keyakinan tentang jarak kekuasaan, penghindaran ketidakpastian, kolektivisme, maskulinitas, dan orientasi jangka panjang. Instrumen ini dinamakan CVSCALE (Individual Cultural Values Scale). Jarak kekuasaan adalah “sejauh mana anggota organisasi yang kurang kuat dalam suatu negara menerima bahwa kekuasaan didistribusikan secara tidak merata”. Penghindaran ketidakpastian didefinisikan sebagai “sejauh mana anggota organisasi merasa terancam oleh situasi yang tidak pasti”. Individualism adalah “berkaitan dengan masyarakat dimana setiap orang diharapkan menjaga keluarga dan dirinya sendiri”. Kolektivisme adalah kebalikan dari individualism. Maskulinitas dan feminitas mewakili pola peran seksualitas yang dominan pada sebagian besar masyarakat. Dinamika konfusianisme mengacu pada orientasi jangka panjang versus jangka pendek menuju masa depan (Prasongsukarn, 2009).
Tujuan dikembangkannya CVSCALE ini ialah untuk menjadikan alat ukur yang menilai lima dimensi budaya Hofstede pada tingkat individu. Alat ukur ini telah divalidasi di beberapa negara seperti Amerika dan Korea Selatan. Dengan diciptakannya alat ukur ini, diharapkan dapat digunakan untuk mengukur orientasi budaya pada level individu. Instrumen ini memiliki reliabilitas yang tinggi, di beberapa negara yang telah menjadi sampel pengujian instrumen CVSCALE. CVSCALE menunjukkan tingkat psikometri yang tinggi dan dapat digunakan untuk mengukur orientasi budaya masyarakat secara umum, dalam artian CVSCALE memberi kesempatan kepada para peneliti untuk mengkonseptualisasikan dan mengukur nilai budaya pada tingkat individu (Prasongsukarn, 2009).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar