Bagi perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) terlebih untuk
perusahaan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), seringkali terjadi
pemisahan antara pengelola perusahaan dengan pemilik perusahaan. Disamping
itu, untuk perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas, tanggung jawab pemilik
hanya terbatas pada modal yang disetorkan. Artinya, apabila perusahaan
mengalami kebangkrutan, maka modal sendiri (ekuitas) yang telah disetorkan oleh
para pemilik perusahaan mungkin sekali akan hilang, tetapi kekayaan pribadi
pemilik tidak akan diikutsertakan untuk menutup kerugian tersebut (Husnan dan
Pudjiastuti; 2006).
Jensen dan Meckling (1976) dalam Efendi (2013) menjelaskan hubungan
keagenan didalam teori agensi (Agency Theory) bahwa perusahaan merupakan
kumpulan kontrak (nexus of contract) antara pemilik sumber daya ekonomis
(principal) dan manajer (agent) yang mengurus penggunaan dan pengendalian
sumber daya tersebut. Agency Theory memiliki asumsi bahwa masing-masing
individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan sendiri sehingga menimbulkan
konflik kepentingan antara principal dan agent. Pemegang saham sebagai pihak
principal mengadakan kontrak untuk memaksimumkan kesejahteraan dirinya dengan
profitabilitas yang selalu meningkat. Manajer sebagai agent termotivasi untuk memaksimalkan
pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologinya antara lain dalam hal memperoleh investasi,
pinjaman, maupun kontrak kompensasi (Sugiarto; 2009).
Sedangkan menurut Halim (2005) masalah keagenan muncul karena adanya perilaku
oportunistik dari agent, yaitu perilaku manajemen untuk memaksimumkan kesejahteraanya
sendiri yang berlawanan dengan kepentingan principal. Manajer memiliki dorongan untuk
memilih dan menerapkan metode akuntansi yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik
untuk tujuan mendapatkan bonus dari principal.
Warsono (2009) menjelaskan bahwa terdapat cara-cara langsung yang digunakan
pemegang saham untuk memonitor manajemen perusahaan sehingga membantu memecahkan
konflik keagenan. Pertama, pemegang saham mempunyai hak untuk mempengaruhi cara
perusahan dijalankan melalui voting dalam rapat umum pemegang saham. Hak voting pemegang
saham merupakan bagian penting dari aset keuangan mereka. Kedua, pemegang saham
melakukan resolusi dimana suatu kelompok pemegang saham secara kolektif melakukan
negosiasi terhadap manajer (mewakili perusahaan) berkenaan dengan isu-isu yang tidak
memuaskan mereka. Pemegang saham juga mempunyai opsi divestasi (menjual saham mereka),
divestasi mereprestasikan suatu kegagalan dari perusahaan untuk mempertahankan investor,
dimana divestasi diakibatkan oleh ketidakpuasan pemegang saham atas aktivitas manajer.
Manajemen laba didasari oleh adanya Agency Theory yang menyatakan bahwa setiap
individu cenderung untuk memaksimalkan utilitasnya. Konsep Agency Theory adalah hubungan
atau kontrak antara principal dan agent. Principal memperkerjakan agen untuk melakukan tugas
dalam rangka memenuhi kepentingan principal.
Eisenhardt (1989) dalam Darmawati (2005) berpendapat bahwa teori keagenan mampu
mengatasi dua permasalahan dalam hubungan keagenan. Pertama, adalah masalah keagenan
yang timbul ketika (a) adanya keinginan dan tujuan yang bertolak belakang antara principal dan
agen, dan (b) kesulitan principal dalam memverifikasi apa yang sesungguhnya sedang dikerjakan
manajemen. Kedua, permasalahan pembagian resiko akibat perbedaan sikap principal dan agent
Tidak ada komentar:
Posting Komentar