Change commitment dan change efficacy secara kontekstual saling terkait dan dipengaruhi oleh change valence (manfaat perubahan bagi organisasi) yaitusekumpulan penilaian dari anggota organisasi mengenai manfaat perubahan bagi organisasi, informational assessment (pengukuran informasi) yaitu sejauh mana anggota organisasi mampu mengidentifikasi kesenjangan antara kondisi organisasi saat ini dan kondisi yang diharapkan saat perubahan dilaksanakan dalam tiga dimensi yaitu kebutuhan tugas, persepsi terhadap sumber daya organisasi dan faktor situasional, serta possible contextual factors (faktor kontekstual yang memungkinkan) yang terdiri dari organizational culture (budaya organisasi), politics and procedures (kebijakan dan prosedur), past experience (pengalaman masa lampau), organizational resources (kesiapan sumber daya organisasi), dan organizational structure (struktur organisasi). Kelima faktor tersebut dapat mempengaruhi kesiapan organisasi untuk berubah melalui change valence dan informational assessment. Weiner (2009) menyebutkan bahwa menurut teori sosial kognitif, jika tingkat kesiapan organisasi untuk berubah tinggi maka anggota organisasi akan dengan mudah bersedia melaksanakan perubahan tersebut. Dengan demikian anggota organisasi dengan sendirinya mampu menginisiasi dirinya untuk melaksanakan perubahan (initiation), gigih dalam melaksanakan perubahan (persistence) dan menunjukkan sikap kooperatif pada setiap upaya pelaksanaan perubahan (cooperative behavior). Namun hal ini belum cukup untuk mensukseskan perubahan tanpa adanya pelaksanaan perubahan yang efektif (implementation effectiveness).
Sabtu, 07 September 2019
Kesiapan Organisasi Untuk Berubah (skripsi dan tesis)
Menurut Weiner (2009) kesiapan organisasi untuk berubah mengacu pada komitmen anggota organisasi untuk berubah dan kepercayaan dirinya untuk melaksanakan perubahan organisasi. Sedangkan menurut Rafferty et al. (2012) kesiapan kelompok kerja dan organisasi terhadap perubahan merupakan kesamaan rasa individu dalam organisasi karena adanya proses interaksi sosial yang menciptakan kesatuan pemikiran sehingga berdampak pada fenomena kolektif di tingkat yang lebih tinggi. Menurut Weiner (2009) kesiapan organisasi untuk berubah terdiri dari change commitment (komitmen untuk berubah) dan change efficacy (kepercayaan terhadap kemampuan untuk berubah). Change commitment merupakan keyakinan bersama individu dalam organisasi untuk melakukan perubahan karena adanya kesadaran bahwa perubahan yang akan dilakukan akan bermanfaat baik bagi individu secara pribadi maupun bagi organisasi. Sedangkan change efficacy merupakan keyakinan bersama individu dalam organisasi bahwa secara kolektif individu dalam organisasi mampu melakukan perubahan.
Change commitment dan change efficacy secara kontekstual saling terkait dan dipengaruhi oleh change valence (manfaat perubahan bagi organisasi) yaitusekumpulan penilaian dari anggota organisasi mengenai manfaat perubahan bagi organisasi, informational assessment (pengukuran informasi) yaitu sejauh mana anggota organisasi mampu mengidentifikasi kesenjangan antara kondisi organisasi saat ini dan kondisi yang diharapkan saat perubahan dilaksanakan dalam tiga dimensi yaitu kebutuhan tugas, persepsi terhadap sumber daya organisasi dan faktor situasional, serta possible contextual factors (faktor kontekstual yang memungkinkan) yang terdiri dari organizational culture (budaya organisasi), politics and procedures (kebijakan dan prosedur), past experience (pengalaman masa lampau), organizational resources (kesiapan sumber daya organisasi), dan organizational structure (struktur organisasi). Kelima faktor tersebut dapat mempengaruhi kesiapan organisasi untuk berubah melalui change valence dan informational assessment. Weiner (2009) menyebutkan bahwa menurut teori sosial kognitif, jika tingkat kesiapan organisasi untuk berubah tinggi maka anggota organisasi akan dengan mudah bersedia melaksanakan perubahan tersebut. Dengan demikian anggota organisasi dengan sendirinya mampu menginisiasi dirinya untuk melaksanakan perubahan (initiation), gigih dalam melaksanakan perubahan (persistence) dan menunjukkan sikap kooperatif pada setiap upaya pelaksanaan perubahan (cooperative behavior). Namun hal ini belum cukup untuk mensukseskan perubahan tanpa adanya pelaksanaan perubahan yang efektif (implementation effectiveness).
Change commitment dan change efficacy secara kontekstual saling terkait dan dipengaruhi oleh change valence (manfaat perubahan bagi organisasi) yaitusekumpulan penilaian dari anggota organisasi mengenai manfaat perubahan bagi organisasi, informational assessment (pengukuran informasi) yaitu sejauh mana anggota organisasi mampu mengidentifikasi kesenjangan antara kondisi organisasi saat ini dan kondisi yang diharapkan saat perubahan dilaksanakan dalam tiga dimensi yaitu kebutuhan tugas, persepsi terhadap sumber daya organisasi dan faktor situasional, serta possible contextual factors (faktor kontekstual yang memungkinkan) yang terdiri dari organizational culture (budaya organisasi), politics and procedures (kebijakan dan prosedur), past experience (pengalaman masa lampau), organizational resources (kesiapan sumber daya organisasi), dan organizational structure (struktur organisasi). Kelima faktor tersebut dapat mempengaruhi kesiapan organisasi untuk berubah melalui change valence dan informational assessment. Weiner (2009) menyebutkan bahwa menurut teori sosial kognitif, jika tingkat kesiapan organisasi untuk berubah tinggi maka anggota organisasi akan dengan mudah bersedia melaksanakan perubahan tersebut. Dengan demikian anggota organisasi dengan sendirinya mampu menginisiasi dirinya untuk melaksanakan perubahan (initiation), gigih dalam melaksanakan perubahan (persistence) dan menunjukkan sikap kooperatif pada setiap upaya pelaksanaan perubahan (cooperative behavior). Namun hal ini belum cukup untuk mensukseskan perubahan tanpa adanya pelaksanaan perubahan yang efektif (implementation effectiveness).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar