Senin, 26 Agustus 2019

Tinjauan Teori tentang Hasil Belajar sebagai Objek Evaluasi Hasil Belajar (skripsi dan tesis)

Dalam kegiatan pembelajaran terdapat empat unsur utama yang harus dipahami yaitu tujuan, bahan, metode, alat dan metode, serta evaluasi. Evaluasi berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar peserta didik. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris. Dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar evaluator dituntut untuk mengevaluasi secara menyeluruh terhadap peserta didik, baik dari segi pemahamannya terhadap materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan, maupun dari segi penghayatan dan pengamalannya. Mengingat ketiga aspek atau ranah tersebut sangat erat kaitannya dan tidak mungkin dapat dipisahkan dari kegiatan evaluasi hasil belajar, maka ketiga ranah tersebut sangat penting untuk dipahami. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan peserta didik dalam menguasai isi bahan pengajaran. 
a. Ranah Kognitif 
Ranah kognitif adalah ranah yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari tujuh aspek yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi, dan kreasi. Seperti yang diungkapkan Anas Sudijono (2011: 49) “Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak)”. Menurut Bloom dalam Asmi (2010: 2), segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Pada awalnya Bloom mengklasifikan tujuan kognitif dalam enam level, yaitu pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), aplikasi (apply), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation) dalam satu dimensi, akan tetapi Anderson dan Kratwohl merevisinya menjadi dua dimensi, yaitu proses dan isi/jenis. Pada dimensi proses, terdiri atas mengingat (remember), memahami (understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyze), menilai (evaluate), dan berkreasi (create). Pada dimensi isinya terdiri atas pengetahuan faktual (factual knowlwdge), pengetahuan konseptual (conceptual knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan pengetahuan metakognisi (metacognitive knowledge). 
 b. Ranah Afektif 
Ranah afektif adalah ranah yang berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni, penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah afektif merupakan internalisasi sikap yang menunjuk ke arah pertumbuhan batiniah dan terjadi bila peserta didik menjadi sadar tentang nilai yang diterima, kemudian mengambil sikap sehingga menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan menentukan tingkah laku. Ranah afektif berkaitan dengan sikap dan nilai. Sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya apabila telah memiliki penguasaan yang tinggi pada ranah kognitifnya. Hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagi tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman kelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar seperti yang dikemukakan Nana Sudjana (2006: 30). Kategorinya dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks, meliputi: 1) Menerima (receiving), yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll. 2) Menjawab (responding), yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. 3) Penilaian (valuing) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. 4) Organisasi (organization), yakni pengembangan dari nilai ke dalam suatu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. 
5) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai (characterization by a value or value complex), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
 c. Ranah Psikomotorik Ranah psikomotorik merupakan kemampuan peserta didik yang berkaitan dengan gerak tubuh atau bagian-bagiannya, mulai dari gerakan sederhana sampai gerakan yang kompleks. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni: 
1) Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak disadari). 
2) Ketrampilan pada gerakan-gerakan dasar.
 3) Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dll. 
4) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan ketepatan.
 5) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada ketrampilan kompleks.
 6) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif. (Nana Sudjana, 2006: 23) 
Menurut Anas Sudijono (2011: 57) ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar psikomotor merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif. Hasil belajar kognitif dan afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektif.
Penilaian psikomotor memang lebih sulit dan subjektif dibandingkan dalam aspek kognitif karena penilaian psikomotorik memerlukan pengamatan dengan keterandalan yang tinggi terhadap dimensi-dimensi yang akan diukur. Apabila pengukuran dalam aspek psikomotor ini tidak dilakukan secara cermat maka aspek subjektivitas akan lebih dominan

Tidak ada komentar: