1. Identifikasi terhadap keadaan khusus yang menimbulkan persoalan pada
pasien atau klien.
2. Memeriksa apa yang dilakukan atau dipikirkan pasien atau klien pada
situasi tersebut.
3. Dipilih sesuatu situasi khusus di mana pasien atau klien melakukan
permainan peran (role play) sesuai dengan apa yang ia perlihatkan.
4. Terapis memberikan umpan balik secara verbal, menekankan hal yang
positif dan menunjukkan hal-hal yang tidak sesuai ( tidak cocok,
inadekuat) dengan sikap yang baik dan dengan cara yang tidak
menghukum atau menyalahkan.
5. Terapis memperlihatkan model perilaku yang lebih diinginkan, pada
pasien atau klien menerima model perilaku jika sesuai ( terjadi
pergantian peran).
6. Terapis membimbing, menjelaskan hal-hal yang mendasari perilaku yang
diinginkan.
7. Selama berlangsung proses peniruan, terapis meyakinkan pernyataan
dirinya yang positif yang diikuti oleh perilaku.
8. Pasien atau klien kemudian berusaha untuk mengulangi respon tersebut.
9. Terapis menghargai perkembangan yang terjadi pada pasien atau klien
dengan strategi “pembentukan”(shaping) atau dukungan tertentu yang
menyertai pebentukan respon baru.
(Langkah nomor lima, enam, tujuh dan delapan, diulang sampai terapis
dan pasien atau klien puas terhadap respon-responnya yang setidaknya
sudah berkurang ansietasnya dan tidak membuat pernyataan diri(selfsentiment) yang negatif.)
10. Sekali pasien atau klien dapat menguasai keadaan sebelumnya
menimbulkan sedikit ansietas, terapis melangkah maju ke hierarki yang
lebih tinggi dari keadaannya yang menjadi persoalan.
11. Kalau interaksinya terjadi dalam jangka waktu lama, harus dipecah
menjadi beberapa bagian yang diatur waktunya. Selanjutnya terapis
bersama pasien atau klien menyusun kembali urutan keseluruhannya
secara lengkap
.
12. Diantara waktu-waktu pertemuan, terapis menyuruh pasien atau klien
melatih dalam imajinasinya, respon yang cocok pada beberapa keadaan.
Kepada mereka juga diminta menyertakan pernyataan diri yang terjadi
selama melakukan imajinasi. Hasil apa yang dilakukan pasien atau klien,
dibicarakan pada pertemuan berikutnya.
13. Pada saat pasien atau klien memperlihatkan ekspresi yang cocok dari
perasaan-perasaannya yang negatif, terapis menyuruhnya melakukan
dengan respon yang paling ringan. Selanjutnya pasien atau klien harus
memberikan respons yang kuat kalau respon tidak efektif.
14. Terapis harus menentukan apakah pasien atau klien sudah mampu
memberikan respon yang sesuai dari dirinya sendiri secara efektif
terhadap keadaan baru, baik dari laporan langsung yang diberikan
maupun dari keterangan orang lain yang mengetahui keadaan pasien atau
klien.
26
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa assertive training
merupakan terapi perilaku yang dirancang untuk mengembangkan
keterampilan-keterampilan individu yang diganggu kecemasan dengan
berbagai teknik yang ada agar individu tersebut dapat memiliki perilaku
asertif yang diinginkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar