Menurut Sumadiria (2014: 20) dengan merujuk kepada pendapat para pakar
komunikasi, karakteristik atau ciri-ciri spesifik komunikasi massa, yaitu; (1) Komunikator komunikasi massa melembaga; (2) Komunikasi massa berlangsung satu arah; (3) Pesan komunikasi massa bersifat umum dan diterima serempak, (4) Ditunjuk kepada khalayak yang lebih luas, tersebar, anonim, dan heterogen; dan (5) Selintas.
1) Komunikator Melembaga
Komunikasi massa bersifat institusional. Ini berarti komunikator komunikasi massa bersifat melembaga. Ia merupakan kumpulan individu dari berbagai keahlian dalam ranah sejenis yang tergabung dalam sebuah lembaga yang terorganisasi dengan rapi, baik, dan professional. Karena institusional, maka gaya komunikator suatu media komunikasi massa tidaklah berbeda satu sama lain. Semuanya sama. Semuanya seragam. Sebagai contoh, gaya seluruh presenter berita Metro TV Jakarta ketika membacakan berita, tidak ada yang
berbeda satu sama lain. Mereka menapilkan gaya serupa. Mereka tampil dalam gaya yang sama karena harus tunduk kepada kebijakan redaksional stasiun televisi tersebut. Itulah konsekuensi dari komunikator yang bersifat institusional atau melembaga (Sumadiria, 2014: 21).
2) Komunikasi Satu Arah
Pesan komunikasi massa bersifat satu arah, maksudnya tidak terjadi umpan balik langsung. Tidak terdapat proses dialogis. Kita sebagai pemirsa televisi misalnya, tetap saja hanya sebagai penerima.Posisi kita pasif. Ketika dilayar kaca disajikan tayangan infotainment dengan banyak kisah perselingkuhan, perceraian, dan hujan caci-maki dari pihak-pihak yang sedang bertikai dikalangan selebritis kelas karbitan, kita tidak bisa melayangkan protes seketika kepada pembawa acara untuk mengalihkan pembicaraan ke
topik lain yang bersifat mendidik. Seperti kaset yang sedang diputar, mereka terus saja bicara (Sumadiria, 2014: 22).
3) Khalayak Tersebar Anonim Heterogen
Khalayak komunikasi massa tersebut dimana-mana; dikota dan dikampung, digunung dan dilembah, disungai dan dipantai. Karena tersebar dimana-mana, maka khalayak komunikasi massa tidak dikenal dan tidak kenal satu sama lain. Mereka diikat oleh media secara psikologis tetapi mereka tidak diikat dan tidak terikat oleh antar mereka sendiri. Dengan kata lain mereka hanya terhubung dengan media massa tetapi antar mereka tidak terhubungkan satu sama lain. Dalam ilustrasi sederhana, kita dirumah kita masing-masing
menyaksikan siaran televisi. Tetapi antar penghuni rumah tidak mengenal satu sama lain, meskipun secara fisik geografis hanya dipisahkan oleh batas administratif rukun warga (RW) atau kelurahan. Jadi, khalayak komunikasi massa selain tersebar juga anonim. Kita tidak tahu siapa tetangga kita di RW sebelah. Begitu juga sebaliknya. Satu sama lain tidak saling mengenal
tentu saja, dalam anonimitas tersebut terdapat heterogenitas. Artinya dalam kelompok-kelompok masyarakat yang tidak saling mengenal satu sama lain tetapi terhubungkan oleh tayangan acara-acara televisi, ditemukan banyak unsur kemajemukan, dari soal jenis kelamin sampai dengan kepersoalan tingkat kependidikan, ras, warna kulit, dan bahkan keterikatan sosial budaya serta keyakinan beragama (Sumadiria, 2014: 23).
4) Selintas
Selintas berarti sesaat, sambil lalu, sambil lewat, sekilas, sepintas, hanya sekelebatan. Sebagai contoh, siaran berita radio, bersifat selintas. Dalam bahasa popular hanya numpang lewat. Begitu saat itu singgah ditelinga, bahkan belum dapat dicerna dengan baik maknanya, pesan berita radio sudah hilang lenyap tak berbekas. Selintas mengandung arti juga tak bisa diulang atau diulang-ulang. Walau sudah lewat dari pendengaran kita, maka berita radio tidak akan pernah bisa dibacakan ulang. Sifat radio siaran yang selintas itu, sangat bertolak belakang dengan sifat surat kabar atau majalah. Surat kabar dan majalah, sifatnya tercetak diatas kertas. Karena tercetak, maka berita surat kabar dan majalah terdokumentasikan. Karena terdokumentasikan, maka kita bisa membaca berita dan tulisan surat kabaratau majalah kapan saja dan dimana saja. Jika banyak yang kurang dipahami maknanya, kita juga bisa membacanya berulang-ulang.
Lebih dari itu, kita bisa bertanya kepada yang lebih tahudan lebih ahli dengan cara menunjukan bagian-bagian kalimat yang tidak bisa dipahami maknanya tersebut sifat berita radio siaran dan televisi siaran selintas, dan sifat berita surat kabar dan majalah yang tercetak terdokumentasikan, pada akhirnya melahirkan filosofi jurnalistik yang berbeda bagi industri media. Filosofi media cetak misalnya, yakni surat kabar dan majalah: apapun yang ditulis dan dilaporkan haruslah memenuhi klasifikasi kelengkapan informasi,
keakuratan data, ketajaman analisis, dan dampak informasi, edukasi, serta daya referensi tinggi yang ditimbulkannya. Dalam bahasa sederhana, laporan media cetak harus unggul dalam kedalaman dan ketajaman analisis. Sedangkan laporan radio dan televisi siaran harus unggul dalam kecepatan dan kesaksian dari lokasi prestiwa (Sumadiria, 2014: 24).
5) Pesan Umum Diterima Serempak
Ketika kita sedang menonton acara televisi “Metro The Morning” di Metro TV, tanpa kita sadari pesan tersebut juga dinikmati secara bersamaan oleh ribuan, bahkan jutaan orang di seluruh Indonesia. Acara ini sangat mustahil disiarkan hari ini di Jakarta dan di putar keesokan paginya di Kalimantan.Acara itu di siarkan secara serempak dan saat itu juga. Bahkan kalau kita menikmati acara Liga Champion atau Piala Dunia, acara tesebut dinikmati oleh hampir seluruh masyarakat dunia.
Inilah salah satu ciri komunikasi massa selanjutnya. Bahwa dalam komunikasi massa ada keserempakan dalam proses penyebaran pesan-pesannya. serempak berarti khalayak bisa menikmati media massa tersebut hampir bersamaan. Bersamaan tentu juga bersifat relatif. Majalah atau media sebagai contohnya, surat kabar bisa dibaca ditempat terbit pukul 5 pagi, tetapi di luar kota baru pukul 6 pagi, ini masalah teknis semata. Namun, harapan komunikator dalam komunikasi massa, pesan tetap ingin dinikmati secara bersamaan oleh para pembacanya. Tidak terkecuali bahwa pesan tersebut (lewat surat kabar) disebar (didistribusikan) oleh media cetak secara bersamaan pula (Baran, 2008: 28-29).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar