Hukum waris Islam merupakan salah satu cabang ilmu di
dalam hukum Islam yang wajib untuk dipelajari dan diamalkan oleh semua
umat Islam, yang bersumber pada Al Qur’an yang disampaikan oleh
Rasulullah Saw. Dan di dalam hukum kewarisan Islam terdapat beberapa
asas, yang memperlihatkan bentuk dan karakteristik dari hukum kewarisan
Islam itu sendiri.
Asas-asas tersebut berkaitan dengan sifat peralihan harta dari
pewaris kepada ahli waris, cara pemilikkan harta oleh yang akan menerima,
kadar jumlah harta yang akan diterima, dan waktu terjadinya peralihan harta
tersebut. Asas-asas tersebut adalah asas Ijbari, asas bilateral, asas individual,
asas keadilan berimbang dan asas semata akibat kematian. Untuk lebih
jelasnya akan diuraikan secara singkat satu-persatu di bawah ini :
1. Asas Ijbari, mengandung arti bahwa peralihan harta dari pewaris kepada
ahli warisnya berlangsung dengan sendirinya menurut kehendak Allah
tanpa tergantung kepada kehendak pewaris atau permintaan dari ahli
warisnya. Unsur Ijbari dalam hukum waris Islam dapat dilihat dari tiga
segi, yaitu segi peralihan harta, segi jumlah harta yang beralih dan segi
kepada siapa harta itu beralih.13
2. Asas Bilateral, yaitu bahwa semua ahli waris memiliki peluang untuk
mendapat warisan dari ayah maupun ibu. Asas bilateral ini sesuai dengan
firman Allah Swt dalam Surat An Nisaa’ ayat 7 yang menjelaskan bahwa
seorang laki-laki berhak mendapat warisan dari pihak ayahnya dan juga
pihak ibunya, begitu pula dengan anak perempuan.
3. Asas Individual, maksudnya adalah bahwa harta warisan tersebut dibagibagikan
untuk dimiliki secara perorangan. Dan setiap ahli waris
menerima bagiannya sendiri sesuai dengan yang telah diatur di dalam Al
Qur’an.
4. Asas keadilan berimbang, maksudnya adalah bahwa setiap ahli waris
menerima bagiannya sesuai dengan tanggung jawab yang dipikulnya,
yang pada akhirnya masing-masing ahli waris akan menerima kadar
warisan yang sama. Sebagai contoh menurut Al Qur’an, ahli waris laki-
laki menerima bagian 2 (dua) kali lebih banyak dari bagian ahli waris
perempuan. Hal ini bila kita telusuri lebih jauh lagi maka akan kita
temukan hikmah dari ketentuan tersebut. Bahwa ahli waris laki-laki
dipandang memiliki tanggung jawab yang lebih besar, seperti memberi
nafkah kepada keluarga. Sehingga bagiannya tersebut pada akhirnya akan
habis digunakan untuk mencukupi kebutuhan kelaurganya. Sedangkan
wanita dengan mendapat bagian yang lebig kecil dari bagian laki-laki
akan tetapi dia tidak dibebani tanggung jawab menafkahi keluarga,
sehingga bagian yang diterimanya akan utuh.
5. Asas semata akibat kematian, yaitu bahwa setiap kewarisan hanya terjadi
apabila pewaris yang mempunyai harta telah meninggal dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar