Dalam perekonomian yang semakin modern ini manjemen perusahaan semakin banyak dipisahkan dari kepemilikan perusahaan. Hal tersebut sejalan dengan agency theory yang menekankan pentingnya pemilik perusahaan menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga profesional yang lebih mengerti dalam menjalankan operasional perusahaan (Wahyuningsih, 2010).
Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen dan Meckling, 1976 dalam Anggraeni dan Hadiprajitno, 2013). Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham).
Manajer mempunyai kewajiban untuk memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik sebagai wujud dari tanggung jawab atas pengelolaan perusahaan. Akan tetapi informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya. Dalam kondisi yang sedemikian ini dikenal sebagai asimetri informasi. Pemisahan fungsi antara pemilik dan manajemen ini memiliki dampak negatif yaitu keleluasaan manajemen (pengelola) perusahaan untuk memaksimalkan laba. Hal ini akan mengarah pada proses memaksimalkan kepentingan manajemen sendiri dengan biaya yang harus ditanggung oleh pemilik perusahaan. Kondisi ini terjadi karena asimetri informasi antara manajemen dan pihak lain yang tidak memiliki sumber akses yang memadai untuk memperoleh informasi yang digunakan untuk memonitor tindakan manajemen (Richardson, 1998 dalam Rahayu, 2011).
Setyantomo (2011) mengungkapkan bahwa asimetri informasi dan konflik kepentingan yang muncul antara principal dan agent, ini mendorong agent untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya kepada principal terutama jika informasi yang disajikan tersebut berhubungan dengan pengukuran kinerja agent. Hal ini mendorong agent untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya. Asimetri informasi yang muncul antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer melakukan manajemen laba (earnings management) untuk menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai kinerja perusahaan.
Eisenhardt (1989) dalam Ujiyanto dan Pramuka (2007) menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu :
- Manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest).
- Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality).
- Manusia selalu menghindari risiko (risk averse).
Menurut teori keagenan perilaku manipulasi yang dilakukan oleh manajer yang berawal dari konflik kepentingan tersebut dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme monitoring yang bertujuan untuk mengatur dan mengendalikan perusahaan dan menyelaraskan berbagai kepentingan tersebut. Mekanisme untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) (Nuryaman, 2008).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar