Aspek-aspek
dalam kecerdasan emosi dibedakan menjadi empat, yaitu: (a) mengenali emosi diri
sendiri dan orang lain, (b) memahami emosi diri sendiri dan orang lain, (c) menggunakan
emosi secara efektif dan (d) mengatur dan mengendalikan emosi pada diri sendiri
serta orang lain (Mattews, 2002)
Goleman
(2002) memperluas kecerdasan emosional menjadi lima kemampuan utama, yaitu:
a. Mengenali
Emosi Diri
Mengenali
emosi diri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan
itu terjadi. Hal ini menyebabkan individu menyadari emosi yang sedang dialami
serta mengetahui penyebab emosi tersebut terjadi serta memahami kuantitas,
intensitas, dan durasi emosi yang sedang berlangsung. Kesadaran akan intensitas
emosi memberi informasi mengenai besarnya pengaruh kejadian tersebut pada individu.
Intensitas yang tinggi cenderung memotivasi individu untuk bereaksi sedangkan
intensitas emosi yang rendah tidak banyak mempengaruhi individu secara sadar.
Kesadaran akan durasi emosi yang berlangsung membuat individu dapat berpikir
dan mengambil keputusan yang selaras dalam mengungkapkan emosinya.
Kemampuan
mengenali emosi diri merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli
psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang
akan emosinya sendiri. Mayer (Goleman, 2002) mengatakan bahwa kesadaran diri
adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila
kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai
oleh emosi. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan kita yang sesungguhnya
membuat kita berada dalam kekuasaan perasaan., sehingga tidak peka akan
perasaan yang sesungguhnya yang berakibat buruk bagi pengambilan keputusan masalah
(Mutadin, 2002). Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun
merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi nsehingga
individu mudah menguasai emosi.
b. Mengelola
Emosi
Mengelola
emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat
terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri
individu. Individu dapat mengungkapkan emosinya dengan kadar yang tepat pada
waktu yang tepat dengan cara yang tepat (Aristoteles dalam Goleman 2004).
Tujuan pengendalian diri adalah keseimbangan emosi bukan menekan emosi, karena
setiap perasaan memiliki nilai dan makna tersendiri. Menjaga agar emosi yang
merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi
berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak
kestabilan kita (Goleman, 2002). Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk
menghibur diri sendiri ketika ditimpa kesedihan, melepaskan kecemasan, kemurungan
atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan
untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan. Orang-orang yang buruk
kemampuannya dalam keterampilan ini akan terus-menerus bertarung melawan perasaan
murung, sementara mereka yang pintar dapat bangkit kembali dengan jauh lebih
cepat dari kemerosotan dan kejatuhan dalam kehidupan (Goleman, 1996).
c. Memotivasi
Diri Sendiri
Prestasi
harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti
memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan
dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusiasme,
gairah, optimis dan keyakinan diri. Keterampilan memotivasi diri memungkinkan
terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang. orang-orang yang memiliki keterampilan ini
cenderung lebih jauh produktif dan efektif dalam hal apa pun yang mereka
kerjakan (Goleman, 1996).
d. Mengenali
Emosi Orang Lain (Empati)
Kemampuan
untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Empati adalah dapat merasakan apa yang
dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan
hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang
(Setrianingsih, 2006). Empati dibangun berdasarkan pada kesadaran diri. Jika
seseorang terbuka pada emosi sendiri, maka dapat dipastikan bahwa ia akan
terampil membaca perasaan orang lain, sebaliknya orang yang tidak mampu
menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri dapat dipastikan tidak akan mampu
menghormati perasaan orang lain. Goleman (2002) mengatakan bahwa kemampuan
seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati
seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap
sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang
dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang
lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang
lain.
Rosenthal
dalam penelitiannya menunjukkan bahwa orang-orang yang mampu membaca perasaan
dan isyarat non verbal lebih mampu menyesuaikan diri secara emosional, lebih
populer, lebih mudah beraul, dan lebih peka (Goleman, 2002). Nowicki, ahli
psikologi menjelaskan bahwa anak-anak yang tidak mampu membaca atau
mengungkapkan emosi dengan baik akan terus menerus merasa frustasi (Goleman,
2002). Seseorang yang mampu membaca emosi orang lain juga memiliki kesadaran
diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka pada emosinya sendiri, mampu mengenal
dan mengakui emosinya sendiri, maka orang tersebut mempunyai kemampuan untuk
membaca perasaan orang lain.
e. Membina
Hubungan (Sosial)
Seni
dalam membina hubungan dengan orang lain merupakan keterampilan sosial yang
mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Kemampuan dalam
membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas,
kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi (Goleman, 2002). Keterampilan dalam
berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan.
Individu sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga memahami
keinginan serta kemauan orang lain.
Orang-orang yang
hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan sukses dalam bidang apapun.
Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan lancar pada
orang lain. Orang-orang ini populer dalam lingkungannya dan menjadi teman yang
menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi (Goleman, 2002). Ramah tamah,
baik hati, hormat dan disukai orang lain dapat dijadikan petunjuk positif
bagaimana perawat mampu membina hubungan dengan orang lain. Sejauhmana
kepribadian perawat berkembang dilihat dari banyaknya hubungan interpersonal
yang dilakukannya. Apabila individu tidak memiliki keterampilan-keterampilan
semacam ini dapat menyebabkan seseorang seringkali dianggap angkuh, mengganggu
atau tidak berperasaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar