Religiusitas merupakan nilai yang
mempunyai dimensi paling luas yang tidak hanya menyangkut masalah dengan
Tuhan-Nya namun juga masalah hubungan dengan makluknya-Nya.. Religiusitas
sendiri diartikan sebagai merupakan ketaatan seseorang terhadap agama yang
dianutnya. Religiusitas juga diartikan sebagai ukuran seberapa jauh
pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa besar pelaksanaan akidah, dan
seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianutnya, sehingga religiusitas
dapat diartikan sebagai kualitas keagamaan. Dimensi dalam religiusitas adalah
dimensi keyakinan, dimensi peribadatan atau praktek agama, dimensi pengetahuan
agama, dimensi penghayatan, dimensi pengamalan.
Religi
atau agama merupakan salah satu aspek penting dan harus diperhatikan dalam
melihat individu dan kelompoknya. Apalagi jika yang harus dianalisa adalah
masyarakat timur yang tidak pernah lepas dari mitos, mistis, mitologi, dan
segala sesuatu yang bagi masyarakat ilmiah disebut irasional. Oleh karena
bersifat irasional, maka persepsi tentang agama dan interpretasinya pun akan
sangat subjektif bagi tiap individu, meskipun tetap memiliki benang merah
dengan lingkungannya (entah yang seagama maupun yang tidak). Religiusitas
menurut Alport dan Ross (Wicaksono dan Meiyanto, 2003) memiliki dua aspek
oroentasi yaitu orientasi religius instrinsik (instrinsic religious) dan
orientasi religius ekstrinsik (extrinsic religious). Orientasi religious
instrinsik menunjuk kepada bagaimana individu “menghidupkan” agamanya (lives
his/her religion) sedangkan orientasi religius ekstrinsik menunjuk kepada bagaimana
individu “menggunakan” agamanya (uses his/her religion). Singkatnya orientasi
religius instrinsik melihat setiap kejadian melalui kacamata religius, sehingga
tercipta makna Donahue (Wicaksono dan Meiyanto, 2003). Sebaliknya orientasi
religius ekstrinsik lebih menekankan pada konsekuensi emosional dan sosial
Swanson dan Byrd (Wicaksono dan Meiyanto, 2003). Sementara itu dapat diamati
munculnya fenomena yang menarik, yakni kecenderungan semakin meningkatnya
religiusitas. Keinginan masyarakat Indonesia baik dari segi kuantitas maupun
kualitas terutama pada sekitar dua dekade terakhir ini. Kecenderungan ini
didapat pada hampir setiap besar, terutama pada agama Islam. Nampaknya kini
semakin banyak yang menyadari bahwa agama atau religiusitas merupakan jawaban
paling tepat untuk menyelamatkan jiwa manusia dari kepenganggapan
sosial-psikologis yang ditimbulkan oleh gelombang besar modernisasi, agama
dipandang sebagai alternatif pemecahan terbaik bagi berbagai persoalan
kehidupan modern yang mereka hadapi (Kisbiyah, 1992).
Tentu
akan menjadi permasalahan yang sangat besar ketika harus mengukur suatu
nilai/persepsi/norma yang memiliki aspek subjektivitas dan irasional, misalnya
untuk mengukur religiusitas seseorang. Sejauh ini teori yang paling bisa
menjawab menurut peneliti untuk bisa melakukan pengukuran terhadap aspek religiusitas
seseorang adalah teori yang dikemukakan oleh Glock & Stark.
Religiusitas
dan kebehagiaan hidup secara tidak langsung terkait karena hal itu bisa membuat
manusia mengetahui sejauh mana mereka bisa menghargai hidup dan memanfaatkan
hidupnya dengan berperilaku dan berbuat sesuai dengan ajaran agamanya. Secara
tidak langsung agama dapat menjadikan seseorang sadar akan makna hidup dan
bagaimana mereka untuk berbuat lebih baik untuk masa depan hidupnya dalam
meraih prestasi. Seorang religius adalah individu yang mengerti akan hidup dan
kehidupan secara lebih dalam arti lahiriah semata, yang bergerak dari dimensi
vertikal kehidupan dan mentransenden hidup ini Tillich (Rini Lestari dan
Purwati, 2002).
Selligman (2002) menyatakan bahwa nilai
moral dalam agama menjadi hal yang dapat digunakan untuk mengatasi berbagai
masalah psikologi yaitu dengan cara membantu emosi positif sehingga individu
akan lebih mudah dalam mencapai kebahagiaan. Menurut teori top-down, hubungan
antara pengamalan ajaran agama dan kebahagiaan menjadi positif apabila agama
sudah terwujud dalam kegiatan sehari-hari. Ajaran Islam mendahulukan penguasaan
pengetahuan agama sebelum melakukan aktivitas keagamaan. Individu muslim yang
menuntut ilmu bergembira karena akan memperoleh pahala baik di dunia maupun di
akherat. Siswa menjadi tidak buta terutama masalah moral agama dan mempunyai
benteng untuk menghadapi gejolak jiwa yang tidak mengenakkan. Secara umum
penguasaan terhadap ilmu pengetahuan yang dirasakan bermanfaat untuk siswa akan
berpengaruh positif terhadap kepuasaan hidup dan afek remaja Islam. Dengan
demikian maka pemahaman nilai agama yang tinggi pada remaja akan membantu
remaja dalam mencapai kebahagiaan dalam hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar