Pajak Bumi dan
Bangunan yang disingkat PBB yaitu pajak paksa atas harta tetap yang
diberlakukan melalui Undang-undang Nomor 12 tahun 1994. (Meliala & Oetomo,
2010). Subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu
hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki,
menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. (Suparmoko, 2008). Menurut
Meliala & Oetomo (2010) mengemukakan objek
Pajak Bumi dan Bangunan sebagai berikut :
a.
Objek
Pajak Bumi dan Bangunan adalah bumi dan bangunan..
b.
Bumi adalah permukaan dan tubuh bumi
yang ada di bawahnya.
Permukaan bumi
meliputi tanah dan perairan pedalaman serta wilayah Indonesia. Klasfikasi
bumi/tanah diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
a.
Letak
b.
Peruntukan
c.
Pemanfaatan
d.
Kondisi lingkungan dan lain-lain.
e.
Bangunan adalah konstruksi teknik yang
ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan atau perairanuntuk tempat
tinggal, tempat usaha, dan tempat yang diusahakan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalaah:
i.
Jalan lingkungan dalam satu kesatuan
dengan komplek bangunan.
ii.
Jalan tol
iii.
Kolam renang
iv.
Pagar mewah
v.
Tempat olahraga
vi.
Galangan papal, dermaga
vii.
Taman mewah
viii.
Tempat penampungan/kilang minyak, air
dan gas, pipa minyak
ix.
Fasilitas lain yang memberi manfaat
Dalam menentukan
klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
a) Badan yang digunakan
b) Rekayasa
c) Letak
d) Kondisi lingkungan dan lain-lain
Dalam rangka pendataan objek pajak, maka
subyek yang memiliki atau mempunyai hak atas objek, menguasai atau memperleh
manfaat dari objek PBB, wajib mendaftarkan obyek pajak dengan mengisi Surat
Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan mengirimkan ke Kantor Inspeksi tempat
letak objek kena pajak (Soemitro, 1989:31). Wajib pajak telah menerima Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang biasanya paling lambat bulan Juni
tahun takwim atau satu bulan setelah menyerahkan Surat Pemberitahuan Objek
Pajak (SPOP), maka wajib pajak PBB dapat melakukan pembayaran Pajak Bumi dan
Bangunan melalui ( Meliala & Oetomo, 2010):
a. Bank
Pemerintah
Jika membayar
pada Bank Pemerintah maka wajib pajak mengisi Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah
tersedia di Bank, sesuai dengan ketetapan yang tercantum dalam SPPT yang
diterima.
b. Petugas
Pemungut
Jika wajib pajak membayar lewat petugas pemungut, maka
wajib pajak menunjukukkan SPPT dan meminta bukti pembayaran lembar asli sebagai
tanda lunas PBB.
c. Kantor
Pos dan Giro
Jika wajib pajak
membayar lewat Pos dan Giro, maka wajib pajak formulir Giro dan isi sesuai
SPPT. Lembar 1 disimpan sebagai tanda bukti pembayaran, lembar 2 masukkan pada
kotak PBB yang tersedia di Kantor Pos dan Giro.
d. Dengan
cara transfer
Jika letak objek
pajak tidak berada atau jauh dari tempat tinggal wajib pajak, maka pembayaran
bisa dilakukan melalui transfer, yaitu dengan mengisi formulir kiriman uang.
Lembar 1 disimpan sebagai pertinggal wajib pajak, lembar 2 dikirim KP PBB yang
menerbikan SPPT.
Penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang (SPPT) dilakukan dengan masing-masing objek dihitung dan ditetapkan
besarnya pajak terutang, selanjutnya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
menerbitkan SPPT PBB. SPPT PBB diterbitkan dalam rangkap 1 yang ditandatangani
oleh Kepala KPP Pratama yang bersangkutan. Selanjutnya, setelah SPPT
diterbitkan oleh KPP Pratama, SPPT diserahkan ke Badan Pengelola Keuangan
Daerah (BPKD) Kabupaten Muara Enim. Petugas kecamatan menyebarluaskan kepada
seluruh desa untuk dibagikan kepada masyarakat melalui perangkat desa. SPPT PBB
dapat disampaikan melalui dua tahap yaitu:
1) Tahap pertama
a.
SPPT PBB disampaikan oleh petugas selaku
anggota Tim Kerja secara langsung kepada wajib pajak atau kuasanya ( door to
door) dalam waktu paling lama 15(lima belas) hari.
b.
Untuk memenuhi batas waktu 15 (lima
belas) hari penyampaian SPPT PBB, Kepala Desa dapat menugaskan perangkat desa
atau lembaga masyarakat (Karang Taruna) untuk menyampaiakn SPPT PBB kepada
wajib pajak, dan
c.
Penyampaian SPPT PBB tahap pertama
dilakukan secara serentak dalam suatu wilayah kecamatan.
2) Tahap Kedua
a.
Terhadap SPPT PBB yang belum
tersampaikan pada tahap pertama, diserahkan kembali kepada KPP Pratama
setempat.
b.
SPPT PBB yang disampaikan pada tahap
kedua adalah SPPT PBB yang belum tersampaikan pada penyampaian SPPT PBBtahap
pertama yang dilakukan petugas KPP Pratama.
Menurut Masdiasmo (2009) pembayaran Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) dilakukan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah
STTP PBB diterima wajib pajak. Jika pembayaran PBB dilaksanakan tetapi sudah
melewati batas waktu yang telah ditentukan maka akan dikenai sanksi perpajakan
berupaa denda administrasi. Adapun denda administrasi sebesar 2% perbulan
maksimal selama 24 bulan berturut-turutatau total denda administrasi sebesar
48%. Media pemberitahuan pajak yang terutang melewati batas waktu yang telah
ditetapkan adalah dengan Surat Tagihan Pajak (STP). Jjika dalam waktu 30 hari
setelah STP terbit belum ada pembayaran dari wajib pajak dapat diterbitkan
Surat Paksa (SP) sesuai dengan pasal 13. Selanjutnya, wajib pajak yang tidak
membayar PBB dengan alasan seperti tidak mampu dan lain sebagainya dapat
memohon pengurangan ke Kantor Pelayanan PBB. Surat permohonan pengurangan pajak disampaikan
selambat-lambatnya 3 bulan sejak diterima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
(SPPT) atau Surat Ketetapan Pajak (SKP). Jika dalam 3 bulan sejak permohonan
pengurangan diterima belum ada jawaban, maka permohonan wajib pajak dianggap
diterima/dikabulkan. Permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan tidak
mengurangi atau menunda waktu pembayaran atau pelunasan PBB.
Berdasarkan
uraian di atas maka pajak PBB adalah pajak yang dikenakan pemerintah terhadap
segala objek yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan
dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang
mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar