Pembiayaan
pendidikan adalah upaya pengumpulan dana untuk membiayai operasional dan
pengembangan sektor pendidikan (Bastian, 2006). Mengenai konsep pembiayaan
pendidikan (Fattah, 2002) mengemukakan bahwa, anggaran biaya pendidikan terdiri
dari dua sisi yang berkaitan satu sama lain, yaitu sisi anggaran penerimaan dan
anggaran pengeluaran. Anggaran penerimaan adalah anggaran yang diperoleh setiap
tahun oleh sekolah dari berbagai sumber resmi dan diterima secara teratur. SD
Negeri umumnya memiliki sumber-sumber anggaran penerimaan dari Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, orangtua murid, masyarakat sekitar, dan sumber
lainnya. Anggaran pengeluaran adalah jumlah uang yang dibelanjakan setiap tahun
untuk kepentingan pelaksanaan pendidikan di sekolah. Belanja sekolah sangat
ditentukan oleh komponen-komponen yang jumlah dan porsinya bervariasi diantara
sekolah yang satu dengan sekolah yang lain, serta dari waktu ke waktu.
Biaya
penyelenggaran dan/atau pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada pasal
48 ayat (1) huruf b meliputi :
a. Biaya investasi, yang terdiri atas
:
1) Biaya
investasi lahan pendidikan, dan
2) Biaya
investasi selain lahan pendidikan.
b. Biaya operasi yang terdiri atas
:
1) Biaya
personalia, dan
2) Biaya
non-personalia.
Jadi dapat
disimpulkan, bahwa biaya pendidikan adalah nilai uang atau nilai rupiah yang
dikeluarkan oleh pemerintah, penyelenggara pendidikan, masyarakat, maupun orang
tua siswa dalam bentuk barang, pengorbanan, ataupun uang yang digunakan untuk
mengelola dan menyelenggarakan pendidikan sebagai penunjang efektifitas dan
efisiensi pengelolaan pendidikan. Pelaksanaan pengelolaan pembiayaan pendidikan
diperlukan penyusunan anggaran untuk memperkirakan rencana alokasi biaya yang
akan dikeluarkan untuk direalisasikan oleh suatu lembaga.
Menurut buku
petunjuk teknis BOS SD, ketentuan sekolah penerima Dana BOS, antara lain:
1) SD Negeri dan
Swasta di seluruh Indonesia yang memiliki SK pendirian sekolah (bagi SD
Negeri), memiliki ijin operasional (bagi SD Swasta), dan SK pengangkatan Kepala
Sekolah/Bendahara dari Pemerintah Daerah (bagi SD Negeri) dan dari yayasan
(bagi SD Swasta). Bagi sekolah yang memiliki kelas jauh (filial), data siswa
harus menginduk ke sekolah induk.
2) Sekolah memiliki Nomor Pokok Sekolah
Nasional (NPSN).
3) Sebagai wujud
keberpihakan terhadap siswa miskin atas pengalokasian Dana BOS SD, sekolah
diwajibkan untuk membebaskan (fee waive) dan/atau membantu (discount fee) siswa
miskin dari kewajiban membayar iuran sekolah dan biaya-biaya untuk kegiatan
ekstrakurikuler siswa. Bagi sekolah yang berada di Kabupaten/Kota/Provinsi yang
telah menerapkan pendidikan gratis, sekolah tidak diwajibkan memberikan
pembebasan (free waive) dan/atau membantu (discount fee) siswa miskin.
4) Semua sekolah yang menerima Dana BOS SD
harus mengikuti pedoman BOS SD yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
5) Sekolah
berkualitas dengan siswa yang berasal dari keluarga mampu secara ekonomi,
sebagai penerima BOS SD wajib melaksanakan program ramah sosial dengan cara
proaktif mengidentifikasi dan merekrut siswa miskin yang memiliki minat dan
potensi untuk mengikuti pendidikan di sekolah yang bersangkutan.
6) Sekolah
penerima program BOS SD menerapkan mekanisme subsidi silang dan/atau mencari
sumber dana sejenis dari Pemerintah Daerah, masyarakat, dan sumber lain yang
tidak mengikat dan sukarela bagi siswa miskin untuk memenuhi tagihan biaya
sekolah lainnya yang belum bisa dipenuhi melalui program BOS SD.
7) Sekolah yang
menolak menerima BOS SD harus mendapat persetujuan orang tua siswa, Komite
Sekolah dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota serta tetap menjamin kelangsungan
pendidikan siswa miskin di sekolah tersebut. (Dirjen Pendidikan Menengah
tentang Petunjuk Teknis BOS SD Tahun 2014, 2014: 10)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar