When states arm in direct competition with each other and when the amounts they spend begin to place a burden on their societies, we refer to these competitive armings as arms races. ….., we might confine our use of the label “arms race” to those occasions when two or more countries see themselves as rivals and increase or improve their armaments at a rapid rate, making these increases or improvements with attention to the armaments possessed by their rivals (Ziegler, 1997:235-237).
Sedangkan Martin Griffiths dan Terry O’Callaghan berpendapat bahwa arms race:
A competitive struggle between two or more states seeking to improve their security relative to each other by building up their military strength
Sementara Joshua S. Goldstein berpendapat bahwa:
An arms race is a reciprocal process in which two (or more) states build up military capabilities in response to each other
Dari beberapa pendapat di atas, dapat kita lihat beberapa elemen penting yang sama, yaitu ada elemen persaingan dimana hal ini merupakan suatu tindakan saling berbalas serta antara satu sama lain menganggap sebagai rival, dan elemen peningkatan kapabilitas militer dalam hal ini khususnya dalam persenjataan. Mengenai poin bahwa arms race merupakan situasi dimana perkembangan persenjataan dilakukan pada taraf yang cepat (rapid rate), tidak semua ahli setuju dengan pendapat yang demikian. Bagi kelompok ini istilah race tidak memerlukan gerakan yang cepat. Tujuan dari race adalah kemenangan atas lawan, dan kecepatan dalam setiap race adalah irelevan. Aspek yang menentukan adalah kompetisi, interaksi antara aktor-aktor yang bermusuhan. Tapi seperti yang telah saya katakan sebelumnya, definisi para ahli ini belum mencakup kesamaan parameter arms race yang pasti dan jelas. Jadi seolah-oleh suatu kondisi dapat dikatakan sebagai arms race hanya berdasarkan intuisi dan atau kesepakatan bersama saja, tidak berdasarkan parameter yang jelas dan pasti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar