Good
Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
pemegang saham, pengurus perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta
pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak
dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu system yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan (FCGI, 2001).
Menurut
Rahmawati dalam Putri (2006) Good Corporate Governance didefenisikan sebagai
seperangkat aturan dan prinsip-prinsip antara lain fairness, transparency,
accountability dan responsibility yang mengatur hubungan antar pemegang saham,
manajemen, Direksi dan Komisaris, kreditur, karyawan serta stakeholders lainnya
yang berkaitan dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Menurut
Prakarsa (2007:120) Corporate Governance adalah mekanisme administratif
yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen perusahaan, komisaris,
direksi, pemegang saham dan kelompok-kelompok kepentingan (stakeholders) yang
lain. Hubungan-hubungan ini dimanifestasikan dalam bentuk berbagai aturan
permainan dan sistem intensif sebagai kerangka kerja yang diperlukan untuk
menentukan tujuan-tujuan perusahaan dan cara-cara pencapaian tujuan-tujuan
serta pemantauan kinerja yang dihasilkan.
Sementara
tujuan dari Good Corporate Governance adalah untuk menciptakan nilai tambah
bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Menurut
Maruf (2006:15) Pelaksanaan good corporate governance diharapkan dapat
memberikan beberapa manfaat berikut ini :
1. Meningkatkan
kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih
baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan
pelayanan kepada stakeholders.
2. Mempermudah
diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga dapat lebih meningkatkan
corporate value.
3. Mengembalikan
kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
4. Pemegang
saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan
meningkatkan shareholders value dan deviden.
Pelaksanaan
good corporate governance dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip yang
berlaku secara internasional. Prinsip-prinsip dasar ini diharapkan menjadi
rujukan bagi para regulator (pemerintah) dalam membangun framework bagi
penerapan good corporate governance.
Pelaksanaan GCG pada
industri perbankan harus senantiasa berlandaskan
pada 5 (lima) prinsip dasar sebagai berikut (SE BI No 15/15/ DPNP tgl 29 April
2013):
a.
transparansi
(transparency) yaitu keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan
relevan serta keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan
b.
akuntabilitas
(accountability) yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban
organ Bank sehingga pengelolaannya berjalan secara efektif
c.
pertanggungjawaban
(responsibility) yaitu kesesuaian pengelolaan Bank dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip pengelolaan Bank yang sehat
d.
independensi
(independency) yaitu pengelolaan Bank secara profesional tanpa pengaruh/tekanan
dari pihak manapun
e.
kewajaran
(fairness) yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders
yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Dalam rangka memastikan
penerapan 5 (lima) prinsip dasar GCG sebagaimana dimaksud di atas, Bank harus
melakukan penilaian sendiri (self assessment) secara berkala yang paling kurang
meliputi 11 (sebelas) Faktor Penilaian Pelaksanaan GCG yaitu (SE BI No 15/15/
DPNP tgl 29 April 2013):
a.
pelaksanaan
tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris;
b.
pelaksanaan
tugas dan tanggung jawab Direksi;
c.
kelengkapan
dan pelaksanaan tugas Komite;
d.
penanganan
benturan kepentingan;
e.
penerapan
fungsi kepatuhan;
f.
penerapan
fungsi audit intern;
g.
penerapan
fungsi audit ekstern;
h.
penerapan
manajemen risiko termasuk sistem pengendalian intern;
i.
penyediaan
dana kepada pihak terkait (related party) dan penyediaan dana besar (large
exposures);
j.
transparansi
kondisi keuangan dan non keuangan Bank, laporan pelaksanaan GCG dan pelaporan internal;
dan
k.
rencana
strategis Bank.
Selain itu, perlu diperhatikan pula informasi lainnya
yang terkait penerapan GCG Bank di luar 11 (sebelas) Faktor Penilaian
Pelaksanaan GCG seperti misalnya permasalahan yang timbul sebagai dampak
kebijakan remunerasi pada suatu bank atau perselisihan internal Bank yang
mengganggu operasional dan/atau kelangsungan usaha Bank. Sebagai contoh,
penetapan bonus yang didasarkan pada pencapaian target di akhir tahun, dimana
penetapan target tersebut sangat tinggi (ambisius) sehingga mengakibatkan
dilakukannya praktek-praktek yang tidak sehat oleh manajemen ataupun pegawai
bank dalam pencapaiannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar