Kewirausahaan
atau entrepreneurship pada mulanya merupakan konsep yang dikembangkan dalam
tradisi sosiologi dan psikologi. Pada awal abad ke 18, Richard Cantillon
menyatakan bahwa entrepreneurship merupkan fungsi dari perilaku mengambil
resiko. Satu abad berikunya, Joseph Schumpeter memperkenalkan fungsi inovasi
dari kekuatan hebat dari entrepreneurship. Sejak saat itu, entrepreneurship
merupakan akumulasi dari fungsi keberanian mengamil resiko dan inovasi
(Siswono, 2000).
Hal
sama dengan pendapat Xu dan Ruef (2004) yang mengutip ahli ekonomi Perancis,
Cantillon dan Say, ang mengungkapkan wirausaha sebagai orang yang mempunyai
motivasi dan kemampuan untuk menanggulangi resiko finansial. Dalam teori
ekonomi sering digambarkan merupakan pilihan seorang untuk menjadi entrepreneur
atau karyawan tergantung pada sikapnya terhadap resiko.
Entrepreneur
adalah mereka yang berani mewujudkan ide menjadi kenyataan. Menurut Joseph
Schumpeter, Entrepeneur is a person who perceives an oppotunity and creates an
organization to pursue it (Bygrave, 1994:2). Wirausaha adalah orang yang
melihat adanya peluang, kemudian menciptakan sebuah organisasi untuk
memanfaatkan peluang tersebut. Menurut Maman (2006: 22), minat wirausaha adalah
kemampuan untuk memberanikan diri dalam memenuhi kebutuhan hidup serta
memecahkan permasalahan hidup, memajukan usaha atau menciptakan usaha baru
dengan kekuatan yang ada pada diri sendiri. Hal yang paling utama yaitu sifat
keberanian untuk menciptakan usaha baru.
Dengan demikian minat wirausaha adalah kecenderungan hati dalam diri
subjek untuk tertarik menciptakan suatu usaha yang kemudian mengorganisir,
mengatur, menanggung risiko dan mengembangkan usaha yang diciptakannya
tersebut. Minat wirausaha berasal dari dalam diri seseorang untuk menciptakan
sebuah bidang usaha.
Pendapat
Suryana (2002) lebih menitikberatkan pada sifat inovasi yang harus dimiliki
seorang wirausahan. Kewirausahaan adalah usaha mencipta-kan nilai tambah dengan
jalan mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk
memenangkan persaingan. Nilai tambah tersebut dapat diciptakan dengan cara
mengembangkan teknologi baru, menemukan pengetahuan baru, menemukan cara baru
untuk menghasilkan barang danjasa yang sudah ada dan menemukan cara baru dalam
rangka memberikan kepuasan pada konsumen. Kao (1989) mendefinisikan
entrepreneurship sebagai usaha untuk menciptakan nilai melalui peluang bisnis,
mengelola risiko sesuai dengan peluang yang ada, dan memobilisasi manusia,
finansial, dan sumberdaya material yang diperlukan melalui keahlian komunikatif
dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan (a project to
fruition). Sedangkan individu yang melakukan usaha seperti yang digambarkan
dalam definisi tersebut dikemukakan oleh Kao sebagai entrepreneur.
Menurut
Zimmerer & Schorborough (dalam Riyanti, 2003)
“an
entrepreneur is one who creates a new business in the face of risk and
uncertainty for the purpose of achieving profit and growth by identifying
opportunities and assembling the necessary resources to capitalize on them”
Adam
Smith (dalam Riyanti, 2003:23) melihat wirausaha sebagai orang yang memiliki
pandangan yang tidak lazim yang dapat mengenali tuntutan potensial atas barang
dan jasa. Dalam pandangan Smith, wirausaha bereaksi terhadap perubahan ekonomi,
lalu menjadi agen ekonomi yang mengubah permintaan menjadi produksi. Richard
Cantillon (dalam Riyanti, 2003) berpendapat bahwa wirausaha adalah seorang
inkubator gagasan baru, yang selalu berusaha menggunakan sumber daya secara
optimal untuk mencapai tingkat komersial paling tinggi. Sementara Menger (1871
dalam Riyanti, 2003) berpendapat wirausaha adalah orang yang dapat melihat
cara-cara ekstrem dan tersusun untuk mengubah sesuatu yang tidak bernilai atau
bernilai rendah menjadi sesuatu yang bernilai tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar