Pasal 1 ayat (1) Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dan Rancangan
Undang-undang Perasuransian, menjelaskan pengertian tentang asuransi atau
pertanggungan adalah Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak
Penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi,
untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang
tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Pengertian obyek asuransi pada Pasal
1 Ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian dan Rancangan Undang-undang Perasuransian, adalah “benda dan
jasa, jiwa dan raga, kesehata manusia tanggung jawab hukum, serta semua
kepentingan lainnya yang dapat hilang rusak, rugi dan atau berkurang nilainya”
Pasal 246 KUHD (Kitab Undang-undang
Hukum Dagang) menentukan bahwa, “Asuransi pada umumnya adalah suatu
persetujuan/perjanjian dalam mana pihak yang menjamin (Penanggung) berjanji
terhadap pihak yang dijamin (Tertanggung) untuk dengan menerima sejumlah uang
premi pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin
(Tertanggung) selaku akibat dari suatu peristiwa yang belum terang akan
terjadinya”
Dari rumusan tersebut tadi, maka
terdapat 3 (tiga) unsur dari asuransi adalah sebagai berikut :
Unsur
Kesatu : Pihak terjamin (Tertanggung) berjanji membayar uang premi kepada
pihak penjamin (Penanggung) sekaligus atau dengan berangsur-angsur
Unsur
Kedua : Pihak penjamin (Penanggung) berjanji akan membayar sejumlah uang
kepada pihak terjamin (Tertanggung) sekaligus atau berangsur-angsur.
Unsur
Ketiga : Suatu peristiwa semula belum terang akan terjadinya.
Menurut Kansil (1995:58), ada 4 macam prinsip
dasar asuransi yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)
yaitu :
1.
Insurable Interest
Bahwa seorang boleh mengasuransikan barang-barang
apabila yang bersangkutan mempunyai kepentingan atau barang yang
dipertanggungkan (Pasal 250 KUHD).
2.
Utmost Good Faith
Penutupan asuransi baru sah, apabila penutupannya
didasari itikad baik (Pasal 251 KUHD)
3.
Indemnity
Dasar penggantian kerugian dari Tertanggung
setinggi-tingginya adalah sebesar kerugian yang sesungguhnya diderita
Tertanggung dalam arti tidak dibenarkan mencari keuntungan dari ganti ruginya
asuransi.
4.
Subrogation
Apabila Tertanggung sudah mendapatkan penggantin atas
dasar Indemnity maka si Tertanggung tidak berhak lagi memperoleh
penggantian dari pihak lain, walaupun jelas ada pihak lain yang bertanggung
jawab pula atau kerugian yang dideritanya. Penggantian dari pihak lain harus
diserahkan pada Penanggung yang telah memberikan ganti rugi dimaksud (Pasal 284
KUHD)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar