Sabtu, 12 September 2015

SYARAT–SYARAT SAHNYA TRANSAKSI (Hukum, Judul Hukum, Konsultasi Skripsi, SKRIPSI)

Dalam asas kebebasan dan kepastian hukum dalamberkontrak tersebut tentu tidak bisa lepas dari persyaratan yang harus dipenuhi para pihak dalambertransaksi. Dalam konstruksi hukum perdata, setiap transaksi bisnis harus memenuhi persyaratan yang telah lazim dan sudah lama dijadikan asas di berbagai negara. Tujuannya ialah agar para pihak tidak ada yang dirugikan di kemudian hari. Selain itu, persyaratan kontrak perlu sebagai batasan mana objek transaksi yang dibolehkan dan mana objek yang dilarang oleh negara. Berdasarkan pasal 1320 KUHPdt atau Burgerlijk Wetboek (BW), ada empat syarat sahnya suatu kontrak dalam kegiatan bisnis, yaitu: (1) ada kata sepakat di antara para pihak yang bertransaksi; (2) para pihak mampu atau cakap dalam bertindak; (3) mengenai hal/ objek tertentu, dan (4) suatu sebab yang halal atau transaksi tidak bertentangan dengan undang-undang atau norma kesusilaan. Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif karena terkait dengan subjek atau para pihak dalam transaksi[1]
Sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut sebagai syarat objektif karena menyangkut objek suatu transaksi atau perjanjian. Apabila syarat subjektif tidak ter-penuhi maka transaksi bisa dimintakan untuk dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan ialah pihak yang menilai dirinya tidak cakap atau tidak mampu bertindak atau pihak yang menilai dirinya telah dipaksa untuk bertransaksi. Berbeda dengan syarat subjektif, apabila syarat objektif tidak terpenuhi maka transaksi dinyatakan batal demi hukum.
 Dengan kata lain, perjanjian atau transaksi bisnis dianggap tidak pernah ada. Dalam transaksi pengambilan uang di m-banking, para pihak ialah nasabah di satu pihak dan bank di pihak yang lain. Dengan demikian, penentuan subjek dalam transaksi di mesin m-banking tidaklah sulit. Persoalan baru timbul di saat transaksi berlangsung salah satu pihak tidak hadir atau tidak eksis. Salah satu pihak (nasabah) dianggap sungguh-sungguh menerima setelah ada tindakan nyata, yaitu memasuk-kan kartu m-banking ke mesin m-banking dan menekan tombol perintah transaksi serta keluarnya nota transaksi dari mesin. Namun tidak semua mesin m-banking menyedia-kan nota transaksi, cukup mengandalkan data dalamtampilan layar m-banking. Kelemahan acceptance theory ialah nasabah mau tidak mau harus menerima segala konsekuensi yuridis yang tertera dalam kesepakatan walaupun nasabah sendiri tidak memahami isi ketentuan baku dari bank. Sebagai contoh, penulis mengutip ketentuan baku dalam sebuah kartu m-banking berikut ini:
By signing and / or using this card, the holders agrees to be bound by terms and conditions specified in the Bank Card Center Agreement and all future amandements thereto.”

Selain itu, di kartu m-banking juga tercantum bahwa kartu tersebut adalah milik bank yang bersangkutan. Jadi, ada kenyataan lain bahwa alat transaksi adalah milik salah satu pihak (bank) dan nasabah bisa mengakses berdasarkan nomor rekening nasabah. Namun, alat transaksi tidak turut menentukan kedudukan para pihak dalam transaksi. Apa pun sarana yang dipakai tidak menjadi soal, yang penting ialah proses menuju kesepakatan bertransaksi[2]



Tidak ada komentar: