Hikmah
dan tujuan zakat ada beberapa macam antara lain yaitu: Pertama, zakat menjaga dan memelihara harta dari incaran mata dan
tangan para pendosa dan pencuri. Nabi saw. bersabda : ”Peliharalah harta-harta
kalian dengan zakat. obatilah orang-orang sakit kalian dengan sedekah. Dan
persiapkanlah doa untuk menghadapi malapetaka”
(HR. Abū Dāwud).[1]
Kedua,
zakat merupakan pertolongan bagi
orang-orang fakir dan orang-orang yang sangat memerlukan bantuan. Zakat bisa
membantu orang-orang yang lemah dan memberikan kekuatan serta kemampuan untuk
melaksanakan kewajiban-kewajiban kepada Allah seperti ibadah, dan memperkokoh
iman serta sebagai sarana untuk menunaikan kewajiban-kewajiban yang lain.[2]
Ketiga, zakat bertujuan menyucikan jiwa dari penyakit
kikir dan bakhil. Ia juga melatih seorang muslim untuk bersifat pemberi dan
dermawan. Mereka dilatih untuk tidak menahan diri dari pengeluaran zakat, melainkan
mereka dilatih untuk ikut
andil dalam menunaikan kewajiban sosial, yakni kewajiban
untuk mengangkat (kemakmuran) negara
dengan cara memberikan harta kepada fakir miskin, ketika dibutuhkan atau
dengan mempersiapkan tentara membendung musuh, atau menolong fakir miskin dengan kadar yang
cukup.[3]
Berkaitan dengan pensucian jiwa dan kikir,
Ahmad al-Jūrjawy menjelaskan dengan panjang lebar. Ia mengatakan bahwa jiwa
seseorang cenderung kepada ketamakan atau punya sifat ingin memonopoli
(menguasai) sesuatu secara sendirian. Seorang anak kecil menginginkan ibunya
atau wanita penyusunya tidak menyusui anak yang lain. Apabila ia menyusui anak
lain maka anak susuannya ia akan merasa sakit hati dan berusaha dengan sekuat
tenaganya untuk menjauhkan yang lain dari ibu asuhnya walaupun dengan tangisnya
sebagai tanda akan sakit hatinya. Hal yang serupa terjadi pada golongan hayawan, seekor anak sapi akan menanduk anak
sapi yang apabila ia ikut menyusu induknya.75
Pada umumnya manusia mencintai harta benda
melebihi dari dirinya sendiri, sebagaimana firman Allah: ”Harta dan anak-anak adalah perhiasan
kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik
pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan” (QS. AlKahfi:
46). Al-Quran juga menjelaskan bahwa harta sebagai sebab tindakan durhaka yang melampui batas: ”Sesungguhnya manusia
benar-benar melampui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup” (QS.
al-‘Alaq: 6-7).77[4]
Seseorang yang berusaha mengumpulkan harta dan
menimbunnya sebanyak-banyaknya dengan planing dan program yang akurat hendaknya
al-Quran dijadikan sebagai “azas penyimpanan” harta sebagai pedoman, sehingga
usaha yang ditempuh tidak menimbulkan kerugian pihak lain atau mematikan
usaha-usaha orang lain terutama usaha-usaha yang dikelola golongan orang kecil,
serta terhindar dari tindakan yang mengarah kepada homo homini lupus.
Oleh
karena itulah zakat diwajibkan untuk melatih dirinya berbuat kemuliaan sedikit
demi sedikit sehingga kemuliaan itu
menjadi sifat kepribadiannya. Karena penunaian zakat mensucikan pelakunya dari
dosadosa, sebagaimana dijumpai dalam al-Quran
(tuţahirūhum wa tuzakkihīm) yang
artinya mensucikan dan membersihkan maka dapat juga dikatakan bahwa penyucian
itu memiliki dimensi
ganda. Yang pertama adalah sarana
pembersihan jiwa dari sifat keserakahan bagi penunainya, karena ia dituntut
untuk berkorban demi kepentingan orang lain. Yang kedua zakat berfungsi sebagai
penebar kasih sayang pada kaum yang tak beruntung serta penghalang tumbuhnya
benih kebencian terhadap kaum kaya dari si miskin. Dengan demikian zakat dapat
menciptakan ketenangan dan ketentraman bukan hanya kepada penerimanya, tetapi
juga kepada pemberinya.[5]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar