Sabtu, 19 September 2015

Hikmah Pelaksanaan Zakat (Hukum, Hukum Islam, Judul Hukum, Judul Hukum Islam, Konsultasi Skripsi, SKRIPSI)

Hikmah dan tujuan zakat ada beberapa macam antara lain yaitu: Pertama, zakat menjaga dan memelihara harta dari incaran mata dan tangan para pendosa dan pencuri. Nabi saw. bersabda : ”Peliharalah harta-harta kalian dengan zakat. obatilah orang-orang sakit kalian dengan sedekah. Dan persiapkanlah doa untuk menghadapi malapetaka”  (HR. Abū Dāwud).[1]
   Kedua,  zakat  merupakan pertolongan bagi orang-orang fakir dan orang-orang yang sangat memerlukan bantuan. Zakat bisa membantu orang-orang yang lemah dan memberikan kekuatan serta kemampuan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban kepada Allah seperti ibadah, dan memperkokoh iman serta sebagai sarana untuk menunaikan kewajiban-kewajiban yang lain.[2]
  Ketiga,  zakat bertujuan menyucikan jiwa dari penyakit kikir dan bakhil. Ia juga melatih seorang muslim untuk bersifat pemberi dan dermawan. Mereka dilatih untuk tidak menahan diri dari pengeluaran zakat, melainkan mereka dilatih   untuk  ikut  andil  dalam  menunaikan kewajiban sosial, yakni kewajiban untuk mengangkat (kemakmuran) negara  dengan cara memberikan harta kepada fakir miskin, ketika dibutuhkan atau dengan mempersiapkan tentara membendung musuh, atau  menolong fakir miskin dengan kadar yang cukup.[3]
   Berkaitan dengan pensucian jiwa dan kikir, Ahmad al-Jūrjawy menjelaskan dengan panjang lebar. Ia mengatakan bahwa jiwa seseorang cenderung kepada ketamakan atau punya sifat ingin memonopoli (menguasai) sesuatu secara sendirian. Seorang anak kecil menginginkan ibunya atau wanita penyusunya tidak menyusui anak yang lain. Apabila ia menyusui anak lain maka anak susuannya ia akan merasa sakit hati dan berusaha dengan sekuat tenaganya untuk menjauhkan yang lain dari ibu asuhnya walaupun dengan tangisnya sebagai tanda akan sakit hatinya. Hal yang serupa terjadi pada golongan  hayawan, seekor anak sapi akan menanduk anak sapi yang apabila ia ikut menyusu induknya.75
   Pada umumnya manusia mencintai harta benda melebihi dari dirinya sendiri, sebagaimana firman Allah:  ”Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan” (QS. AlKahfi: 46). Al-Quran juga menjelaskan bahwa harta sebagai sebab tindakan durhaka   yang melampui batas: ”Sesungguhnya manusia benar-benar melampui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup” (QS. al-‘Alaq: 6-7).77[4]
  Seseorang yang berusaha mengumpulkan harta dan menimbunnya sebanyak-banyaknya dengan planing dan program yang akurat hendaknya al-Quran dijadikan sebagai “azas penyimpanan” harta sebagai pedoman, sehingga usaha yang ditempuh tidak menimbulkan kerugian pihak lain atau mematikan usaha-usaha orang lain terutama usaha-usaha yang dikelola golongan orang kecil, serta terhindar dari tindakan yang mengarah kepada homo homini lupus.
Oleh karena itulah zakat diwajibkan untuk melatih dirinya berbuat kemuliaan sedikit demi  sedikit sehingga kemuliaan itu menjadi sifat kepribadiannya. Karena penunaian zakat mensucikan pelakunya dari dosadosa, sebagaimana dijumpai dalam al-Quran  (tuţahirūhum wa tuzakkihīm)  yang artinya mensucikan dan membersihkan maka dapat juga dikatakan bahwa  penyucian  itu  memiliki  dimensi  ganda. Yang  pertama adalah sarana pembersihan jiwa dari sifat keserakahan bagi penunainya, karena ia dituntut untuk berkorban demi kepentingan orang lain. Yang kedua zakat berfungsi sebagai penebar kasih sayang pada kaum yang tak beruntung serta penghalang tumbuhnya benih kebencian terhadap kaum kaya dari si miskin. Dengan demikian zakat dapat menciptakan ketenangan dan ketentraman bukan hanya kepada penerimanya, tetapi juga kepada pemberinya.[5]



Tidak ada komentar: