Sabtu, 19 September 2015

Macam-Macam Zakat (Hukum, Hukum Islam, Hukum Islam, Judul Hukum, Konsultasi Skripsi, SKRIPS)

Macam zakat dalam ketentuan hukum Islam itu ada dua, yaitu zakat fitrah dan zakat mal.  Pertama,  zakat Fitrah yang dinamakan juga zakat badan. Orang yang dibebani untuk mengeluarkan zakat fitrah adalah orang yang mempunyai lebih dalam makanan pokoknya untuk dirinya dan untuk keluarganya pada hari dan malam hari raya, dengan pengecualian kebutuhan tempat tinggal, dan alat-alat primer.
Jumlah yang harus dikeluarkan untuk zakat fitrah adalah satu  sha’  (satu gantang), baik untuk gandum, kurma, anggur kering, maupun jagung, dan seterusnya yang menjadi kebiasaan makanan pokoknya.  Kalau    standar  masyarakat, beras dua setengah kilogram atau uang yang senilai dengan  harga beras itu. Waktu mengeluarkan zakat fitrah yaitu masuknya malam hari raya Idul Fitri. Kewajiban melaksanakannya, mulai tenggelamnya matahari sampai tergelincirnya matahari. Dan yang lebih utama dalam melaksanakannya adalah  sebelum pelaksanaan sholat hari raya, menurut Imamiyah. Sedangkan menurut  Syafi’i, diwajibkan untuk mengeluarkan zakat fitrah adalah akhir bulan Ramadhan  dan awal bulan Syawal, artinya pada tenggelamnya matahari dan sebelum sedikit  (dalam jangka waktu dekat) pada hari akhir bulan Ramadhan. Orang yang berhak  menerima zakat fitrah adalah orang-orang yang berhak menerima zakat secara  umum, yaitu orang-orang yang dijelaskan dalam al-Quran surat-Taubah ayat 60.
  Kedua,  zakat  māl  adalah zakat yang dikeluarkan dari harta-harta yang dimiliki seseorang dengan dibatasi oleh nisab. Namun dalam menentukan harta atau barang apa saja yang wajib dikenakan zakat, terjadi perbedaan pendapat yang semuanya karena perbedaan dalam memandang nas-nas yang ada. [1]
Para ulama fikih mazhab Syafi’i, sebagaimana yang termaktub dalam kitab-kitab mazhab ini, dengan bersandar pada al-Quran dan hadis telah menerangkan secara mendetail jenis harta yang wajib dizakati. Secara global terdiri atas lima jenis, yaitu binatang ternak, emas dan perak, bahan makanan pokok, buah anggur, serta barang  perdagangan. Dan  beberapa macam redaksi yang diungkapkan oleh para ulama dalam menentukan jumlah harta wajib zakat. Ada  yang mengatakan lima jenis sebagaimana tersebut tadi, bahkan yang tadi  adalah yang  yang disepakati oleh imam-imam mazhab Ulama lain mengatakan delapan macam dengan menguraikan dari lima  jenis tersebut, demikian juga yang diungkapkan oleh Said Sābiq walaupun dengan redaksi yang berbeda
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, pasal 11 menetapkan bahwa zakat terdiri dari atas zakat mal dan zakat fitrah. Harta yang dikenakan zakat adalah: a. Emas, perak, dan uang; b. Perdagangan dan perusahaan; c. Hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan; d. Hasil pertambangan; e. Hasil perternakan; f. Hasil pendapatan dan jasa; g. Rikaz. Bahkan Sjechul Hadi Permono menambahkan dengan gaji pegawai/karyawan/dosen dan lain sebagainya, hasil praktek dokter termasuk kategori  butir (f) hasil pendapatan dan jasa[2]
Demikianlah   macam  zakat  yang ditetapkan dalam agama Islam atau hukum Islam, sehingga jelas harta atau barang yang apa saja  yang harus dikeluarkan zakatnya. Dengan pengeluaran zakat  itu,  harta yang dimiliki akan terbebas dari hak-hak orang yang berhak dan dikeluarkan juga untuk membersihkan harta yang dimilikinya. Sedang ketentuan alokasi pendayagunaan atau pendistribusian zakat telah tertuang secara rinci dalam al-Quran surat at-Taubah: 60, yang terkenal dengan asnaf delapan. Kita dapat menetapkan dasar pemikiran dalam melakukan kebijaksanaan pendistribusian zakat sebagai berikut[3]:
a.    Allah SWT telah menetapkan 8  asnaf (golongan) harus diberi semuanya,  Allah hanya menetapkan zakat dibagikan kepada 8 asnaf, tidak boleh keluar dari itu.
b.    Allah SWT tidak menetapkan perbandingan yang tetap antara bagian masing-masing 8 pokok alokasi (asnaf).
c.    Allah SWT tidak menetapkan zakat harus dibagikan dengan segera setelah masa pengumpulan zakat, tidak ada ketentuan bahwa semua hasil pungutan zakat (baik sedikit maupun banyak) harus dibagikan semuanya. Pernyataan surat al-An’ām (6) ayat 141: “…dan tunaikanlah hak (kewajibannya) di hari memetik hasilnya ….”. Pernyataan ini hanya menegaskan kesegaraan mengeluarkan zakat, yakni dari  muzakki (orang yang wajib mengeluarkan zakat) kepada  amil, bukan kesegeraan distribusi dari amil kepada mustahiq al-zakah.59
d.      Allah SWT tidak menetapkan bahwa yang diserahterimakan itu harus berupa in  cash (uang tunai) atau in kind (natura).
e.    Dari yang tersirat dalam surat  (59) al-Hayr ayat 7, “…..supaya jangan hanya beredar di lingkungan orang-orang yang mampu di antara kamu…”, pembagian zakat harus bersifat edukatif, produktif dan ekonomis, sehingga pada akhirnya penerima zakat menjadi tidak memerlukan zakat lagi, bahkan menjadi wajib.
   Itulah pokok-pokok pikiran yang dapat dijadikan pijakan untuk menformulasikan kembali kebijaksanaan pendistribusian zakat



Tidak ada komentar: