Teori keagenan (agency theory) merupakan teori yang menjelaskan tentang
adanya pemisahan kepentingan antara pemilik perusahaan dan pengelola
perusahaan (Bodroastuti, 2009). Menurut teori keagenan, pemisahan ini dapat
menyebabkan konflik. Terjadinya agency confict disebabkan pihak - pihak yang
berhubungan yaitu principal (yang menyerahkan kontrak atau pemegang saham)
dan agen (yang menerima kontrak dan mengelola dana principal) mempunyai
kepentingan yang saling bertentangan. Apabila agen dan principal berupaya
mengoptimalkan kepentingannya masing - masing, serta memiliki keinginan,
motivasi dan tujuan yang berbeda, maka agen (manajemen) tidak selalu bertindak
sesuai keinginan principal menurut Jensen dan Mecking (dalam Hanifah, 2013).
Permasalahan yang muncul karena adanya perbedaan sudut pandang dan
kepentingan antara agen dan principal disebut agency problem. Salah satu penyebab
agency problem adalah adanya asymmetric information. Asymmetrc information
adalah informasi yang tidak seimbang karena adannya distribusi informasi yang
berbeda antara principal dan agen yang mengakibatkan masalah yaitu kesulitan
principal untuk memonitor dan melakukan kontrol terhadap tindakan-tindakan agen
(Emirzon,2007).
Jensen dan Mecking (dalam Hanifah, 2013) menyatakan permasalahan adalah:
1. Moral hazard, yaitu permasalahan yang muncul jika agen tidak
melaksanakan hal-hal yang disepakati bersama dalam kontrak kerja.
2. Adverse selection, yaitu keadaan dimana principal tidak dapat memehami
apakah suatu keputusan diambil oleh agen benar didasakan atas informasi
yang telah diperolehnya atau terjadinya sebagai sebuah kelalaian tugas.
Dengan demikian perlu suatu mekanisme pengendalian yang dapat
menyatukan perbedaan yaitu good corporate governance. Good corporate
governance adalah sistem antisipasi agar tidak terjadi konflik atau antara pihak
agen dan principal yang berdampak pada penurunan agency cost
(Bondroastuti,2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar