Dalam era globalisasi dimana semua aspek kehidupan
manusia terus mengalami perubahan yang begitu cepat dan
adanya tingkat persaingan yang makin tinggi, maka sebuah
organisasi perlu memiliki sumber daya manusia yang memiliki
komitmen yang tinggi. Robbins meendefinisikan komitmen
sebagai suatu keadaan di mana seorang individu memihak
organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginan-keinginannya untuk
mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi. Komitmen
terbagi menjadi dua bagian yaitu komitmen internal dan
komitmen eksternal. Komitmen internal berasal dari dalam diri
seseorang untuk menyelesaikan berbagai tugas, tanggung jawab
dan wewnang berdasarkan pada alas an dan komitmen yang
dimilikinya. Timbul komitmen internal ini sangat ditentukan oleh
kemampuan pimpinan dan lingkungan organisasi dalam
menumbuhkan sikap dan perilaku professional dalam
menyelesaikan tugas/tanggung jawab terhadap pekerjaan.
Komitmen yang dimiliki pegawai bukan hanya sekedar
keanggotaan formal saja, tetapi juga mencakup unsur loyalitas
terhadap instansi, keterlibatan dalam pekerjaan, dan identifikasi
nilai-nilai dan tujuan instansi (Suparyadi, 2915).
Adapun salah satu faktor yang mempengaruhi komitmen
menurut Stum (Sopiah, 2008: 164) adalah budaya, kepuasan
kerja, kesempatan personal untuk berkembang, arah organisasi
dan penghargaan kerja yang sesuai dengan kebutuhan. Adapun
hasil penelitian Jamaludin, dkk (2015) menyatakan bahwa
variabel budaya organisasi bernilai positif sehingga dapat
dikatakan bahwa secara parsial semakin tinggi budaya organisasi
yang ada pada pegawai maka akan semakin tinggi pula
komitmen pegawai tersebut. Menurut Robbins (2003), budaya
organisasi merupakan sistem makna bersama terhadap nilai-nilai
primer yang dianut bersama dan dihargai organisasi, yang
berfungsi menciptakan pembedaan yang jelas antara satu
organisasi dengan organisasi lainnya, menciptakan rasa identitas
bagi para anggota organisasi, mempermudah timbulnya
komitmen kolektif terhadap organisasi, meningkatkan
kemantapan sistem sosial, serta menciptakan mekanisme
pembuat makna dan kendali yang memandu membentuk sikap
dan perilaku para anggota organisasi (Moheriono, 2012: 335).
Setiap orgnisasi memiliki budaya masing-masing, dimana
budaya merupakan semangat yang tidak terlihat namun
mengikat semua individu untuk selalu bergerak dan bekerja
sesuai dengan irama budaya itu sendiri. Dalam kehidupan
sehari-hari seseorang tidak akan terlepas dari faktor
lingkungannya baik lingkungan internal maupun lingkungan
eksternal. Budaya merupakan hasil interaksi dan hasil suatu
dialog dari berbagai komponen organisasi yang saling terkait
satu sama lain, yang akhirnya memunculkan nilai-nilai yang
menjadi makna bersama antar elemen-elemen organisasi. Empat
konsep
corporat culture. Pertama: norma, aturan, nilai-nilai, etos
kerja. Kedua: seremonial ritual, symbol, arsitektur. Ketiga:
protocol, prosedur, birokrasi, tata tertib dan terakhir: pendiri,
pahlawan, pemimpin, manajer. Budaya organisasi memiliki arti
penting bagi organisasi. Budaya organisasi terdiri dari asumsi-
asumsi dasar yang dipelajari baik sebagai hasil memecahkan
masalah yang timbul dalam proses penyesuaian dengan
lingkungannya, maupun sebagai hasil memecahkan masalah
yang timbul dari dalam organisasi, antar unit-unit organisasi
yang berkaitan dengan integrasi. Budaya timbul sebagai hasil
proses belajar bersama dari para anggota instansi agar dapat
tetap bertahan. Asumsi-asumsi dasar yang dianggap absah
diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat
dalam mengamati, memikirkan dan merasakan dalam
hubungannya dengan masalah-masalah tersebut (shaleh, 2018:
186).
Budaya organisasi memberikan pedoman kepada pegawai
akan segala sesuatu yang penting untuk dilakukan. Budaya
organisasi dapat mempengaruhi cara orang dalam berperilaku
dan harus menjadi patokan dalam setiap program
pengembangan organisasi dan kebijakan yang diambil. Hal ini
terkait dengan bagaimana budaya itu mempengaruhi organisasi
dan bagaimana budaya itu dapat dikeloka oleh organisasi
(Sudiro, 2018: 162). Budaya organisasi yang terbentuk,
dikembangkan dan diperkuat atau akan diubah, memerlukan
praktik yang dapat membantu menyatukan nilai budaya anggota
dengan nilai budaya organisasi. Praktik tersebut dapat dilakukan
melalui induksi atau sosialisasi, yaitu melalui proses transformasi
budaya organisasi. Sosialisasi organisasi merupakan serangkaian
aktivitas yang secara substantif berdampak kepada penyesuaian
aktivitas individual dan keberhasilan organisasi, antara lain
komitmen, kepuasan dan kinerja. Menurut Luthans, beberapa
langkah sosialisasi yang dapat membantu dan mempertahankan
budaya organisasi adalah melalui seleksi calon karyawan,
penempatan, pendalaman, bidang pekerjaan, penilaian kinerja
dan pemberian penghargaan, penanaman kesetiaan pada nilai-
nilai luhur, perluasan cerita dan berita, pengakuan kinerja dan
promosi Khusus untuk organisasi-organisasi publik, guna
meningkatkan nilai kompetitif, maka diperlukan suatu budaya
organisasi yang mampu meranjak dari model-model administrasi
publik tradisional sebagaimana yang telah dilakukan oleh
organisasi sektor swasta (Sopiah, 2008: 128).
Oleh karena itu kepribadian seseorang juga akan
dibentuk melalui lingkungannya agar kepribadian tersebut
mengarah kepada sikap dan perilaku positif tentunya harus
didukung oleh suatu norma yang diakui kebenarannya dan diakui
serta disepakati bersama sebagai pedoman dalam bertindak.
Pegawai dalam kehidupan organisasi maupun instansi selalu
berusaha untuk menentukan dan membentuk suatu kehidupan
yang dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak, agar
dalam menjalankan aktivitasnya tidak berbenturan dengan
berbagai sikap dan perilaku dari masing-masing individu.
Sesuatu yang dimaksud tidak lain adalah bagaimana
membangun budaya dimana individu berada dengan baik yang
berkaitan dengan keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai sosial yang
dijunjung tinggi, serta harapan dan sebagainya. Jika ini sudah
dilakukan secara konsisten akan memperngaruhi berbagai aspek-
aspek baik dalam kehidupan sosial maupun lingkungan kerja
yakni memberikan rasa, membangun loyalitas, dan komitmen
kerja, serta meningkatkan hasil kinerja. Pegawai yang dapat
membagun budaya kerja dengan efektif, yakni dimana setiap
pekerjaan selalu dikomunikasikan dengan teman sekerja
sebelum pekerjaan tersebut dilaksanakan dengan harapan agar
pekerjaan tersebut dilaksanakan dengan baik dan benar,
terutama pada pekerjaan tim. Kebiasaan ini diwujudkan untuk
menghindari adanya kesalahan atau ketidaksempurnaan kerja.
Sehingga ketika tejadi sesuatu tidak harus saling menyalahkan
karena semua dikerjakan secara tim. Namun demikian, tidaklah
semua pekerjaan itu menjadi sempurna (Shaleh, 2018: 46).
Selain itu dalam kaitannya dengan dukungan teman
dapat menciptakan hubungan kerja sama diantara sesama
teman dalam artian dukungan berarti membantu merupakan
bentuk komitmen. Ada keinginan bagaimana pekerjaan tersebut
dilakukan. Dengan membangun kerja sama akan membentuk
sinergitas yang pada akhirnya akan menghasilkan sikap
komitmen yang tinggi dan menghasilkan kinerja yang baik pula.
Dan jika hal ini dilakukan secara terus menerus, maka akhirnya
disadari ataupun tidak akan membentuk budaya kerja sekaligus
budaya organisasi. Dukungan dari berbagai pihak termasuk
teman sekerja akan melahirkan kerja sama, dengan komitmen
yang tinggi akan membentuk sinergitas yang pada akhirnya
bermuara pada hasil kerja yakni khususnya pegawai dalam
lingkup pemerintahan (Shaleh, 2018: 47).
Menurut Ouchi, budaya organisasi merupakan sarana
yang diperlukan untuk menciptakan suatu hubungan kerja yang
harmonis dimana nilai-nilai maupun kepercayaan umum
mengurangi kemungkinan perilaku optimistik. Budaya organisasi
merupakan hal yang penting karena pada saat terjadi ambiguitas
maka nilai-nilai kepercayaan umum akan menjadi mekanisme
pengatur. Dari sisi perspektif integratif, nilai-nilai yang berlaku
dan dipegang bersama akan menjadi pengikat kohesivitas warga
organisasi. Jadi, budaya organisasi yang memberikan rasa
nyaman dalam bekerja dan kepercayaan yang tinggi akan
mendorong peningkatan perilaku kerja melalui tingginya
kohesivitas antar-individu dan komitmen dari warga organisasi
untuk melakukan segala sesuatu yang terbaik bagi kepentingan
organisasi (Sopiah, 2008: 181)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar