Teori asimetri menyatakan bahwa pihak-pihak yang berkaitan dengan
perusahaan tidak mempunyai informasi yang sama mengenai prospek dan resiko
perusahaan. Pihak tertentu mempunyai informasi yang lebih baik dibandingkan
dengan pihak lainnya. Manajer biasanya mempunyai informasi yang lebih baik
dibandingkan dengan pihak luar (investor) karena itu bisa dikatakan terjadi asimetri
informasi antara manajer dengan investor.
Menurut Scott (2009), ada dua macam asimetri informasi:
- Adverse Selection
Adverse Selection terjadi karena beberapa orang, seperti manajer perusahaan
dan bagian dalam lainnya, akan mengetahui lebih banyak tentang kondisi saat
ini dan prospek masa depan perusahaan daripada investor luar. Ada berbagai
cara dimana manajer dan orang dalam lainnya dapat mengeksploitasi
keunggulan informasi mereka dengan mengorbankan orang luar, misalnya,
dengan mengelola informasi yang bias yang akan dirilis kepada investor. Ini
dapat memengaruhi kemampuan investor untuk membuat keputusan investasi
yang baik. Selain itu, jika investor khawatir tentang kemungkinan adanya
informasi yang bias, mereka akan waspada membeli sekuritas perusahaan,
dengan hasil bahwa modal dan manajerial pasar tenaga kerja tidak akan
berfungsi sebagaimana mestinya. Kita kemudian dapat menganggap akuntansi
dan pelaporan keuangan sebagai mekanisme untuk mengendalikan masalah
seleksi yang merugikan dengan mengubah informasi orang dalam menjadi
informasi orang luar. “Adverse selection is a type of information asymmetry
whereby one or more parties to a business transaction, or potential transaction,
have an information advantage over other parties” (Scoot, 2009:8). - Moral Hazard
Tipe kedua dari asimetri informasi adalah moral hazard. Masalah ini terjadi
karena pemisahan kepemilikan dan kontrol yang menjadi ciri sebagian besar
entitas bisnis besar.
Secara efektif mustahil bagi pemegang saham dan kreditor untuk mengamati
secara langsung sejauh mana kualitas dan upaya manajer puncak atas nama
mereka. Kemudian, manajer mungkin tergoda untuk melalaikan usaha,
menyalahkan setiap kemunduran kinerja perusahaan pada faktor-faktor di luar
kendalinya. Jelas, jika ini terjadi, ada implikasi serius bagi investor dan bagi
operasi ekonomi yang efisien.
Kita kemudian dapat melihat laba bersih akuntansi sebagai ukuran kinerja
manajerial. Ini membantu untuk mengendalikan masalah moral hazard dengan
dua cara yang saling melengkapi. Pertama, laba bersih dapat berfungsi sebagai
input ke dalam kontrak kompensasi eksekutif untuk memotivasi kinerja
manajer. Kedua, penghasilan bersih dapat menginformasikan pasar tenaga kerja
sekuritas dan manajerial, sehingga manajer yang lalai akan mengalami
penurunan pendapatan, reputasi, dan nilai pasar dari waktu ke waktu.
Scoot (2009:8) menyatakan bahwa “Moral hazard is a type of information
asymmetry whereby one or more parties to a business transaction, or potential
transaction, can observe their actions in fulfillment of the transaction but other
parties cannot.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar