Kamis, 16 November 2023

Kepemilikan Keluarga


Kepemilikan saham di negara berkembang sebagian besar dikontrol oleh
kepemilikan keluarga, termasuk perusahaan di Indonesia (Arifin, 2003).
Perusahaan seperti ini lebih efisien daripada perusahaan yang dimiliki publik
karena biaya pengawasannya (monitoring cost) lebih kecil (Fama dan Jensen,
1983). Arifin (2003), seperti yang dikutip Siregar dan Utama (2008), menemukan
bahwa perusahaan publik di Indonesia, perusahaan yang dikendalikan keluarga,
perusahaan negara, atau perusahaan yang dikendalikan institusional, memiliki
masalah agensi yang lebih kecil daripada perusahaan yang dikendalikan publik
atau perusahaan tanpa pemegang saham pengendali. Perusahaan yang
dikendalikan keluarga memiliki masalah agensi yang lebih sedikit karena terdapat
konflik yang lebih sedikit antara prinsipal dan agen, tetapi terdapat masalah agensi
lain yaitu antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas.
Chen et al. (2005) dalam penelitian pada perusahaan-perusahaan di Hong
Kong menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang positif antara
kepemilikan keluarga dengan return on assets, return on equity atau market-tobook ratio. Hanya untuk perusahaan kecil terdapat hubungan yang negatif antara
pembayaran dividen dengan kepemilikan keluarga sampai dengan 10% dari saham
yang beredar dan hubungan yang positif untuk kepemilikan keluarga antara 10%
sampai 35%. Hubungan positif antara pembagian dividen dan kepemilikan
keluarga yang memegang kendali untuk perusahaan kecil yang diobservasi ini
konsisten dengan perkiraan bahwa investor menginginkan pembagian dividen
yang lebih tinggi dari perusahaan yang memiliki risiko.

Tidak ada komentar: