Kamis, 16 November 2023

Kebijakan Pembagian Dividen dan Nilai Perusahaan


Teori Residual dari dividen menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki
kesempatan investasi bagus di masa sekarang atau masa depan akan menahan
sebagian besar labanya untuk usahanya, meminjam di pasar modal untuk menjaga
’struktur modal yang optimal’, dan pembagian dividen relatif kecil dibandingkan
dengan pendapatannya. Sebaliknya, jika perusahaan tidak memiliki kesempatan
investasi yang bagus, maka perusahaan tersebut akan membagikan dividen relatif
besar.
Nilai perusahaan, apabila diukur dengan Tobin’s Q-ratio memiliki nilai
lebih besar dari 1 maka perusahaan memiliki insentif untuk berkembang,
sementara jika Q-ratio di bawah 1 maka perusahaan tersebut tidak memiliki
insentif untuk mengembangkan asetnya berdasarkan lini bisnisnya sekarang
(Langsen, 1988). Berdasarkan hal-hal tersebut, teori residual dividen ini konsisten
dengan dasar-dasar Tobin’s Q-ratio. Perusahaan yang memiliki Q-ratio tinggi
(sehingga memiliki kesempatan untuk mengembangkan asetnya), akan memiliki
rasio dividend payout yang lebih kecil. Sementara perusahaan yang memiliki Q
ratio kecil (dan tidak memiliki insentif untuk melipatgandakan asetnya) akan
memiliki rasio dividend payout yang tinggi.
Sementara teori agensi memprediksikan bahwa dividen diasosiasikan
dengan harga premium (Tobin’s Q Ratio > 1) karena tingkat dividen yang lebih
tinggi mengurangi kecenderungan manajer untuk membuang-buang kas bebasnya
(Dewenter dan Warther, 1998).
Penelitian empiris menunjukkan hasil yang berbeda. Langsen (1988)
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara Q-ratio dengan
dividend payout ratio. Sementara Zhang (2008) menyatakan bahwa kebijakan
pembagian dividen dapat berpengaruh atau tidak berpengaruh pada nilai
perusahaan (yang diukur dengan Tobin’s Q ratio). Dalam penelitiannya pada
perusahaan-perusahaan China yang terdaftar di bursa Hongkong dan di bursa
Mainland, menunjukkan bahwa untuk perusahaan publik China yang terdaftar di
bursa Hongkong, pasar di Hong Kong membayar harga premium kepada
perusahaan yang membayar dividen lebih tinggi, tetapi bagi perusahaan China
yang terdaftar di bursa Mainland hasilnya adalah pembagian dividen tidak
berhubungan dengan penilaian yang tinggi.
Sementara penelitian Purbawangsa (2007) pada industri manufaktur yang
terdaftar di BEI tahun 2000-2004 menunjukkan bahwa kebijakan dividen
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, semakin tinggi
dividen yang dibayarkan, semakin rendah nilai perusahaan. Terdapat dua alasan
yang menjelaskan temuan tersebut yaitu pertama, investor lebih menyukai laba
ditahan daripada dividen, karena pertimbangan pajak yang dikenakan kepada
capital gains lebih rendah. Pandangan ini menyarankan agar perusahaan
membayarkan dividen yang rendah jika ingin memaksimumkan nilai
perusahaannya. Kedua, investor menganggap bahwa pembayaran dividen
merupakan bad news.

Tidak ada komentar: