Penerapan Good Corporate Governance (GCG) telah menjadi fokus utama
dalam pengembangan iklim usaha di Indonesia terutama dalam rangka mendorong
pertumbuhan ekonomi. Perbaikan dan pengembangan corporate governance terus
dilakukan, mengingat posisi Indonesia dalam bidang ini masih sangat
memprihatinkan. Survey tahun 1999 yang dilakukan PricewaterhouseCoopers
dengan responden investor institusional di Singapura menunjukkan bahwa praktek
corporate governance di Indonesia masih sangat rendah. Sementara hasil survey
Corporate Governance Watch 2007 yang dikeluarkan oleh CLSA Asia-Pasific
Markets suatu investment group independen di Hong Kong, menempatkan
Indonesia pada posisi terendah bersama Philipina dari 11 pasar Asia yang
disurvey, dengan kelemahannya pada peraturan, praktik, penegakkan, akuntansi,
budaya governance dan lingkungan politik.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menunjang dan mewujudkan GCG.
Pada tahun 1999 Pemerintah membentuk Komite Nasional Kebijakan Corporate
governance (KNKCG) yang kemudian pada November 2004 berganti nama
menjadi Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), yang lingkup
tugasnya lebih luas tidak hanya membuat kebijakan governance di sektor
korporasi tetapi juga di sektor publik. Komite ini memiliki fungsi untuk
memprakarsai pengembangan tata kelola yang baik sekaligus memantau
perbaikan tata kelola perusahaan di Indonesia. Pada tahun 2001 KNKCG telah
berhasil menerbitkan pedoman praktik GCG (Code of Good Corporate
Governance). Swasta juga berperan dalam mengembangkan corporate
governance ini, dengan membentuk organisasi non-pemerintah seperti Forum for
Corporate Governance for Indonesia (FCGI) pada tahun 2000, The Indonesian
Institute for Corporate governance (IICG), Corporate Leadership Development in
Indonesia (CLDI), dan Indonesian Institute of Independent Commissioners (IIIC).
Bae et al. (2003) menyatakan bahwa untuk memperbaiki corporate
governance, Pemerintah harus memperkuat ketentuan hukum yang melindungi
kepentingan pemegang saham dan meningkatkan penegakan hukum dan peraturan
tersebut. Demikian juga perusahaan harus memperbaiki corporate governancenya. Becht et al. (2005) menyatakan bahwa paling tidak terdapat sedikitnya dua
alasan perlunya intervensi dari regulator. Pertama, regulasi yang dikeluarkan
regulator (pemerintah) akan mendukung peraturan-peraturan pokok yang ada di
perusahaan, karena peraturan yang dibuat oleh pendiri perusahaan atau pemegang
saham bersifat subyektif dan tidak efisien dan tidak mungkin dapat melibatkan
seluruh pihak yang terlibat sehingga dengan regulasi yang ada dapat mencapai
persetujuan yang komprehensif. Kedua, walaupun perusahaan pada awalnya
memiliki hak untuk mendesain peraturan yang efisien, mereka mungkin ingin
membatalkan atau mengubahnya di kemudian hari, masalah akan timbul ketika
perusahaan tidak memiliki komitmen untuk tidak mengubah atau membatalkan
peraturan yang telah dibuatnya. Ketika pemegang saham tersebar dan tidak
terlibat aktif dalam perusahaan hal itu mungkin terjadi bahwa manajemen
mengubah aturan untuk kepentingannya sendiri.
Berkaitan dengan corporate governance perusahaan publik di Indonesia
paling tidak terdapat dua peraturan yang terkait, yaitu undang-undang perseroan
dan undang-undang di pasar modal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar